Ten mungkin menjadi Ibu yang paling terkejut melihat kedatangan anaknya dengan keadaan yang tidak baik-baik saja. Dengan keras menutup pintu kamarnya dan menguncinya rapat-rapat, Haechan merendam tangisannya pada sebuah bantal.
Ada Johnny pula yang tampaknya khawatir dengan keadaan bungsunya. Hanya saja tidak sepanik Ten yang terus mengetuk pintu kamarnya menanyakan keadaannya, Johnny justru menggiring istrinya untuk memberi waktu Haechan untuk sendiri.
Baginya ini benar-benar tidak adil. Apa semua yang ada di dunia ini hanya bisa dinilai dengan uang? Mengapa rasanya sangat sulit mencari ketulusan disini. Seseorang yang menyanyanginya, seseorang yang menjadi temannya tanpa memandang siapa orang tuanya.
Haechan yang sudah menaruh percaya pada Mark, dan ungkapan Renjun seketika meruntuhkan keyakinannya. Apa Mark orang seperti itu, mempergunakan dirinya demi keutuhan keluarganya? Walau hatinya menolak namun bukti-bukti menunjukkan hal sebaliknya.
Haechan hanya ingin melindungi diri. Entah kenapa ungkapan perebut kekasih orang begitu menakutkan di telinganya. Padahal ia pun sudah membuang jauh-jauh perasaannya untuk Mark. Berbesar hati bahwa laki-laki itu sudah bertunangan yang sebentar lagi akan menikah.
Tapi bukankah Mark sendiri yang memberi kesempatan untuk berharap? Mark yang menarik dirinya lagi dalam hidupnya, mendekatinya, mengajaknya jalan-jalan berakhir dia yang melakukan ciuman di tengah resort ski. Haechan sadar dirinya salah. Amat sangat salah. Namun yang dibutuhkan sekarang adalah perasaan agar tidak menyalahkan dirinya terlalu dalam, sebelum masa lalu keluarganya terjadi untuk yang kedua kalinya.
------------------------------
"Apa ini?"
Renjun memandang tak percaya pada kotak beludru warna biru yang didalamnya terdapat satu cincin yang begitu dia kenali.
"Aku membatalkan pertunangan kita." Ucap Mark begitu saja tanpa menatap ke lawan bicaranya.
"Kau bercanda?"
"Tak ada yang bisa dipertahankan dari perasaan palsu ini. Sampai kapan pun aku tidak akan bisa mencinta —PLAKK!!"
Sebuah tamparan mendarat di pipinya. Sejujurnya ini sebagian kecil dari prediksinya saat Mark memutuskan matang-matang tindakannya. Semalaman dia merenung dan inilah jawaban dari suara hati terdalamnya.
"Kau tidak bisa memutuskan secara sepihak, brengsek!" Renjun menggeram. Tangannya mengepal seraya ingin memukuli pria ini.
Kurang ajar. Pernikahan mereka sudah dipersiapkan lusa. Termasuk gereja, jamuan dan segalanya. Hari ini adalah jadwal mereka fitting baju resepsi, tapi Mark dengan justru kurang ajarnya mengatakan perasaan tak masuk akal.
"Apa kau lupa siapa yang menemanimu selama ini? Kau lupa pada siapa keluargamu bergantung? Semua kekacauan, kehancuran yang ada pada keluargamu, kau lupa karena siapa semua itu bisa kembali pulih?" Tuturnya panjang lebar.
Mark memang tidak bisa melupakan, seberjasa itu Renjun kepada keluarganya. Renjun yang merawat Mom nya ketika sakit, Renjun pula yang menyelamatkan reputasi dalam perusahannya. Mark dan Renjun sudah berteman lama. Sejauh itu mereka saling membantu dan berkorban satu sama lain. Tapi bukankah ketulusan tidak harus diungkit?
Sembari mengusap air matanya, Renjun masih mencoba bertahan. "Pakai kembali cincinmu dan menikahlah denganku besok."
"Itu tidak mungkin Renjun." Bantah Mark seketika.
"Apa ini karena Haechan?"
"Kau lebih dari paham untuk itu."
"Yang tidak ku pahami mengapa kau lakukan ini kepadakuu???" Renjun berteriak frustasi dari dalam ruangan ini yang hanya diisi mereka berdua.