Sound of Love

2 1 0
                                    

Angin malam membasuh lembut rambut dan tubuh Hannes dan Sydney yang justru malah hang out di sebuah taman jantung kota yang memiliki sungai kecil, mereka berdua duduk di kursi umum pengunjung di pinggir sungai itu

Sambil menikmati sebuah bir kalengan di tangan mereka masing-masing.

Di tengah hening yang hanya memperdengarkan suara aliran sungai kecil itu, akhirnya terdengar Sydney menghelakan napasnya.

"Aku sebenarnya selalu berpikir bagaimana ujung dari hubunganku dengan Lexie setiap detik, setiap menit. Dan setiap kali aku memikirkan hal itu, aku merasa tercekik" kata Sydney kemudian menenggak bir kalengnya. Dan melanjutkan lagi, "Aku sudah tahu akhirnya tak akan jadi baik. Tapi bodohnya aku yang selalu terus mengikuti arus hubungan ini"

Hannes belum memberikan pendapatnya, dia hanya terus mendengarkan ocehan Sydney yang tampaknya sudah agak mabuk tipis-tipis, karena sejauh obrolan mereka sejak sejam yang lalu, Sydney sudah menghabiskan dua setengah kaleng bir sambil mengobrol dengan Hannes.

"Aku bahkan tak berani menghadapi kenyataan jika aku harus merelakan hubungan yang terlanjur berlangsung lama ini" sambung Sydney lagi.

Dia kemudian menoleh pada Hannes yang menatapnya iba, "Hey, kenapa diam saja? Kau tak punya saran untuk sahabatmu atau padaku?" kata Sydney dengan gaya bicaranya yang terdengar agak teler.

Hannes hanya menyunggingkan senyum tipis di ujung bibirnya. "Bagaimana aku bisa beri pendapat jika kau terus berbicara mengenai hubunganmu dengan sahabatku, Sydney?"

Kemudian mereka berdua terkekeh bersama, wajah Sydney sudah memerah karena alkohol dari bir yang sudah masuk beberapa kaleng ke dalam perutnya. Dia mengangkat lagi kaleng birnya untuk meminum sisanya, namun Hannes keburu menggapainya. "Hey, berhenti minum. Kau tak sadar sudah menghabiskan hampir 3 kaleng bir, huh? Jangan merusak tubuhmu" Hannes merebut paksa kaleng bir Sydney yang masih tersisa setengah bir lagi di kaleng itu.

Sydney hanya merengek tanpa sadar karena mabuk, dengan wajah memerah dan mata yang merem-melek seperti orang ngantuk. "Hannes! Jangan larang aku untuk mabuk karena semua hal beberapa hari ini membuatku membutuhkan bir" bicaranya mulai ngaco.

Hannes kini meletakkan kaleng bir bekas Sydney dan menggenggam kedua lengan Sydney, berusaha membantunya duduk dengan benar agar dia tidak terhuyung ke samping. "Sydney. Sadarlah! Kau harus dengarkan aku. Lexie sekarang sedang berada di rumah calon tunangannya, mereka makan malam bersama keluarga, kita harus tunggu keputusannya dulu. Jangan membuat dirimu tak berharga sebelum Lexie memberikan keputusannya. Dia juga bilang akan menyusul ke sini. Aku akan telepon dia sekarang, agar dia bisa menjemputmu" kata Hannes kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku celana kerjanya.

Namun Sydney yang masih teler segera merebut ponsel Hannes dan melemparnya, plung!

"Hey! Ponselku" Hannes memelas karena ponselnya baru saja tercemplung ke dalam sungai kecil itu akibat lemparan Sydney yang asal. Dia kemudian menghela. "Ck!" keluhnya kecil, Sydney sudah benar-benar teler. Dia kini malah tergeletak di kursi taman itu, dengan terpaksa Hannes berusaha merogoh tas Sydney untuk mendapatkan ponselnya supaya dia bisa menghubungi Lexie.

Dia membuka kunci ponselnya menggunakan sidik jari Sydney pada jempolnya Sydney yang tengah terlelap mabuk.

Hannes kemudian segera membuka obrolan chat di ponsel Sydney pada Lexie:

Hey, Lex! Ini Hannes. Aku pakai ponsel pacarmu karena ponselku tercebur di sungai. Tolong hubungi aku ke sini setelah 15 menit ya.

Sementara itu Hannes segera membopong Sydney menuju mobilnya agar dia bisa tidur dengan nyaman, kemudian Hannes kembali ke tempat tadi sambil membawa ponsel Sydney. Dia membuka semua alas kakinya; dari sepatu, hingga kaus kaki. Tak lupa dia juga menggulung celana panjangnya hingga selutut.

Tale as Old as TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang