"Mom...?"
Yang dipanggil masih tidak bergeming. Meski Si sulung masih mengikutinya kesana kemari, di ruang keluarga, dapur dan kolam renang. Mom nya tampaknya masih tidak mau bicara dengannya.
"Mom ingin ku temani belanja?" Tawarnya memelas. "Atau ingin ku antar menemui Kak Jungwoo?"
Masih tak ada jawaban. Taeyong meninggalkan Mark kesana kemari seperti sibuk sendiri. Sampai ketika Mark berhasil menarik tangannya, memohon pada Ibunya dengan mata yang setengah berkaca.
"Mom please bicaralah padaku?"
"Kau sudah mencari adikmu?" Tanya Taeyong menjurus pada keberadaan Jeno. Ini hari minggu, dilihatnya pada pagi-pagi buta kamar bungsunya itu sedang kosong. Juga sepeda motor yang sudah hilang dari garasi.
Kemarin pertengkaran saudara itu jauh sekali dari bayangannya. Bagaimana hatinya tidak sakit, melihat kedua anak yang sayanginya saling baku hantam di rumah mereka sendiri. Taeyong tak peduli alasannya. Seumur hidupnya dia tidak pernah menyaksikan hal ini. Beruntung saja Jaehyun sedang tidak ada di rumah dan menyaksikannya juga.
"Bawa pulang adikmu maka Mom akan mulai bicara denganmu."
"Mom, aku menyanyangimu. Untuk itulah tidak kubiarkan seseorang menyakitimu." Ungkapan yang tertelan dari mulut Mark. Pada sofa tamu tempat Mom-nya duduk, dia bersimpuh di bawah kakinya.
"Mom, tolong jangan seperti ini."
Antara tidak tega mengatakan kebenaran atau membuat Mom nya terluka. Mark sungguh menyayangi sosok manis itu. Hingga rasanya ingin menghabisi adiknya yang membuat masalah ini terjadi.
"Kau tahu Mark, melahirkan dan membesarkan anak bukan tugas yang mudah. Sebagai orang tua Mom hanya minta kau dan adikmu untuk saling mengasihi. Apa itu sulit?"
Tidak. Itu tidak sulit. Mark sungguh menyayangi Jeno. Tapi menyayangi bukan berarti membiarkan jika adiknya berbuat bajingan.
"Mom aku sungguh minta maaf." Mohonnya lagi.
"Mom yang melahirkannya, Mom yang merawatnya hingga tumbuh sebesar itu. Tapi melihatmu yang memukulnya seperti itu membuat hati Mom juga sakit."
"Mom aku minta maaf, aku sungguh minta maaf."
Taeyong menangis. Secara tidak langsung itu pun membuat Mark merasa bersalah dan menangis pula. Perkelahian kemarin memang tidak sempat terelakkan. Mark memukul adiknya membabi buta dan itu terekam sendiri oleh mata kepala Ibunya. Tidak mungkin Mark mengungkapkannya sekarang jika tidak ingin Ibunya semakin bersedih. Apalagi Ayahnya, membayangkannya saja Mark tidak mampu jika keluarganya tahu apa yang diperbuat anak bungsu mereka.
Hati Mark sedikit menghangat sesaat ada tangan yang mengelus pelan kepalanya. Mark tahu Mommy nya tidak akan beta berlama-lama kesal dengannya.
"Sekarang cepat cari adikmu dan bawa dia pulang kesini."
Mark lekas mengangguk. Menciumi tangan Mommy nya berkali-kali sebagai balasan karena dimaafkannya kesalahan. "Baiklah, aku akan mencarinya demi Mom."
------------------------------
Entah apa yang terpikir pada otak Mark, ketika Mom nya menyuruhnya mencari adiknya dan justru berakhir pada dirinya di bengkel milik Donghyuck. Ini hari libur dan sepertinya kesayangannya itu menggunakan waktunya untuk kerja bukannya memanjakan diri seperti remaja pada umumnya.
"Sepertinya otak pengemudinya yang perlu diperbaiki bukan ban-nya!" Ungkap Donghyuck. Matanya memincing pada Mark yang sepertinya masa bodoh perihal ban mobilnya yang bocor. Tentu saja, karena Donghyuck sudah mengetahui bahwa ada sobekan benda tajam yang sepertinya disengaja.