𝓣𝓲𝓷𝓰𝓰𝓪𝓵𝓴𝓪𝓷 𝓫𝓲𝓷𝓽𝓪𝓷𝓰, 𝓴𝓸𝓶𝓮𝓷 𝓭𝓪𝓷 𝓳𝓪𝓷𝓰𝓪𝓷 𝓵𝓾𝓹𝓪 𝓼𝓮𝓫𝓪𝓻✨
Publikasi 14 Mei 2023
Publikasi ulang Februari 2024.
.
.
.Kotak kado di tangan Lyra jatuh, lututnya bergetar hebat. Gadis itu tersungkur ke lantai, tepat di depan rumahnya. Panggilan telepon dari salah satu teman Ankara yang mengatakan kalau kakaknya tersebut baru saja mengalami kecelakaan berantai di salah satu jalanan paling padat di kawasan Jakarta.
Lyra memeluk Raksen, ia bahkan tak mampu merasakan kakinya menapak di tanah. Semuanya terasa begitu pengap, telinga pun rasanya mendadak senyap bersamaan dengan kepala dan mata terasa amat berat.
Raksen menyangga tubuh Lyra yang kehilangan dasarnya, ia duduk di depan pintu sambil meminta bantuan pada salah satu rekan kerjanya via telepon. Sialnya, tidak ada yang mengangkat panggilannya. Raksen membaringkan Lyra, ia mendobrak pintu rumah gadis itu setelahnya membawa Lyra berbaring di sofa rumah sederhana yang hanya di lengkapi dua kamar tidur, satu dapur, satu kamar mandi tanpa ruang televisi, hanya ada ruang tamu dengan dua sofa sedang dan meja bundar.
Raksen mencoba menghubungi Naga, agar anak itu segera datang. Namun, belum sempat ia meraih ponselnya. Naga berlari memasuki kediaman Lyra dengan tubuh penuh keringat.
“Mas!” pekik Naga. “Apa Lyra—”
“Temani Lyra aku akan ke rumah sakit, katanya Ankara masih ada di UGD sambil menunggu beberapa dokter datang. Jangan pergi sampai aku datang kembali!”
Naga mengangguk pelan. Ia pun duduk di dekat sofa sembari memegangi tangan Lyra. Naga mencoba tidak menangis, tetapi air matanya tetap mengalir membasahi punggung tangan Lyra.
Kelopak mata Lyra terbuka, tetapi ia belum sadar sepenuhnya. Ia hanya terbujur kaku memandangi langit-langit rumahnya. Bibir pucatnya bergerak pelan. “Apa gua bakal hidup sebatang kara, Naga?” rintihnya.
Naga memeluk Lyra yang masih berbaring dengan pandangan mata kosong ke langit-langit. Keduanya menangis, menyelami rasa dingin dan takut menjadi satu. Naga tidak tau lagi, apa yang setelah ini akan terjadi, apakah trauma ini akan menghilang atau hadir lebih parah lagi. Merenggut Lyra dari sisi Naga.
Di jam yang bersamaan, tepat kediaman Praseda, Sejagat baru saja tiba dari latihan sepak bola di sekolah. Jam menunjukkan pukul lima dua puluh sore. Sejagat merebahkan tubuhnya di ranjang. Hari ini benar-benar melelahkan, meskipun hanya latihan satu jam.
Desir angin yang berembus melalui jendela membuat kepalanya terasa ringan. Terlelap Sejagat dalam keadaan tubuh berpeluh keringat. Dari luar terdengar sayup-sayup suara beberapa orang bicara dan tertawa. Sayangnya, Sejagat terlalu lelah dan mengantuk. Ia tak mampu menggerakkan tubuhnya, bahkan untuk membuka kelopak mata ia kesulitan.
Nushkaela membuka kamar Sejagat, ia mendapati adiknya tertidur dengan pulas. Ia hanya tertawa pelan, lalu kembali menutup pintu kamar Sejagat. Nushkaela berjalan ke arah dapur, tampak Praseda tengah menyiapkan sesuatu bersama seorang wanita sebayanya. Di meja makan duduk seorang gadis kecil usia empat belas tahun dengan rambut hitam tergerai menutupi sebagian wajahnya.
“Tante, jangan repot-repot membantu Papa. Untuk saat ini, Tante masih tamu kami,” kata Nushkaela sembari duduk di sebelah gadis itu.
“Sakkhi juga, masih jadi tamu. Bulan depan, udah jadi adiknya Mbak dan Kak Jagat. Benar?” Nushkaela menatap wajah gadis itu dengan teduh. Perempuan dua puluh empat tahun itu tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEPRESWEET | SELESAI✔
Teen Fiction[Depresweet | Salam untuk Sejagat] Perdana Publikasi 12 Januari 2023 Publikasi ulang Januari 2024 [Fiksi Remaja] Blurb : Ketika ia bertemu Lyra, sosok yang begitu misterius duduk menangis di ruang konseling. Sejagat berubah pikiran, ia hanya ingin...