17. Poin

15K 1K 86
                                    



—-
———————


"Aduh aduh kesemutan!" Daya menjatuhkan pantatnya di tanah dan meluruskan kaki. Tangannya memukul mukul kaki biar kesemutannya hilang. Tuhkan, efek kebanyakan tidur nggak bener.

Pria itu tertawa lalu dengan sengaja menyentuh bagian kaki Daya yang kesemutan.

"Eh eh, Kav! Nggak! Nggak! Aduh!" seru Daya. Kakinya ia geser dan jauhkan dari Kavka. Tapi kesemutannya makin menjadi.

Kavka masih aja ketawa. Mata Daya tuh nggak bisa bohong. Sambil gerak gerakin kaki dan pasang wajah kesal. Bibirnya nggak sengaja senyum lihat Kavka ketawa. Rasa kesalnya yang berhari hari itu juga langsung sirna.

Untung nggak sampai semenit kesemutan Daya hilang. Suasana taman yang cuma ada Kavka dan Daya balik suram.

Kavka juga udah diem lagi dan balik menghadap kolam. "Ternyata gue masih belum terbiasa tiap ngadepin situasi ini." ucap Kavka, ia tersenyum getir.

Daya duduk di samping Kavka. Di kepalanya udah ngumpul tuh semua keluhan. Tapi Daya nggak tega. Daya mau mastiin kalau Kavka baik baik aja.

Tangan Daya meraba raba setiap kantong di tubuhnya. Dapat! Dari saku belakang, ia mengeluarkan plester luka bermotif dinosaurus.

Plester itu ia buka dan kemudian ditempelkan pada dada Kavka. Nggak lupa Daya tiup tiup dulu sambil baca mantra, "Nah. Udah." ucapnya puas.

Kavka tersenyum. Jantungnya kembali berdetak kencang. Tapi bukan lagi karena alasan traumanya. Disentuhnya plester yang menempel di atas dadanya. Ia tersenyum, plester itu membawanya kembali pada memori masa kecil mereka.

"Sakit.." Daya kecil merengek sambil memegang dadanya. "Aku pengen jumpa ayah. Aku kangen." rengekan Daya berubah jadi tangisan. "Rasanya disini sakit, Kavka. Aku kangen ayah." tangisannya makin kencang, tangannya memukul mukul dadanya yang terasa sakit.

Kavka kecil merogoh rogoh saku celananya. Karena terlalu aktif dan hobi jatuh, mami biasanya suka menyelipkan plester di sakunya. Hah, dapat. "Nih." ia menyodorkan plester lukanya pada Daya. "Kata mami. Harus di tempel plester supaya cepat sembuh dan nggak sakit lagi." lanjutnya. Ia buka plester itu dan menempelkannya pada dada Daya. Tak lupa bibir kecilnya meniup niup. Mengikuti seperti yang mami biasa lakukan saat ia terluka.

Bagi Kavka kecil, sebuah rasa sakit itu hanya disebabkan oleh luka. Tangisan Daya, sakitnya Daya, pasti bisa sembuh dengan plasternya.

"Terimakasih, Day." ujar Kavka tulus.

Daya mengangguk, kakinya berayun ayun membayangkan bagaimana mereka dulu asik bermain di kolam ini. "Sebelum gue kesini, gue udah pastiin kalau mami nggak keganggu sama berita itu." ujarnya.

Sebelum menemui Kavka yang sudah pasti ada di taman. Daya sudah memastikan kalau mami baik baik saja. Atau mungkin hanya berpura pura? Daya juga nggak yakin. Yang jelas, mami langsung minta Daya buat tenangin Kavka. Karena mami tahu, waktu yang mereka lewati ini masih belum cukup buat sembuhin luka Kavka.

"Kapan ya gue bisa biasa aja tiap muncul berita Papi dan perempuan perempuannya?" keluh Kavka. Ia menarik napas dan menghembuskannya dengan berat.

Kavka teringat kembali pada momen pertama kali Julius yang adalah papinya, muncul di berita gosip nasional karena menikah dengan pedangdut terkenal. Jaraknya hanya sehari setelah pria itu meninggalkan rumah. Saat itu, mami sampai mengurung diri berhari hari dan bahkan sampai menitipkan Rama dan Kavka pada Ibu Daya. Kejadian yang membekas di dirinya.

"Padahal papi kerjanya nikah mulu ya." Kavka tertawa getir. Papinya itu hobi nikahin penyanyi dangdut. Paling kurang dua tahun sekali pasti nongol di berita. Tapi ya gitu, Kavka selalu mengalami perasan tidak enak setiap berita itu muncul. Walaupun berulang, luka masa lalunya masih sulit untuk disembuhkan.

We Are Married AnywayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang