Hai hai hai!Cimol apa kabar?
Absen hadir!!!!
******
Mulut cowok itu berdarah. Ujung bibirnya sedikit robek. Kemeja putihnya menjadi lusuh karena coklatnya tanah dan bercak darah. Namun, hal itu tidak kunjung membuat api dalam dirinya padam. Tidak ada senjata yang bisa Ailaan gunakan selain tangannya sendiri. Dia terus melayangkan pukulan kepada sang lawan meski dia tahu tubuhnya lebih kecil dari kakak kelasnya itu.
Para guru yang mulai berdatangan pun tidak Ailaan pedulikan. Amarah telah menguasi dirinya. Orang-orang yang selalu memuji Ailaan dengan sebutan 'menggemaskan' mungkin akan menarik ucapan itu saat melihat kondisinya sekarang. Guratan wajahnya berubah. Tajam. Beringas. Seperti tak kenal takut.
Ailaan benci direndahkan. Dia tidak suka diremehkan. Juga dipandang sebelah mata. Bagi Ailaan, tidak ada seorang pun yang pantas menilai dirinya sebelum tahu apa yang terjadi sebenarnya.
"NYOKAP LO CUMAN PEMBANTU DI RUMAH GUE!"
BUGH!
"BRENGSEK LO!" maki Ailaan setelah melayangkan pukulan telak di perut lawannya.
"AILAAN! REEGAN! BERHENTI ATAU SAYA DROP OUT DARI SEKOLAH!"
Kepala sekolah SMA Bakti Utama bahkan sampai turun ke lapangan. Pria separuh baya itu berdiri tepat di antara Ailaan dan Reegan untuk menghentikan pertengkaran. Awalnya, Ailaan hendak maju lagi. Namun, saat tangannya ditarik ke belakang lalu dikunci dengan kuat oleh seseorang, dia tak mampu lagi melepaskan diri meski sudah berusaha untuk berontak.
"Ini bukan Ailaan. Ini bukan adek kita. Bukan Ilan yang kita kenal. Tenangin diri. Ada gue, Gavie, Zale, dan Tera di belakang punggung lo."
Napas Ailaan yang sempat memburu, kini berangsur netral saat bisikan lembut di telinganya mampu mengusap amarahnya. Kepalan tangannya juga mengendur. Otot-ototnya yang sempat tegang pun perlahan melemas. Mario datang tepat waktu, juga kakak-kakaknya yang lain.
*****
Orang-orang mungkin akan bingung. Kenapa harus angka 55 (Lima lima) yang menyertai tongkrongan seni yang dibentuk oleh Mario dan Gavie itu?
Mario yang menyukai sastra dan Gavie yang menggilai seni lukis pada akhirnya memutuskan untuk membentuk sebuah komunitas seni dan sepakat untuk hanya menerima 5 anggota termasuk mereka dari sepuluh orang yang sempat mendaftar.
Mario, Gavie, Tera, Ilan, dan Zale.
Selain karena anggota mereka yang berjumlah 5 orang, angka 55 ternyata memiliki makna yang cukup unik menurut Mario dan Gavie setelah mempelajarinya di berbagai sumber.
"Untuk nilai pengurangan lima kurang lima sama dengan nol, memiliki makna penting untuk mencapai kesempurnaan nilai sesuatu, kemudian untuk nilai pembagian lima dibagi lima sama dengan satu, memiliki makna persatuan, dan untuk nilai penjumlahan lima plus lima sama dengan sepuluh, memiliki makna kesempurnaan," jelas Mario kala itu.
Tujuan Mario dan Gavie membentuk komunitas ini adalah untuk menyalurkan bakat mereka bersama dengan para peminat seni di bidang lainnya. Mario dengan aksaranya, Gavie dengan lukisannya, Tera dengan musiknya, Zale dengan hasil jepretannya, dan Ailaan yang ingin bergelut di bidang pembuatan film.
Namun, kenyataannya, hubungan mereka tidak hanya sekadar saling bertukar pendapat, tetapi merambat erat ke hubungan kekeluargaan. Hal itu terbukti dengan kejadian tadi pagi saat di mana Mario dapat dengan mudahnya menepis amarah yang sempat bergejolak dalam diri Ailaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metafora
Novela JuvenilMenjadi penulis terkenal adalah keinginan Meta sejak lama. Tahun demi tahun yang dia lewati, rupanya belum cukup untuk membuat impiannya terwujud. Di ambang keputusasaannya, Meta semakin dibuat benci oleh salah satu penulis yang namanya tengah ramai...