Chapter 03.

807 141 2
                                        

Chapter 03 – The troublemaker.

Hari sudah berganti.

Zee baru turun dari mobil Evan setelah terdiam di dalam mobil selama lima belas menit. Kemudian pandangannya mengamati mobil itu bergerak meninggalkan area sekolah. Detik selanjutnya adalah sialan, Zee baru ingat dia sudah berada di depan pintu gerbang sekolah.

Selanjutnya, pikirannya berputar sekali dia teringat dengan kesalahan yang bukan dilakukannya kemarin.

Di detik setelahnya sebuah notifikasi pesan masuk di ponselnya, Zee dengan cepat meraih ponselnya dan, itu adalah pesan dari Evan. Isinya begini ; "Masalah lo kemarin nggak usah terlalu di pikirkan, gue yakin lo akan baik – baik aja. Jalani hari sebagaimana normalnya ya! Semangat sekolahnya."

Zee mengangguk sekali. Oke, semuanya akan baik – baik saja, tenang Zee.

Zee menghela napas sejak, dan akhirnya melanjutkan langkahnya untuk menyusuri koridor panjang kelas 12 MIPA. Sialnya, kondisinya saat itu sudah sangat ramai. Semua pasang mata sekarang menyorot ke arahnya, Zee benar – benar tidak nyaman dengan situasi saat ini.

Ini mengerikan. Zee hanya memasang senyum getir di wajahnya dan memilih untuk mempercepat langkah kakinya. At least hingga dia berdiri tepat di depan pintu masuk ruang kelasnya.

"Lo kenapa keliatan panik gitu, Zee?"

Tubuhnya terlonjak kaget ketika Hanis –salah seorang teman kelasnya– menepuk pundaknya dari belakang. "Ng–nggak, gue nggak papa."

Hanis sedikit menatap laki – laki di depan pintu kelas itu, aneh. "Dih, aneh lo! Yaudah masuk gih, jangan ngalangin jalan."

.

Bel tanda pelajaran di mulai, sudah berbunyi 5 menit yang lalu.

Di tempat duduknya Zee masih memikirkan tentang kesalahannya kemarin. Ketakutan itu semakin menjadi ketika guru yang mengajar kelas MIPA 2 tak kunjung hadir. Selain, guru yang tak kunjung hadir Zee juga memiliki ketakutan lainnya.

Tatapan mengerikan yang di berikan oleh seatmate–nya. Gadis itu terlihat serius untuk memandang Zee. Begitu hingga gadis tersebut membuka suaranya.

"Ternyata apa yang jadi dugaan gue benar ya? Murid baru yang di puja – puja seantero sekolah nyatanya tidak sebaik itu," sindirnya.

Zee yang mendengar itu segera menoleh ke bangku sebelah. Alisnya terangkat satu, dahinya membentuk sebuah kerutan seolah menanyakan apa maksud dari perkataan gadis di sebelah.

"Sorry, maksudnya gimana, ya?"

Tak.. tak.. tak..

Suara penghapus yang di ketukan ke papan tulis segera memotong pembicaraan Zee dengan gadis di bangku sebelah. "Perhatian semuanya.. guru piket tadi memberi amanat kalo jam pelajaran Pak Yoshida kosong. Beliau sedang berada di luar kota dan meninggalkan pesan untuk merangkum buku paket halaman 50 – 53. Tidak di kumpulkan, jadi boleh bersantai tapi tidak boleh keluar kelas, paham?"

"Oke, dapat dipahami Ven," seru teman – teman kompak.

Setelahnya isi kelas itu ramai bersorak menyambut kabar tersebut. Murid laki – laki segera mengambil alih area belakang kelas untuk tempat 'mabar' sementara murid perempuan segera menyatukan meja untuk mengerjakan tugas, ralat menggosip ria, itu maksudnya.

Sementara dua murid di bangku belakang hanya memberikan ekspresi yang sulit di tebak. Chika membuat ekspresi seolah tidak senang, sementara Zee membuat ekspresi, cengo.

Distrub. (Tahap Revisi.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang