11. She does

14.2K 1K 48
                                    


"Nggak perlu dijawab, Kav." ketus Daya setelah rasanya seabad menunggu Kavka menjawab pertanyaannya. Padahal itu bukan soal rumit matematika yang dulu bikin Kavka harus menyewa tiga guru les privat sekaligus di SMA.

Kavka tahu dia pasti akan membuat Daya kesal. Tapi dia sungguh tidak bisa menemukan jawabannya sendiri. Disatu sisi, dia senang tetapi di sisi lain diapun sedih bertemu Luna.

Aneh memang. Dulu sebelum pernikahan mereka, apapun akan dengan mudah Kavka ceritakan ke Daya. Tanpa filter apapun. Tapi sekarang, Kavka mendapati dirinya sangat berhati-hati.

Saking sibuk dengan fikirannya sendiri. Kavka tidak sadar kalau Daya sudah tidak ada. Dia mengecek ke kamar Daya, tapi tidak ada. Yang ada hanya tumpukan pakaian yang Daya kenakan tadi bergelatakan di depan pintu kamar mandi.

Kavka mengetuk pintu kamar mandi. Tapi ketukannya yang agak kuat malah mendorong pintu dan membuatnya sedikit terbuka. Ternyata Daya tidak mengunci pintu.

Di dalam, Daya sedang asik berendam dengan tubuh ditutupi busa. Saking asiknya, dia tidak sadar kalau sudah ada Kavka. Sampai akhirnya Kavka memanggil dengan pelan."Day.." katanya.

Daya menoleh dan melihat Kavka yang mukanya ditekuk persis anak kecil yang takut dimarahi orangtua. Daya hampir saja tertawa kalau tidak mengingat betapa menyebalkannya Kavka.

Setelah berhasil menahan raut muka, Daya membuang muka dan mulai menggosok tangannya. Biar saja, biar Kavka tahu rasa. Pokoknya Daya mau cuekin Kavka. Tidak peduli apa yang dilakukan pria itu.

Daya sadar, sebenarnya ia tidak perlu sampai merajuk hanya karena Kavka tidak mau bercerita tentang Luna. Ada sesuatu dalam dirinya yang tidak bisa ditahan. Kecewa? Bukan. Tapi terluka. Call her overacting and she doesn't mind. Daya bisa apa? karena memang itu yang dia rasakan.

"Daaay..." panggil Kavka, dia mendekat dan duduk di pinggir bathub.
"Ay." ulangnya.
"Dayaa...." cobanya terakhir kali sampai akhirnya...

"Kav!" pekik Daya tiba tiba karena Kavka tau tau sudah telanjang dan masuk bathub di sisi bersebrangan dari Daya .

Air busa sampai meluber kemana mana. Tangan Daya otomatis menyilang menutupi dadanya yang tadi tertutup busa.

Kavka tersenyum puas. Setidaknya dia mendapatkan perhatian Daya lagi. "Sorry." ucapnya.

"Gila lo." sahut Daya.

"Iya. Gue gila." Aku Kavka. "Jadi, sorry ya?"

Daya menurunkan satu tangan dan memercikkan air ke Kavka. "Nyebelin lo!" Dia mengaku kalah. Tekadnya yang baru terbentuk belum sampai tiga puluh menit itu sudah harus diingkari. Mendiami Kavka memang sulit.

Kavka mengusap wajah,"Sorry gue gak cerita tentang Luna." ucapnya pelan. Dia melanjutkan. "Gue...lupa." bohongnya.

Daya melakukan inhale dan exhale karena hanya itu yang ia dapatkan bahkan setelah Kavka sampai ikut masuk ke bathtubnya. Ia melakukan inhale dan exhale lagi dibantu air hangat yang tinggal setengah dan aroma busa yang menenangkan membuatnya lebih tenang. Dia kemudian bertanya. "Sebenernya kita ngapain sih?"

Kavka menggaruk tengkuk, "Nggak tahu. Lo ngambek, gue bujuk. Gitukan?" jawabnya asal. Sebenarnya dia hanya merasa perlu untuk meminta maaf. Dia juga tahu kalau Daya butuh penjelasan. Tapi tidak bisa. Nanti saja, janjinya.

Mata Daya memicing menahan geram. Oke sudah cukup, Kavka memang tidak mau bercerita lebih tentang Luna. Dan Daya juga tidak perlu sampai merajuk hanya karena hal itu. Hak Kavka untuk tidak menceritakan perasaannya tentang Luna. Memangnya dia siapa? Cuma istri pura pura, kan?

We Are Married AnywayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang