𝓣𝓲𝓷𝓰𝓰𝓪𝓵𝓴𝓪𝓷 𝓫𝓲𝓷𝓽𝓪𝓷𝓰, 𝓴𝓸𝓶𝓮𝓷 𝓭𝓪𝓷 𝓳𝓪𝓷𝓰𝓪𝓷 𝓵𝓾𝓹𝓪 𝓼𝓮𝓫𝓪𝓻✨
Publikasi 1 Juni 2023
Publikasi ulang Maret 2024.
.
.
.Majendra manggut-manggut sambil melirik asal, sementara bibirnya manyun-manyun tak berubah. Ia memandang ke arah Sejagat yang tengah berlatih, persiapan untuk turnamen berikutnya melawan Jakarta Pointer 93. Sayangnya, Majendra pikir Sejagat benar-benar sedang kacau.
“Woi, latihan yang bener, gila aja lo nggak bisa nangkis bola yang arahnya dah jelas ke pojok kanan atas! Sejagat!” Majendra memekik emosional.
“Berisik lo, kampret banget itu mulut. Gerak bolanya berubah beberapa saat sebelum lewat garis!” jawab Sejagat ikutan memekik.
“Fokus, Gat, fokus!” Majendra menatap tajam membuat Sejagat alhasil meninggalkan gawangnya.
“Dah ah, capek!” tuturnya membuat anak-anak SMANTRA bengong. “Kalian lanjut latihan aja, Eigar juga harus latihan, belum pasti di turnamen besok gua main sembilan puluh menit. Nill bisa narik gua kapan aja!” katanya dengan tegas.
Sejagat membuka sarung tangannya. “Jen, lo kalau mau balik duluan, balik aja, kayaknya gua juga bakalan ke rumah Mama, meskipun harus ketemu Ayah atau si Kembar yang pasti komentar kenapa gua bolak-balik ke sana tanpa izin!” Sejagat beranjak dari tempatnya istirahat.
***
Langit semakin kekuningan, iya, selain karena memang sisa terik, Sejagat pikir karena cuacanya berangsur membaik. Ia memarkirkan sepedanya di pelataran rumah mewah dengan taman bunga-bunga hias di sekelilingnya, ada pula kolam ikan koi yang terlihat bersinar sebab sisiknya yang oranye berbaur putih gading. Sejagat dengan langkah riangnya menuju pintu. Terlihat dua asisten rumah tangga tengah memberi makan ikan, ada pula yang tengah merapikan daun-daun kering.
“Sore, Aden!” sapa keduanya.
“Sore, Mama ada?” tanya Sejagat dengan suara ramah.
“Tidak terima tamu! Kamu bisa pulang! Mama kamu sedang tidak mau diganggu oleh siapa pun, lagi pula Mama kamu sedang perawatan kulit dan kuku jadi tidak bisa diganggu!” lontar seorang pria dari balik pintu. Sejagat seketika menoleh mendapati Manglingi berdiri dengan tatapan arogan juga tangan yang bersidekap di dada.
“Ayah udah katakan berkali-kali, untuk bertamu tetap harus bilang dulu!” lontarnya sambil mengikis jarak pandang dengan Sejagat.
“Kenapa? Mana mungkin Mama menolak kehadiran aku, Ayah pasti mengada-ada!” cetus Sejagat tersenyum kecil.
“Jangan panggil saya ayah, karena kamu tercipta bukan dari sperma saya. Tidak ada hak kamu mengatakan kalau saya ayahmu!” kata pria itu dengan senyum kecut. “Kesabaran Ayah mulai menipis, semakin hari kamu semakin ngelunjak! Datang tiba-tiba, menginap memberantaki kamar saudara-saudaramu, mengotori halaman belakang, makan tidak ingat orang, serasa ini rumahmu, hanya karena Mama-mu ada di sini? Ayah nggak suka sikap kamu!”
Sejagat sedikit peregangan, mematah kanan-matah kirikan lehernya hingga terdengar suara tulang rawan yang renyah. Remaja laki-laki itu menarik napas lalu mengembuskannya dengan cepat. “Saya memang bukan anak Anda, saya tidak berhak, saya juga tidak punya ikatan darah apa pun, tapi Papa dan Nushka selalu mengajarkan kalau Anda adalah suami dari ibu saya. Sebagai rasa hormat saya, tanpa mengurangi rasa cinta dan sayang saya pada Mama, saya menganggap Anda sebagai ayah saya, karena status Anda serta tanggung jawab Anda pada Mama saya, tidak lebih!” kata Sejagat lalu melengos.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEPRESWEET | SELESAI✔
Novela Juvenil[Depresweet | Salam untuk Sejagat] Perdana Publikasi 12 Januari 2023 Publikasi ulang Januari 2024 [Fiksi Remaja] Blurb : Ketika ia bertemu Lyra, sosok yang begitu misterius duduk menangis di ruang konseling. Sejagat berubah pikiran, ia hanya ingin...