7. Seniman PAT. Ailaan. Keributan.

29.7K 8.9K 4.1K
                                    



Hai hai hai!

Selamat malam cimoolll!!

Absen hadir duluu!!!

*****

Jika bahagia bisa dibayar dengan uang, aku berjanji akan membelinya sepuluh tahun kemudian.

- Pahatan Aksara -

*****

"Putusin aja, Le. Masih ada banyak cewek yang mau sama lo." Tera menepuk pundak Zale. Senyuman hangat pun dia pancarkan dengan mantap. Dia paham dengan perasaan Zale sekarang. Cowok itu pasti kecewa setelah diabaikan beberapa kali dengan alasan klasik. Sibuk.

"Gue nggak mau kalau bukan dia." Zale menyingkirkan tangan Tera dari bahunya, lalu memandang sahabatnya itu dengan tatapan pias. "Bukan seminggu, sebulan, atau setahun. Hampir 5 tahun, Ter. Lo pikir gue bakalan kaget? Enggak."

Zale tersenyum kecut sebelum melanjutkan, "Udah biasa."

Tera mengembuskan napas berat. Ada tatapan iba di matanya ketika melihat Zale yang menyedihkan seperti sekarang. Entahlah, dia merasa kalau cowok itu tidak berhak mendapat perlakuan seperti ini. "Harus banget sama Gloria?" tanyanya.

"Cukup tau kavernya aja, nggak perlu sampai baca isinya. Jangan campuri urusan gue." Tanpa mengindahkan pertanyaan dari Tera lagi, Zale memutuskan untuk melanjutkan langkahnya menuju kelas. Meninggalkan empat temannya yang ia yakini kompak memandang kepergiannya dari koridor utama. Zale juga yakin kalau mereka pasti merasa kasihan padanya setelah menyaksikan perdebatannya dengan Gloria beberapa menit lalu.

"Udah, Jit. Bang Zale emang gitu. Gue yang sepupunya aja kagak pernah diajak curhat," ucap Ailaan kepada Tera yang tampak melas memandang punggung kokoh Zale yang perlahan menjauh dari mereka.

"Gue kasihan aja ngeliat dia berjuang sendiri," balas Tera.

"Lembek banget hati lo," komentar Gavie yang sejak tadi hanya diam dengan punggung yang bersandar di tembok dan tangan yang bersedekap dada. Dia terlihat paling santai di antara yang lain. Seperti manusia yang hidup tanpa beban.

"Tipikal orang kayak Zale nggak bisa diganggu gugat. Kalau udah suka sama sesuatu, ya udah suka. Lihat aja kameranya. Udah dari jaman SMP katanya. Dia bisa aja beli yang baru, tapi favoritnya tetep itu. Positifnya, dia terbukti nggak akan selingkuh. Tapi negatifnya, dia bisa gila saat kehilangan karena terlalu obses sama sesuatu," ucap Mario menjelaskan kepada teman-temannya sebelum ikut pergi saat matanya tidak sengaja melihat objek menarik.

*****

"FORYSTHIA!"

Meta terkejut saat mendengar nama belakangnya disebut. Langkahnya refleks berhenti. Detik berikutnya, dia menoleh ke belakang. Dan pada saat itu juga, tangannya mulai mengepal setelah melihat siapa pelakunya.

Orang sinting itu....

"Hai," sapa Mario setelah sampai di hadapan Meta.

"Mau ngapain lagi? Ini pertemuan ketiga kalinya. Gue males ribut walaupun kenyataannya gue pengen nyakar wajah lo sekarang," gerutu Meta dengan wajah kesal yang tak bisa dia sembunyikan.

"Agustus bentar lagi selesai," ucap Mario, terdengar tidak nyambung dengan pertanyaan Meta.

"Maksud lo?" tanya Meta dengan kerutan di dahinya.

"Lentera Birunya lagi diproses."

Uhuk! Meta tersedak ludahnya sendiri setelah mendengar jawaban Mario. Ah, iya, buku pertama cowok itu akan terbit di bulan September, kan? Lalu, tujuan Mario mengatakan itu kepadanya adalah untuk pamer? Lagi?

MetaforaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang