045. Fakta

168 23 1
                                    

"Diamnya selama ini untuk menutupi diri yang sebenarnya."

~FEARFUL~

•••

Sebuah motor berhenti di depan pagar rumah seseorang. Ia membuka helm yang menutupi kepalanya. Kekhawatiran tercetak jelas di wajahnya. Pandangannya tertuju pada pintu depan yang terbuka, nampak sepi dan hening. Pemuda itu tak langsung masuk ke rumah tersebut. Memilih menelepon seseorang terlebih dahulu.

"Halo!" sapanya saat orang yang dihubunginya menjawab teleponnya.

"Ada apa?"

"Lo di mana sekarang?"

Terdengar helaan nafas lelah di seberang sana. "Gue baru aja sampai rumah. Baru balik dari pengadilan."

"Gimana hasil putusannya?" tanya pemuda itu pelan.

"Belum ada! Sidangnya dilanjut Minggu depan."

"Semoga hasilnya yang terbaik untuk keluarga lo."

Keduanya diam sejenak. Fokus dengan pikiran masing-masing. Mereka punya permasalahan yang berbeda-beda dan sebagai sahabat baik, keduanya tidak segan berbagi cerita.

"Oh, ya, kenapa lo nelpon gue jam segini?"

"Gue baru balik dari sekolah karena ada rapat OSIS. Tadi waktu rapat, Allea nelpon gue. Katanya dia sendirian di rumah dan butuh teman. Emang dia ga hubungin lo?"

"Astaga, gue lupa!"

Riko menepuk jidat. Teringat saat di ruang sidang, Allea meneleponnya. Ia tidak bisa menjawabnya, karena sidang sedang berlangsung dan ibunya tidak membiarkannya keluar. Pemuda itu terpaksa membisukan bunyi ponsel dan mengabaikan telepon darinya.

"Gue di depan rumah Lea sekarang. Sebelum ke sini gue sempat nelpon dia berulang kali, tapi hapenya ga aktif. Kayaknya dia marah," jelas Raka masih duduk di atas motornya.

"Gue otw ke sana sekarang!" ucap Riko sambil mematikan sambungan telepon.

Raka memasukan ponsel ke saku, lalu turun dari motor Kawasaki ninja miliknya. Keningnya berkerut heran melihat seseorang dari rumah sebelah baru keluar dari gerbang rumahnya dan berlari mendekat ke arahnya.

"Ada apa, Jeff? Kenapa lari-lari segala?" tanyanya saat orang itu sudah di dekatnya.

Jeff menghentikan larinya. Nafasnya memburu. "Gue baru aja aktifin hape dan lihat notif telepon Allea. Gue juga lihat grup chat yang dia buat. Gak biasanya Allea gitu. Pasti ada sesuatu yang terjadi."

Setelah berkata seperti itu, Jeff melangkah cepat memasuki gerbang rumah Allea yang terbuka lebar. Raka ikut menyusul di belakangnya.

"Ra-ka, lihat ke arah jendela kamar Allea?" ucapnya setelah mereka masuk pekarangan rumah.

Jantung keduanya seakan copot ketika melihat sebuah tali tergantung di jendela. Pikiran mereka tentu tidak bisa berpikir positif lagi. Mereka berlari sekuat tenaga menerobos masuk ke dalam rumah. Berlari menuju tingkat dua di mana kamar gadis itu berada.

"LEA, BUKA PINTUNYA!!" teriak Jeff sambil memukul pintu keras.

"Pintunya terkunci! Apa telah terjadi sesuatu padanya?" ucap Raka ketakutan.

"DOBRAK AJA!!"

Jeff menabrakan tubuhnya ke daun pintu bercat pink di depannya. Begitu pula dengan Raka. Hingga percobaan ketiga baru mereka berhasil membuka pintu.

Jantung mereka berdetak tak karuan. Perasaan takut, cemas, khawatir dan kesal bercampur jadi satu.

Keduanya mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan. Sedikit lega saat menemukan Allea terbaring tertutup selimut di ranjangnya. Jeff menuju dekat jendela dan melepas paksa tali yang menggantung. Raka menurunkan sedikit selimut yang menutupi wajah gadis itu. Walau pucat, Allea terlihat damai dalam tidurnya.

"Untunglah dia ga nekat," ucap Raka lega.

Ia perlahan mundur dan menyandarkan punggung di tembok sambil mengatur nafas yang tidak beraturan, sebab tadi berlari kencang.

Berbeda dengan Jeff yang nampak tidak tenang. Setelah berhasil melepas tali dari ventilasi, ia mengitari sekitar tempat tidur Allea. Beberapa kali ia sudah masuk ke dalam kamar tersebut, tapi tidak pernah terlihat serapi hari ini. Biasanya selalu berantakan dan beberapa barang tergeletak sembarang, berbeda dengan hari ini yang terlihat rapi.

"Lo nyari apaan?" tanya Raka menatapnya heran.

"Kayak ada yang aneh."

Seseorang muncul di depan pintu yang terbuka lebar. Membuat perhatian dua pemuda di dalam kamar teralihkan padanya.

"Lea kenapa?" Tatapan Riko tertuju pada gadis cantik yang sedang terbaring.

Ia melangkah masuk kamar, mendekati ranjang. Kemudian duduk di pinggir kasur tempat Allea berbaring.

"Jangan diganggu, biarin aja dia tidur," beritahu Raka.

Tak mendengar, Riko malah menepuk pipi Allea.

"Lea, bangun!" Keningnya mengernyit saat tangannya menyentuh kulit pipi gadis itu. "Panas!"

Dua pemuda lainnya ikut mendekat.

Jeff langsung menggeser posisi duduk Riko, mengambil alih tempat itu. Ia melepas selimut yang dikenakan gadis itu. Membuat mereka bertiga terkejut melihat noda darah di seragam yang dikenakannya.

Raka meraih lengan Allea dan perasaannya mencelos saat melihat goresan-goresan memerah di lengan kirinya. Seketika tubuhnya terasa lemas, membuatnya terduduk di lantai. Matanya membulat saat tak sengaja melihat sesuatu di kolong bawah ranjang.

"Guys, itu ... itu ...." Kalimat Raka tertahan, terlalu kaget melihatnya. Hanya bisa menunjuk-nunjuk benda tersebut.

Riko berjongkok, ikut memeriksa benda yang di maksud. Ia mengeluarkan semuanya dari bawah. Sebuah pisau dapur, botol obat kosong dan beberapa pil yang berserakan.

Ia meraih botol obat itu dan memeriksanya. "Ini sepertinya obat tidur."

Rahang Jeff mengeras, ia merebut botol itu dari tangan Riko dan memeriksanya sendiri. Kemudian membuangnya sembarangan. Matanya memerah menahan amarah. Bukan marah pada Allea, melainkan pada diri sendiri yang merasa kurang perhatian.

"A-apa Lea hanya tertidur atau terjadi sesuatu padanya?" tanya Raka khawatir. Ia bangkit dari posisi duduknya dan mendekat pada gadis itu.

Wajah cantiknya semakin lama semakin pucat. Tidurnya yang awalnya tenang, mulai terganggu dan beberapa kali ia mengeram kecil. Raka menepuk-nepuk pipinya agar bangun.

Jeff bangkit dan mendekat ke laci meja. Nalurinya seakan memberi petunjuk untuk memeriksa tempat itu. Tiba-tiba tangannya terasa gemetar saat ingin membuka laci. Ketika berhasil membukanya, ia mundur sedikit. Bagai disambar petir, netranya membulat melihat benda di dalam laci.

"Apa isinya, Jeff?" Riko ikut berdiri dan memeriksanya.

"Ini—"

Beberapa tablet obat penenang dan anti depresi. Hal itu tentu jadi cambukan keras bagi mereka. Fakta tentang Allea yang depresi tak mereka ketahui. Yang paling mengejutkan adalah sebuah kotak berbetuk persegi panjang yang berisi benda sebesar jari kelingking, berbentuk bulat panjang, dan dibungkus kertas putih.

Rokok.

Allea, si gadis pendiam adalah perokok?

"Ga mungkin!!" teriak Raka yang baru melihat benda itu. "Itu pasti bukan punya Allea."

Helaan nafas Riko terasa berat. "Sebenarnya, tadi saat gue keluarin barang-barang di bawah kolong tempat tidur, ada satu puntung rokok. Tapi, ngga gue ambil. Gue berusaha berpikir positif, tapi ternyata ...."

Mereka bertiga memandang sebungkus rokok yang diambil Jeff. Pemuda itu berdiri kaku dengan tangan meremas benda itu. Entah fakta apalagi yang akan mereka ketahui tentang Alleana Zanara.









FEARFUL (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang