Part 15: Akomodasi (Revised Ver.)

9.5K 250 0
                                    

Sesaat ketika pesawat sudah mendarat di landasan Bandara Ngurah Rai, Mae tiba-tiba merasa gugup. Jantungnya berdebar kencang dan keringat dingin membasahi pelipisnya.

Bara melihatnya dengan tatapan bertanya yang dijawab Mae dengan gelengan tidak apa-apa. Mungkin hanya rasa gugup biasa. Bukan hal yang patut diberi perhatian. Meskipun sebenarnya Mae ingin sekali balik arah dan kembali ke Jakarta. Rasanya gila sekali dirinya kini ada di Bali dengan atasannya bukan karena agenda pekerjaan. Apalagi hal-hal yang dibarengi dengan acara ini dan sebelumnya.

Asal kalian tahu saja, Bara menyewa pesawat jet pribadi untuk mereka berdua. Selama hampir satu setengah jam ia tidak bisa melepaskan diri dari Bara. Atasannya dengan lincah melucuti semua pakaiannya dan membuatnya merengek hebat di atas kasur yang tersedia di dalam pesawat itu. Dua kali Mae mendapatkan pelepasan dengan mulut dan juga jemari Bara. Sudah berapa banyak pose tak senonoh yang Bara lihat sedang gadis itu lakukan atas perintahnya. Atau lebih tepatnya atas kehendak dirinya karena Bara lah yang membolak-balikkan tubuh Mae yang jauh lebih kecil darinya.

Setelah mereka keluar dari bandara, Bara selalu menggandeng tangan Mae. Mereka menunggu mobil jemputan yang akan membawa keduanya ke Villa yang Nenni bilang sudah ia siapkan untuk Bara dan pasangan. Akomodasi yang sebenarnya terkesan last minute karena baru kemarin sore Bara dikabari soal disediakannya akomodasi dari tuan rumah. Dengan terpaksa Bara membatalkan kamar hotel yang ia pesan sebelumnya. Lagipula ternyata akomodasi villa yang diberikan Nenni hanya berjarak 100 meter dari lokasi pesta dibandingkan dengan hotel pesanannya yang berjarak hampir 3-4 kilometer.

Setelah mencari tidak lama kemudian Bara menemukan namanya di papan nama yang dibawa oleh seorang laki-laki setengah baya yang berwajah ramah.

"Selamat sore, Pak Bara dan Ibu. Saya Seno, Pak. Saya yang akan mengantar Bapak dan Ibu sampai Villa. Mari saya bawakan kopernya, Pak, Bu." Dengan aksen Bali yang kental, Pak Seno dengan ramah memandu Bara dan Mae ke bagian depan. Di sana sudah ada sebuah mobil sedan hitam yang menunggu mereka.

Pak Seno memasukkan koper-koper ke bagasi belakang dan sesudahnya menjalankan sedan hitam itu membelah jalanan padat di Bali.

Bagi Bara dan Mae, Bali bukanlah tempat yang asing. Mereka sudah berkali-kali mengadakan perjalanan dinas di kota kecil itu. Tapi kalau untuk plesir slash pesta pernikahan, baru kali ini.

Satu setengah jam kemudian mereka berdua sampai di akomodasi yang dituju. Langit yang sudah senja membuat pemandangan di depan Villa tidak terlalu kelihatan tapi sama sekali tidak mengurangi kecantikan Villa yang akan menjadi rumah mereka selama empat hari ke depan ini.

"Pak, cantik banget Villanya ini!" Ujar Mae terlalu bersemangat saat dilihatnya ke dalam villa ada kolam renangnya juga. Bahkan ada gazebo cantik yang bisa ia gunakan nanti untuk berselfie ria.

Bara hanya tertawa melihat sikap kekanakan yang ditunjukkan Mae. Baru kali ini ia melihatnya dan sangat menyegarkan sekali melihat keceriaan terpasang di wajah sekretarisnya yang biasanya terkenal beraura gelap itu.

Setelah meletakkan koper mereka di dekat ruang tengah, Bara memanggil Mae. Ia harus membicarakan sesuatu sebelum mereka memulai aktivitas di Bali empat hari ke depan.

Merasa namanya dipanggil, Mae mendekat. Sepertinya ia sudah melepaskan kardigannya dan hanya memakai dress biru mudanya saja.

Bara merebahkan dirinya di sofa putih besar di ruangan tengah. Ia menepuk-nepuk sofa di sebelahnya agar Mae duduk di sana. Gadis itu dengan patuh menurutinya dan Bara langsung merangkul Mae dari samping. Kembali ia buka semua kancing depan gaun Mae lalu ia turunkan semua bagian bajunya dari bahu sampai siku. Bra dan gaun. Semuanya. Sampai tidak ada lagi penghalang.

Bara & Mae [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang