Hai hai hai!Selamat malam semuanya!!!
Absen hadir dulu yukk!!!
Komen dan bintangnya ditunggu 🤍
*****
"LARI YANG KENCENG, GAV!"
"JANGAN KE SITU, BEGO!"
"PAKAI JURUS NARUTO!"
Kalau saja tidak sedang berada di kondisi menegangkan antara hidup dan mati, mungkin Gavie sudah menendang kepala sahabatnya itu sampai menggelinding di jalanan. Bagaimana bisa Mario masih sempat bercanda di waktu genting seperti ini? Di saat mereka tengah dikejar-kejar oleh dua preman berbadan besar?
"LO KAN SUKA ANIME! GIMANA CARANYA PAKAI JURUS SERIBU BAYANGAN?!"
"Berisik! Lari aja jangan ngoceh! Mulut lo gue sobek kalau ngomong lagi!"
Gavie masih berusaha untuk sabar. Langkah demi langkahnya yang lebar itu membawanya masuk ke gang-gang kecil yang terlihat sepi. Dua preman itu masih berada persis di belakang dia dan Mario. Preman itu masih belum menyerah. Ambisi mereka untuk menangkap dia dan Mario rupanya begitu besar. Padahal sudah tujuh menitan mereka lari kejar-kejaran.
"Woi... gue... mau... mati...." Mario hampir menyerah, tapi Gavie langsung menarik telinganya dengan sengaja untuk membakar emosinya lagi. Cowok itu benar-benar tidak mau menggunakan cara yang lebih halus.
"Kalau gue mati hari ini, lo harus siap gue gentayangin, Dem!"
"Kalau gue mati juga?"
"Gue gali kuburan lo!"
Mario semakin mempercepat langkahnya. Tak peduli dengan kerikil yang menusuk telapak kakinya yang tidak mengenakan alas apa pun, juga buliran keringat yang tak berhenti menetes, serta seragam sekolahnya yang berantakan dan kotor karena debu jalanan. Untuk saat ini, hanya nyawa yang mereka utamakan.
"Kiri, Gav!" perintah Mario kepada Gavie sambil menoleh ke belakang untuk mengecek apakah dua preman itu masih berada di belakang mereka atau tidak.
Mereka berbelok. Ada dua bak sampah lumayan besar pada jalanan buntu itu. Gavie mulai berprasangka buruk saat Mario menunjuk bak sampah itu dengan dagu, seolah memberikan sebuah kode kepadanya.
"Gue tahu kita lagi ada di ambang kematian, tapi sampai malaikat Izrail nyabut nyawa gue sekali pun, gue nggak akan masuk ke bak sampah itu!" Gavie menggeleng pelan. Wajahnya benar-benar pucat dan dipenuhi keringat akibat kelelahan berlarian tak tentu arah.
Mario tidak peduli. Dia mendorong punggung Gavie sekuat tenaga, memaksa cowok itu untuk masuk ke dalam sana. "Sampahnya nggak ada! Baru selesai diangkut itu!" ucapnya membujuk. "Kita nggak punya waktu lagi. Masuk atau lo mati mengenaskan di sini!"
Kalah telak.
Gavie tidak bisa apa-apa lagi selain mengikuti perintah Mario.
Dan... mereka berdua akhirnya masuk ke bak sampah itu.
*****
"Lama banget. Katanya mau beli buku doang?" Tera menggerutu kesal sambil terus melirik arloji yang melingkar di tangannya. Sudah empat puluh menit lamanya Mario dan Gavie izin pergi membeli buku di gang Mangga dan memintanya bersama Ailaan dan Zale untuk menunggu di dekat halte sekolahan. Namun, sampai saat ini, batang hidung mereka masih belum kelihatan juga. Padahal, Mario hanya sepakat untuk menghabiskan waktu lima belas menit saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metafora
Teen FictionMenjadi penulis terkenal adalah keinginan Meta sejak lama. Tahun demi tahun yang dia lewati, rupanya belum cukup untuk membuat impiannya terwujud. Di ambang keputusasaannya, Meta semakin dibuat benci oleh salah satu penulis yang namanya tengah ramai...