Part 7: Plus One [Revised]

13.8K 274 2
                                    

Keesokan harinya berjalan seperti biasa. Maesaroh berkutat dengan laptopnya, mencoba untuk mengatur ulang jadwal temu klien dan juga jadwal pribadi sang atasan. Menjadi sekretaris Bara sama saja artinya menjadi Personal Assistant nya juga. Jadwal makan siang rutin dengan orang tuanya selalu Mae jaga agar tidak terganggu dengan jadwal-jadwal lain. Itulah kenapa Maesaroh juga sangat disukai oleh ibunya Bara. Tiap kali keluar negeri, Ibu Negara satu ini tidak pernah lupa memberikan oleh-oleh untuk Mae dan neneknya.

Sebagai contoh, bulan lalu Mae menerima coklat maha dari Eropa dan juga tas dengan logo huruf "H" yang harganya fantastis jika dilihat dari sudut pandang buku rekening tabungannya. Jadi, demi menjaga hubungan baik itu, Mae akan berusaha lebih baik lagi dalam bekerja. Lebih dan lebih.

"Bapak mau kemana lagi?" Hardik Mae ketika gadis itu kembali menemukan Bara bertingkah aneh. Tiba-tiba saja pintu ruangannya terbuka tapi hanya kepalanya Bara saja yang menjulur keluar lalu menengok kanan kiri seakan-akan ingin mengecek sesuatu.

Melihat kalau ternyata medannya memang tidak sesuai yang diharapkan, Bara mendecakkan lidah sebelum membuka lebar pintunya dan menampakkan seluruh tubuhnya.

"Mau ke toilet, Mae. Nggak boleh?" Jawab Bara dengan senyuman yang terlihat sangat mencurigakan.

"Kok pakai celingak-celinguk? Kayak mau nyuri aja." Tuding Mae sambil memincingkan matanya penuh selidik.

"Nyuri apa sih, Mae? Kamu mau saya curi?" Godanya dengan, lagi-lagi, senyuman yang sangat mencurigakan. Seringaiannya khas para aktor di film yang ingin mengerjai tokoh utamanya.

Tapi mau bagaimanapun, seaneh apapun, Mae sudah terbiasa. Tidak akan kaget lagi. Sudah khatam dengan berbagai macam kelakuan menakjubkan Bara Wajendra.

"Emang Bapak bisa nyuri saya?" Tanya Mae acuh. Ia menolak melihat wajah atasannya karena masih belum bisa menghilangkan bayangan dimana atasannya dan wanita berbaju minimalis itu bersama dari kepalan. Cepat-cepat ia alihkan pandangannya pada layar laptop lagi.

"Lho, ya bisa! Saya bisa culik kamu lalu tak bawa ke kamar saya, terus tak—"

"Jadi ndak itu ke toiletnya, Pak?" Tanya gadis itu memotong ucapan Bara. Kadang-kadang logat jawa yang kental juga terucap dari keduanya yang memang berasal dari Suku Jawa.

"Gitu banget responnya, Mae? Saya kan cuma bercanda." Dengan gaya luwesnya yang memang terlihat gagah, Bara berjalan mendekati Mae ke depan meja kerjanya. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Oh, jadi begini cara Bapak merayu wanita ya?" Tanya Mae memperhatikan sekilas cara berjalan Bara. Semakin mendekat, semakin tidak karuan auranya yang membuat gadis itu sedikit salah tingkah.

"Ya nggak lah, Mae. Saya nggak merayu dengan cara seperti itu asal kamu tahu." Kekeh Bara sambil melempar lagi satu seringaian khasnya.

"Terus?" Kedua matanya melirik kanan kiri, asalkan bukan melihat ke depan.

Bara sadar dengan perubahan ekspresi Mae dan sangat senang karena gadis itu akhirnya memperlihatkan kecanggungan yang selama ini ia lihat pada wanita-wanita yang didekatinya. "Oh, saya nggak pernah merayu," Jawabnya lagi dengan enteng.

"Kok bisa?"

Hmm, tumben nih sekretaris gue nanya-nanya?

Bara mengamati ekspresi wajah Mae yang terlihat lucu karena salting.

Mumpung gadis yang terkenal paling galak seantero gedung perusahaan ini lagi kepo, Bara memutuskan akan memberikan jawaban yang paling jujur menurutnya.

"Kalau saya menginginkan seorang wanita dan bisa dipastikan wanita itu juga saya, tanpa buang waktu akan saya dekati dan saya cumbu, Mae. Tanpa rayuan." Jawab Bara sambil berjalan semakin mendekat dan mendekat ke samping tempat sekretarisnya duduk.

Bara & Mae [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang