26

6.2K 430 3
                                    

Aku mengamati dalam diam salah satu sosok wanita yang membuatku bertekad untuk melindunginya hingga aku mati. Dia gadis sempurna di mataku tengah berbicara dan tertawa bersama sahabatnya. Aku tidak menghampiri pacarku biarkan dia menghabiskan waktunya sendiri. Aku bukan tipikal pacar yang mengekang karena menurut ayahku setiap individu memiliki kehidupan masing-masing. Kalau hanya berstatus pacar aku tidak berhak melarang dia apapun beda lagi saat aku telah menikahi gadisku.

"Aditya menjalani pengobatan di China saat ini. Papi benar-benar tidak mau kehilangan Aditya sama sekali. Bahkan menurut kabar miring dari media seluruh keluargaku lebih menyayangi Aditya." Aku menghirup vape milikku dan menghembuskannya ke langit. "Kasih sayang keluargaku berhak di dapatkan oleh Aditya," ucapku.

"Sayang merokok tidak baik lho," ujar gadisku tiba-tiba berada di depanku sambil berkacak pinggang bahkan menatapku tajam.

"Bibirmu sebagai gantinya bagaimana?" godaku.

Kedua pipi Elaine memerah karena ucapanku barusan. Aku terkekeh geli dan mengelus rambut Elaine dia gadis yang sangat baik tidak terlalu banyak menuntut padaku. Jadi aku bebas kemanapun asal bisa saling bertukar kabar saja.

"Saling menjatuhkan itu suatu hal yang buruk," ujar Elaine.

"Aku tidak menjatuhkan hanya mengambil hak keluargaku," jawabku.

"Hak?" bingung Elaine.

"Satria Pratama itu sepupu jauh dari ayah. Bisa dibilang kakekku dan kakek Satria itu adik kakak begitulah," ujarku.

"Lantas hak apa yang akan kau ambil sayang?" tanya Elaine.

"Bagian dari kakekku yang diambil secara paksa. Aku hanya mengambil itu saja," ujarku santai.

"Berapa nilainya?" tanya Elaine.

"20 Triliun," jawabku.

"Kekayaan keluarga Pratama secara keseluruhan kan 20 Triliun sayang," ucap Elaine.

"Yah mereka akan jatuh miskin saat aku mengambil alih itu semua," ucapku.

"Bukannya masih ada satu anak seumuran kita ya?" tanya Elaine.

"Biaya kuliah Aldo Pratama telah kutanggung agar dia fokus mengejar impian dia," timpalku.

"Kukira kamu akan menghancurkan keluarga Pratama secara keseluruhan," ucap Elaine.

"Seorang anak tidak ada hubungannya dengan dosa orangtuanya. Aku hanya sedikit memanfaatkan Aldo dan Arya saja. Kedua kakak mereka belum kuurus," ucapku.

"Kuharap tidak ada pembunuhan yang kau lakukan sayang," khawatir Elaine.

"Aku bukan seorang psikopat sayang. Yah walaupun kali ini kutekan sisi ganasku untuk tidak menghabisi seluruh keturunan Pratama," ujarku.

"Balas dendam tidak akan menghapus rantai kebencian sayang. Kau harus bisa berlapang dada untuk memaafkan mereka. Aku tidak bermaksud ikut campur mengenai keluargamu namun lebih baik berdamai dibandingkan larut dalam dendam tidak berujung," nasihat Elaine.

"Tidak salah aku memilihmu menjadi pasangan hidupku kelak." Aku mendekat kearah Elaine dan memojokkan Elaine ke dinding. "Terimakasih telah menerima kekuranganku," ucapku sambil tersenyum.

"Aku yang harusnya mengatakan itu sayang. Kekuranganku pasti akan membuatmu malu," ucap Elaine tidak percaya diri.

"Kesempurnaan milik sang pencipta sayang. Kita manusia mempunyai banyak kekurangan masing-masing," jawabku.

Aku menyelipkan rambut Elaine ke daun telinganya jarak antara kami berdua sangat dekat sekali. Aku menaruh kepalaku di pundak Elaine merasa sedikit lelah menyusun rencana panjang ini.

"Pinjamkan pundakmu sebentar sayang," ucapku.

"Lakukan saja sayang. Aku tidak keberatan," jawab Elaine.

Cukup lama ada di pundak Elaine. Bel istirahat berakhir menghentikan kegiatanku untuk beristirahat sejenak di pundak Elaine.

"Aku kembali ke kelas," pamitku kepada Elaine.

Aku mencium kening Elaine sebelum pergi. Aku bisa melihat sekilas Elaine memerah di tempat. Di lorong kelas aku bertemu dengan Aldo yang tampak biasa saja melihatku.

"Ello terimakasih," ucap Aldo.

"Ya," jawabku.

Aku kembali melanjutkan perjalanan menuju ke kelas. Pelajaran diikuti olehku seperti biasa tidak ada rasa bosan untuk belajar bagiku. Bel pulang aku langsung ke rumah tidak ke kantor karena tidak ada meeting penting sama sekali.

Motor pemberian kakek yang kugunakan untuk pulang ke rumah. Cukup lama perjalanan karena jalanan macet total jadi aku sedikit terlambat pulang ke rumah.

"Abang!" pekik Rasen.

Tubuh kecil Rasen menerjangku dengan pelukan sangat erat. Aku mencium puncak kepala Rasen membuat Rasen semakin memelukku tidak mau melepaskannya.

"Adek lepaskan dulu pelukannya kasihan abang baru pulang lho," ucap Rianti yang keluar dari dapur.

"Aku pulang bunda," ucapku.

"Mandi dulu bang. Bunda masak kesukaanmu ikan goreng," ucap Rianti.

"Pantes saja aku mencium bau harum sekali. Baunya membuat perutku keroncongan," ucapku.

Rasen melepaskan pelukannya dan menarik tangan kananku secara tiba-tiba. Aku yang tidak siap jadi mencodongkan badanku kearah Rasen. Rasen mencium pipi kananku begitu saja setelah melakukan itu dia kabur.

Aku terkekeh mendapatkan perlakuan dari Rasen. Aku ke kamarku untuk berganti baju lagipula perutku meminta nutrisi sejak tadi. Aku makan sendiri seluruh anggota keluargaku telah makan duluan.

Aku sangat lahap memakan ikan goreng favoritku. Selesai makan aku ke ruang tamu tapi Oliver menyuruhku ke ruangan di untuk membicarakan sesuatu.

Di ruangan Oliver ada Cakra dan juga sambungan video call dari Catra. Aku tidak mengerti maksud dari ketiga orang dewasa ini.

"Kau membiayai kehidupan keturunan Pratama? Othello Pranaja Zayan!" tegas Catra.

"Iya," jawabku santai.

"Mereka telah jahat kepada adikmu El!" kesal Cakra.

"Bukti yang kudapatkan mereka terpaksa melakukan itu semua," timpalku.

"Berikan buktinya pada ayah," ucap Oliver.

"Aku ambil dulu di kamarku," ucapku.

Aku keluar dari ruangan Oliver mengambil bukti yang telah kudapatkan selama beberapa minggu terakhir ini. Aku kembali ke ruangan Oliver lalu menyerahkan bukti tersebut kepada Oliver.

"Aprian Pratama saat ini mengalami gejala mental serius, sementara Andrian Pratama sepertinya dia tulus menyayangi Aditya," ujarku.

"Darimana kau tahu?" tanya Oliver.

"Aku menyelidiki semua itu saat berada di dalam tubuh Aditya. Mereka memiliki ego tinggi untuk mengungkapkan kasih sayang terhadap Aditya," jawabku.

"Mengenai orang yang mendorong Aprian bagaimana?" tanya Cakra.

"Dipenjara aku telah memberikan bukti tersebut kepada polisi itu alasan Aprian mengalami gejala penyakit mental," ujarku.

"Target utama menjadi urusanku El. Kau fokus ke sekolah dan jangan lupa kenalkan pacarmu," ucap Oliver.

"Wih anak daddy punya pacar ternyata," ledek Cakra.

"Aku keluar dari sini," ujarku.

Aku membanting pintu ruangan Oliver. Bisa kudengar gelak tawa di dalam sana benar-benar menyebalkan sekali.

Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan bagi penulis agar semakin bersemangat menulis

Sampai jumpa di

Rabu 15 Februari 2023

Maaf lama update soalnya hpku rusak dan baru bisa ganti beberapa hari lalu menunggu gajianku turun. Sekali lagi maaf ya terlalu lama mrnunggu update ceritaku

Transmigrasi Ello (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang