Evaluasi - Hindia
"Sebelum sidang, kalian mau ikut siapa? Daddy atau bubu?"
Bianca dan Sagara kompak memandang Nolan, yang dipandang menghela nafasnya
"Emang gak bisa diomongin lagi?" Tanya pemuda yang masih menggunakan seragam SMA nya itu
"Gak bisa kak, keputusan bubu udah bulat pisah sama daddy"
Nolan menarik nafasnya, memandang kedua orangtua nya bergantian lalu memandang kedua adiknya
Hati nya merasa diremat melihat Sagara yang hanya diam membisu, sedangkan Bianca menangis tersedu-sedu begitu juga dengan ibu nya yang sedari tadi menangis.
Pemuda itu mengusap wajahnya kasar, orangtuanya memang sering sekali berdebat tapi dirinya tidak pernah membayangkan bahwa keduanya akan bercerai seperti ini.
"Nolan cepetan, daddy ada meeting setelah ini"
"Dad" Nolan memandang ayahnya memelas
"Sama bubu aja yah nak?" Bujuk Tya memandang Nolan
"Bia-
"Bia ikut Saga" potong Bianca, gadis itu tidak mau dipisahkan dengan kembarannya
"Saga ikut kakak" ucap Saga
"Nolan?"
Nolan memandang ibu nya yang menampilkan wajah membujuk
Nolan kembali menghela nafasnya sebelum atensi dialihkan pada suara mesin mobil yang baru saja sampai dihalaman rumah mereka
Pintu rumah yang terbuka lebar, menjadi sasaran atensi orang-orang yamg duduk diruang tamu
Marvin masuk kedalam rumah tersebut
"Abang..."
"Bia, Saga beresin barang-barang kalian bawa yang sekiranya kalian butuh, No bantuin"
Nolan memandang kedua adiknya lalu mengangguk meyakinkan keduanya
Sagara dan Bianca pun beranjak dari duduknya menuju kamar masing-masing
"Marvin-
"No, barang lo juga" potong Marvin saat sang ayah buka suara
Nolan mengangguk, "Iya bang" ucapnya lalu beranjak dari duduknya
"Nolan, sama sikembar ikut abang. Cukup kan buat kalian bebas? Gak perlu mikirin anak, nikmatin aja dunia kalian. Marvin tau itu yang kalian mau, semoga lancar persidangannya"
Marvin meninggalkan ruang tamu, ikut mengemasi barang-barangnya
"Abang" Tya berdiri mengejar Marvin ke kamar
"Abang, abang dengerin bubu dulu bang"
"Gak ada yang perlu didengerin, ada gak ada kalian bakalan sama aja kok"
"Abang, kalian tinggal sama bubu yah nak?"
"Gak usah, makasih"
"Abang, nanti siapa yang ngurusin kalian?"
Marvin terkekeh sumbang, "Lah emang selama ini ada yang ngurusin? Kalian juga sibuk sama kerjaan masing-masing kan? Gak akan ada bedanya juga, yang kalian tau cuma nimbun uang, pulang kalo mau ribut"
"Marvin gak masalah sama itu semu bu, tapi Marvin gak sanggup kalo adek-adek Marvin nangisin itu, lebih baik Marvin banting tulang sendiri sampe patah buat adek-adek Marvin, dari pada harus dirumah ini terus tapi mental kami rusak"
Marvin berucap dengan mata sipitnya yang berkaca-kaca
"Udah bagus emang kalian pisah, ini kesempatan buat kalian membenahi diri, itupun kalo kalian sadar"
KAMU SEDANG MEMBACA
EVALUASI
FanfictionBilas muka, gosok gigi, evaluasi. Ku masih ingin melihatmu esok pagi.