Part 13: Berubah (Revised ver.)

10.6K 255 0
                                    

Enjoy!!

Masih bisa Mae ingat dengan jelas apa yang dikatakan Bara saat atasannya itu mengantarkannya pulang ke rumah kemarin sore.

"Jangan malu dengan saya ya, Mae. Jangan sampai besok kamu nggak masuk kerja, lho. Saya sangat menyukai apa yang kita lakukan tadi dan saya juga tahu kamu menikmatinya. Kita sudah sama-sama dewasa. Jangan malu dengan saya. Oke?" Ucap Bara sambil mengecupi kedua tangan Mae. Dan belum sempat Mae keluar dari mobil, kembali Bara menarik lengannya dan mencium pipi Mae yang kembali merona merah.

"Oh ya, saya mau celana dalam kamu boleh, Sayang?" Tanyanya dengan ekspresi memohon yang menjengkelkan dan ingin sekali Mae cakar-cakar saat itu juga. Tapi tidak sanggup karena sialannya lagi-lagi jantungnya terasa mau copot saat melihat wajahnya Bara yang memelas.

Ditambah lagi-lagi panggilan sialan itu. Panggilan yang meskipun tak mau Mae akui, tapi selalu berhasil membuat dirinya kalang kabut.

Kemudian tanpa berpikir lama saat itu juga dengan patuh Mae melepas celana dalamnya yang basah lalu ia berikan pada Bara.

Setelah ia kantongi kain berenda itu, Bara kembali menjulurkan tangannya ke dalam rok di antara dua celah paha Mae yang masih terbuka setelah melepas celana dalamnya. Ia kembali menyentuh dan membelai beberapa kali permukaan kewanitaan Mae yang telanjang dengan dua jarinya. Lalu ia cium kedua jari itu di bibirnya.

"For a good dream tonight," Ucapnya sebelum Mae mendorong keras dadanya yang bidang saat Bara mendekat untuk menciumnya lagi. Jengah dengan kelakuan mesum bosnya, gadis itu keluar dan menutup pintu mobil dengan keras berharap engselnya rusak.

Dasar kambing! Bisa-bisanya Bara Bere menang banyak dari gue!

"Tapi lo juga mau-mau aja digituin sama si duda laknat itu!" Rutuk Mae pada dirinya sendiri.

Semalaman Mae tidak bisa tidur nyenyak. Kepalanya penuh dengan Bara Wajendra yang berkali-kali membuat Mae uring-uringan di atas tempat tidur. Keinginannya untuk menggeplak atasannya berkali-kali benar-benar besar dan akan ia berjanji akan melakukannya hari ini!

Pagi itu seperti biasa Mae datang lebih dulu. Atasannya akan datang beberapa menit setelahnya. Semua jadwal dan juga laporan-laporan yang harus dikerjakan Bara hari ini sudah siap akan Mae sampaikan.

Seperti dugaannya, Bara datang tidak lama kemudian. Jantung Mae seakan melompat keluar ketika wajah segar nan tampan atasannya muncul di depannya.

"Selamat pagi, Mae. Kamu cantik hari ini," Bara memujinya. Baru kali ini sapaan pagi untuknya ditambahi dengan pujian. Apakah kejadian kemarin sudah merubah pola kehidupan kantornya mulai sekarang?

"Jadi kemarin-kemarin saya jelek gitu, Pak?" Rutuk Mae dengan sewot. Entah kenapa melihat wajah Bara yang juga terlihat tampan hari ini membuatnya semakin sebal dibandingkan hari-hari sebelumnya.

"Ya nggak gitu konsepnya, Mae!" Kekeh Bara. Pria itu kembali tersenyum kepada sekretarisnya. Membuat sang sekretaris jengah melihatnya.

"Halah, Pak. Udah ah! Silahkan Bapak masuk ke ruangan dulu." Sahut Mae tidak mau dengar lagi gombalan Bara.

"Galaknya, Mae. Kemarin aja nurut-nurut kok sama saya," Cibir Bara tidak mau kalah.

Mae memicingkan kedua matanya. "Ya sudah, kemarin itu yang pertama dan terakhir. Jadi simpan saja di kepala Bapak baik-baik karena tidak akan ada lagi," Mae tersenyum manis tapi bisa Bara rasakan di balik senyuman itu gadis ini menantangnya.

"Oh! Ya tidak bisa. Saya mau nenen lagi nanti sama kamu!" Tegas Bara tanpa malu.

Mae melebarkan kedua matanya lalu melihat kanan kiri, takut jika ada orang lain yang tidak sengaja mendengar. Apalagi biasanya jam segini Pak Bobby tiba-tiba nongol entah mau ketemu dengan Bara atau hanya untuk menyapa Mae.

"Bapak kok nggak punya malu banget sih! Kalau ada yang dengar gimana?!" Hardik Mae dengan suara yang tak sekeras biasanya.

"Memang kamu pikir kemarin kamu nggak berisik apa? Rengekanmu itu lho, Mae, bisa terdengar sampai radius 100 meter!" Goda Bara tidak mau kalah. Ia tersenyum puas saat dilihatnya wajah sekretarisnya merona karena malu dan terlihat sangat kesal padanya.

Tanpa sadar Mae menggeplak pundak Bara dengan keras saking jengkelnya.

Lalu lagi.

Dan lagi.

Dan lagi.

Empat kali Mae memukul Bara dan tidak ada respon balasan sama sekali dari pria itu.

Keduanya berdiri mematung selama beberapa detik. Deru napas keduanya semakin berat dan detik berikutnya Bara sudah menarik tangan Mae dan keduanya masuk ke dalam ruangan Bara.

Selanjutnya kalian tahu apa yang mereka lakukan selama pagi menjelang jam makan siang hari itu.

***

Mae sedang membenahi bajunya yang dibuat berantakan oleh Bara beberapa menit yang lalu. Untung saja kali ini rok dan stokingnya terselamatkan karena sebentar lagi Bara harus menghadiri rapat penting di lantai CEO.

"Pak, saya boleh tanya beberapa hal penting?" Tanya Mae hendak mengancingkan kembali pakaiannya, namun ditahan oleh tangan Bara.

"Tanya apa?" Balas pria itu menyingkirkan tangan Mae dan kembali membuka kancing-kancing yang sudah dikaitkan. Setelah terbuka setengahnya, pria itu kembali menenggelamkan wajahnya di sana.

Meskipun jengah dengan kelakuan Bara, Mae berusaha untuk tidak menghiraukannya dan meneruskan bertanya.

"Apakah Bapak sampai mati tidak akan mengatakan bahwa dulu pernah menikah ke keluarga Bapak?" Tanya Mae dan sesaat kemudia ia merasa salah satu payudaranya dikeluarkan lagi.

"Hmmm..." Tak terdengar jawaban dari si bayi besar. Hanya suara hisapan dari mulutnya yang membahana di ruangan kerja itu.

"Nggak apa kalau nggak mau jawab, Pak. Kalau begitu jawab pertanyaan kedua saya." Sambil meringis menahan sakit di puncak payudaranya, Mae kembali melemparkan pertanyaan.

"Di pesta pernikahan mantan istri Bapak nanti saya harus pakai pakaian seperti apa? Jujur, saya cuma punya baju kerja dipakai tiap hari dan satu stel kebaya." Lanjut Mae sambil menangkup wajah Bara yang mulutnya sedang sibuk menyiksa putingnya.

Kali ini Bara memberikan respon. Ia melepas dulu hisapannya dengan tarikan sebelum menjawab, "Nanti kita beli gaun yang cantik untukmu dulu sebelum berangkat."

Sebelum Bara kembali menundukkan wajahnya, Mae menyingkir dan menepis wajah atasannya itu. "Udah ah, Pak. Sebentar lagi rapat, lho!"

"Lima menit lagi. Lima menit. Janji, lima menit,"

"Udah, ah!"

To be continue...

Bara & Mae [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang