1. Gadis Manis

51 11 0
                                        


"Sudah cukup Ndoro Ajeng," ucap Yu Suminem kala menghentikan aksi nekad yang dilakukan oleh Winara, naik ke atas pohon. Hal ini adalah hal yang sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang gadis ningrat seperti dirinya, sangat tidak sopan. Tapi, Winara tetaplah Winara, ia tidak perduli asalkan ia bisa bertemu dengan pujaan hatinya.

"Sekali ini saja Yu, besok tidak lagi." ucapnya, hal yang sama terus diucapkan berulang hingga Yu Suminem tidak akan percaya lagi akan janji yang Winara ucapkan.

"Tapi Ndoro, ini sudah yang keberapa kali saya takut nanti Den Mas Sur-"

"Percaya sama saya Yu, ini yang terakhir kali, janji. Saya sudah berjanji dengan Jen, dan ini juga terakhir kalinya saya bertemu dengannya besok ia akan berlayar ke Netherland, dan tidak tau kapan dia akan kembali, jadi tolong sekali ini bantu saya Yu."

Mendengar ucapan Winara membuat Yu Suminem tidak bisa berkata apapun, dirinya tau tentang hubungan asmara dari Winara dengan pemuda Eropa tersebut. Secara peraturan Keraton, gadis ningrat tidak boleh memiliki hubungan dengan pemuda yang bukan berdarah ningrat apalagi londo. Sudah pasti hukuman berat akan didapat jika sampai ketahuan, Maka dari itu Yu Suminem mengunci mulutnya rapat-rapat agar Ndoro Ajeng tidak terkena hukuman.

Yu Suminem hanya bisa terdiam, dan mengangguk sekilas, bersamaan dengan itu binaran terpancar di wajah cantik Winara, ia sangat senang akan bertemu dengan Jen saat ini.

Dengan lihai, Winara menaiki sebuah pohon besar yang terhubung keluar Keraton. Sementara itu Yu Suminem mulai melirik ke sekitar supaya tidak ada yang melihat aksi dari Ndoro Ajeng-nya.

"Rasa cintamu pada pemuda londo itu membuatmu lupa siapa dirimu,Ndoro Ajeng." batin Yu Suminem

Tap

Winara melompat dari dahan besar pohon besar tersebut.Namun sialnya, sepatu yang ia kenakan justru terpental hingga beberapa meter jauhnya, "Sial" umpatnya.

Dirinya harus mengulur waktu menemukan sepatunya yang entah kemana hilangnya. Mata rusa itu mulai mengedar mencari keberadaan alas kaki tersebut, hingga,

"Mencari ini?"

Winara mendonggak kala mendengar suara halus sedikit berat tersebut. Seketika ia menundukkan kepalanya saat mata mereka bertemu, Winara tahu jika orang di hadapannya ini adalah seorang pemuda priyayi dan terpelajar, bisa dilihat dari penampilannya.

"Nyuwun pengamputen Raden, itu milik saya." ucap Winara.

"Kamu memanjat pohon ini?" tunjuk pemuda itu pada pohon besar yang menjulang tinggi membelah tembok Keraton. spontan Winara menggeleng,

"I-itu bukan urusan Anda, Raden! Kembalikan sepatu saya,"

"Tidak akan sebelum kamu menjawab pertanyaan saya,Ndoro Ajeng."

Winara mengerutkan dahinya, ia mendonggak menatap pemuda priyayi tersebut. Kini ia bisa melihat dengan jelas wajah pria di hadapannya itu,

"Saya mohon kembalikan alas kaki saya Raden, saya buru-buru."

Pria di hadapannya tersebut tersenyum skeptis,menatap Winara penuh intimidasi. Jujur saja, Winara tidak merasa nyaman dengan hal ini.

"Bukankah kamu anaknya Raden Mas Surya Sastradiningrat, yang kabarnya dipingit itu?"

Nyawa Winara seakan melayang saat itu juga, bagaimana pemuda itu bisa tahu jika ia sedang dipingit. Matilah sudah jika sampai pemuda ini mengadu pada Rama-nya, entah hukuman apa yang akan ia dapatkan jika sampai Raden Surya tau.

"Bukan urusan anda, cepat kembalikan Raden. Saya akan memberi anda ini, tapi kembalikan sepatu saya."

Winara mengeluarkan sepuluh keping gulden dari tas kecil miliknya, ia berharap pemuda di hadapannya ini akan sudi menukarkan sepatu miliknya itu. Sebuah tawa keluar dari mulut pemuda tersebut,

"Saya bukan pria yang bisa disogok dengan hal semacam itu,Ndoro Ajeng." ucapnya

"Haruskah saya menjadi suamimu dulu agar kamu punya tata krama yang baik?hm?" lanjutnya

Pria di hadapannya itu segera menarik tangannya, Winara kaget, "Ikut saya Ndoro Ajeng. Raden Surya akan sangat terkejut melihat putrinya yang sedang dipingit berada diluar Keraton."

"J-jangan Raden! Rama pasti akan sangat marah jika tahu hal ini," ucap Winara

"Jadi?"

Winara mengulum bibirnya, ia tidak mau mengambil resiko dengan mengikuti perkataan pemuda priyayi itu. Dengan sekuat tenaga Winara berlari menjauh dari pandangan pria tersebut, kemudian masuk ke dalam hutan kecil seberang Keraton. Sementara pemuda tersebut hanya tersenyum sembari menatap punggung Winara yang menjauh darinya.

"Gadis manis."

-

©️ynhjng_

Asmaraloka,1801Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang