Buket Snack

2.1K 368 150
                                    

<<Dimas>>

.

.

Gue duduk di bangku depan ruang sidang, sambil nunggu giliran gue ngeluarin iPad gue buat buka catatan sidang skripsi gue pagi ini. Gue natap telapak tangan kiri gue, senyum liat tulisan semangat sayang dari Tian.

"Romantis banget pacar kamu," suara yang nggak asing menegur gue, membuat gue terhenyak kaget dan buyar dari lamunan gue.

Gue noleh ke samping, liat Pak Arif yang lagi majuin badannya deket ke gue natap tangan gue. Cepet-cepet gue sembunyiin lagi tangan gue.

"Pasti bakal seratus persen lancar dong hari ini," goda Pak Arif.

"Semoga aja, Pak."

"Udah siap?"

Gue anggukin kepala, "tapi masih harus nunggu Pak Boris dulu bentar, Pak."

"Oke, sidang yang di dalem kayaknya 10 menit lagi juga selesai."

Pak Arif ninggalin gue nunggu di bangku depan ruang sidang, sementara gue ngehela napas terus liatin telapak tangan gue lagi.

"Aden, maaf lama ya, Den."

Gue noleh ke arah suara yang menegur gue, kali ini Pak Boris yang nyamperin gue sambil bawa tas jinjing besar yang nggak gue bawa tadi waktu dianterin Tian, takutnya ngerepotin Tian buat bawanya, jadi gue minta Pak Boris buat nganterin.

"Makasih Pak Boris."

"Semoga lancar, ya Den."

"Iya, makasih Pak Boris. Pak Boris pulang aja dulu, ya. Ntar Dimas telepon kalo udah beres semuanya."

"Siap, Den! Bapak balik ke mobil dulu, ya Den."

Pak Boris jalan ninggalin gue yang balik duduk di bangku dan nyalain iPad-iPad buat sinkronisasi data ke iPad gue.

Setelah 20 menit kemudian, pintu ruang sidang dibuka, temen satu angkatan gue yang cewek keluar dari ruang sidang terus menghela napas. Gue ngeliatin dosen pembimbing dia yang juga keluar ruangan terus nepuk pundak si Mahasiswi dan bilang buat semangat ngurus revisi.

"Dimas, giliran kamu."

Gue berdiri dari duduk gue, bawa tas ransel gue dan tas jinjing masuk ke ruang sidang. Baru aja masuk, badan gue udah nggak nyaman ama suhu ruangan yang dingin.

"Dimas, saya denger dari Pak Arif, katanya kamu hampir aja batal ngajuin ujian hari ini," sapa salah satu dosen penguji.

"Iya, Pak Anton, hampir aja batal tapi nggak jadi batal."

"Masalah hatinya Dimas sudah selesai Pak Anton," Pak Arif nambahin.

Pak Anton, Bu Ranni ama Pak Fariq ketawa denger apa yang Pak Arif bilang.

"Ayah dan Bunda kamu gimana kabarnya, Nak?" tany Bu Ranni.

"Baik Bu, tapi akhir-akhir ini Bunda makin sibuk."

"Oh ya? Ada proyek baru, kah?"

"Mungkin, kemarin Bunda ada acara makan malam ama Investor dari Inggris." Gue ngeluarin iPad dari tas jinjing dan bawa iPad-iPad itu ke meja Dosen Penguji ama ke meja Pak Arif.

"Kamu nanti lanjut ke Perusahaan Bunda kamu, Dimas?"

"Ke Bank Ayah kayaknya Pak, Bunda..." gue diem, pingin bilang kalo Tian yang bakal nerusin bisnis Bunda, tapi takut ntar mereka kepoin ke Bunda. "Bunda bilang sementara ini Ayah lebih butuh."

"Ya udah ayo mulai ujian sidangnya supaya kamu bisa segera lulus dan bantuin Pak Hendra."

"Pak Anton, Pak Fariq, Bu Ranni, saya nggak suka presentasi di layar proyektor jeleknya jadi saya kasih iPad ke Bapak Ibu aja ya, boleh?" tanya gue. "Di situ ada presentasi saya, buku-buku teori yang saya pakai dan makalah skripsi saya juga, lebih jelas lebih nyaman di lihat. Nanti boleh dibawa pulang."

OFFICE IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang