Chapter VIII {Status}

406 24 1
                                    

"As long as i'm with you. I'll be fine." ucap dia yang bikin perut gue kayak ada 1000 kupu-kupu terbang-terbang dengan liar.

"Jadiiiiiiiiiiiiiii, kita statusnya apa sekarang? Friends? Best friends? Sex partners? Or.. what?" tanya gue.

"Gua maunya suami istri tapi not now." Najes. Tapi gue juga mau si. Hehehehe..

"What do you mean 'not now'? Is it because of Audrey? Lu mau berhasil mutusin dia dulu baru lo macarin gue?"

"Exactly. Pinter banget si jodoh gue. Gua bakal nembak lo kalo gue udah berhasil mutusin Audrey. Tapi, lo harus bantuin gue mutusin Audrey. Deal?"

"Ok. Deal." It will be a veryyy veryyy longgg journey to deal with. Wish us luck.

"Tapi. Sementara gua gamau kita lakuin 'itu', ok? You said kan? Lu mau respect your relationship with her, well otomatis kita juga gaboleh ngelakuin things that usually partners do, right?" Muka Tim yang daritadi cengar-cengir gajelas jadi serius seketika pas ngedenger perkataan gue.

"Anjir. Gua lupa about that. Aisshhhh.." Dia langsung ngacak2 rambutnya frustasi.

"Ok then. But ada syarat." perkataan dia bikin gue dejavu deh..

"Apa?" tanya gue penasaran sekaligus takut karena takut syaratnya yang aneh2.

"Gua mau lakuin itu untuk terakhir kalinya sekarang sebelum gue berhasil mutusin Audrey. Ini yang terakhir, gue janji. Gua gabakal lakuin itu lagi, sampe gua berhasil. Even a kiss, gua gaakan." Tapi gimana ya.. Yaudah lah.

"Deal." kata gue.

🔞🔞🔞
Tim lalu mencium gue dengan perlahan. "I don't want this to end, Mave. I love you."

"Tim. I don't think lu kenal me enough. We should probably spend our time together more. Your 'I love you' is too early." Gua heran deh sama dia. Belum sampe seminggu kita kenal, dia udah bilang 'I love you' ke gue.

"Lo tau ga sih? Gua sebenarnya udah merhatiin lo awal masuk sekolah. You're my love at first sight person."

"Hah? Lo berarti udah 'kenal' gue dari 3 bulanan yang lalu?!" ucap gue ga percaya.

"Yap." Dia lalu mencium gue dengan agresif yang ngebuat air liur kita kemana-mana.

"Mmnhh.. mmhh.." Kita lalu melepas ciuman kita untuk mengambil nafas. Air liur dimana-mana, nafas ngos-ngosan, wadidaw pokoknya.

"On knees!" ucap Tim dengan tegas kayak tentara (apaan si) yang posisi kita sekarang lagi berdiri hadep-hadepan.

Gua langsung nurut dan langsung berlutut bener2 ngehadep ke senjatanya.

"Yes sir! Yes sir!" jawab gue.

"Ngerusak suasana bego!" ucap dia sambil nge-chuckle.

"Eh maap maap.." hehehehehe..

Srett.. Tim membuka resleting celananya dan langsung mengeluarkan senjatanya yang kira2 berukuran 20cm.

"Suck it." Gua langsung 'suck' senjatanya yang susah banget untuk dimasukin karena saking gedenya. "Susah cok!!" teriak gue yang daritadi berusaha untuk memasuki senjata Tim ke mulut gue secara utuh.

"Paksa!" Tim ngedorong kepala gue yang bikin senjatanya terpaksa masuk ke mulut gue sampe ke tenggorokan. "MMNHH!!" berontak gue sambil nonjok2 lengan Tim.

Tim memaju-mundurkan kepala gue yang bikin tenggorokan gue sakit banget.. tapi enak. "Mnhh! Mmhh! Nghhhh..!!" Air liur gue udah bener2 blepotan kemana-mana.

"Jangan pake gigi! Sakit!" teriak dia pas gue sengajain pake gigi biar mampus.

Gue lalu kasih smirk yang bikin dia memaju-mundurkan kepala gue lebih cepet lagi.

"I'm gonna fuckin shoot!" geram dia sambil mendongak keatas yang lalu ia keluar.

"Mnhh!!" mulut gue anget banget.

"Ahh!! Nghh.." desah Tim lega.

"Lepeh." ucap Tim sambil liatin gue yang masih menahan cairannya di mulut gue.

Gulp.

"LO KENAPA TELEN EW!" teriak Tim jijik.

"Cairan sendiri kok jijik si? Enak tau." ucap gue sengaja bikin makin dia jijik.

"Rasanya gimana emang?" ucap Tim dengan muka jijik.

"Manis."

Band [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang