Chapter 05.

684 154 12
                                        

Brugh!

Tubuh Rasya terhuyung hingga menghantam dinding pembatas tribun. Sementara pelakunya sudah tersenyum bahagia. Laki – laki itu kemudian berjalan pelan untuk menghampiri Rasya yang masih tergeletak kesakitan di lantai.

"Sakit..?" tanya Zee berjongkok tepat di sebelah tubuh Rasya.

Tidak ada jawaban. Satu hal yang membuat Zee menggertak gigi. Laki – laki itu tidak suka jika pertanyaannya tidak di jawab. Dengan satu gerakan Zee meraih rambut Rasya. "Kalo di tanya tuh jawab, atau lo udah nggak bisa jawab?"

Brakk!

Hampir semua orang yang berada di dalam gedung itu melotot dengan perbuatan Zee yang kali ini. Tess.., sebuah darah segar jatuh ke lantai dari pelipis Rasya. Zee menghantamkan kepala Rasya pada dinding tribun.

Satu senyuman kembali terukir pada bibir Zee. "Bangun lo! Jangan hanya besar omong saja, dasar pecundang."

Satu detik.. dua detik..

Perkataan anak baru itu cukup mengusiknya— Dengan tenaga yang tersisa, Rasya memaksakan dirinya untuk bangkit dari posisi sekarang. Kondisinya tentu tidak stabil, tapi Rasya tidak ingin terlihat lemah.

Apa lagi selama ini teman – temannya tahu jika Rasya adalah salah satu pentolan sekolah yang akan maju paling depan ketika siswa sekolah mereka terkena masalah.

Kalah dengan murid baru? Jelas dia tidak sudiSekarang Rasya telah berdiri dengan sempurna, meskipun pandangannya masih berbayang.

Okee, cukup kuat. Zee hanya mengangguk – anggukan kepalanya setelah lawannya dapat berdiri kembali. Kemudian laki – laki itu sedikit mengangkat sudut bibirnya, cukup terkejut.

"Okee, ternyata benar omongan anak – anak itu, lo nggak selemah itu, tapi.. lo nggak akan menang dari gue."

Benar saja. Zee sudah merancang sebuah rencana untuk menghabisi lawan kelahinya kali ini. Namun, sebelum itu.. sebuah jemari tiba – tiba jatuh tepat pada pundaknya. Zee dengan cepat menoleh.

"Arzee, sudahlah hentikan saja perkelahian kalian. Lo masih baru di sekolah ini, jangan sampai nama lo jelek hanya gara – gara masalah seperti ini." Itu Calvin yang memberanikan diri untuk melerai perkelahian Zee dan Rasya.

Zee menggeleng pelan, kemudian menghempaskan jemari Calvin dari pundaknya. "Harusnya lo cegah dia dari awal."

"Karena sekarang sudah terlambat. Dia telah membangunkan singa dan menantangnya seakan dia paling jago disini. So now he has to accept the consequences."

Calvin hanya menghembuskan napas kasar. Dia mengerti bagaimana Zee bisa se–emosi itu. Bahkan ketika Zee maju untuk menghampiri Rasya.., Calvin dan yang lainnya sudah tidak bisa berbuat apapun.

Greep! Zee meraih seragam Rasya dan langsung membantingnya ke lantai. Selanjutnya, laki – laki itu kembali menghadiahi sebuah bogem mentah ke arah wajah kanan Rasya.

"Ini bayaran untuk satu pukulan di wajah gue!"

Apakah sudah cukup? Tentu saja belum.

Zee kembali meraih seragam Rasya, mengangkatnya paksa, kemudian melayangkan pukulan gaya uppercut sekali lagi dan membuat tubuh Rasya kembali terhempas.

Melihat bagaimana Zee yang terlihat tidak ragu untuk menghabisi Rasya, membuat anak – anak basket bergedik ngeri untuk mencampuri perkelahian itu.

"Lang panggil guru sekarang. Zee udah lepas kendali, Rasya bisa sama nasibnya kayak Dewa kalo terus begini." Calvin yang lagi – lagi bergerak.

Distrub. (Tahap Revisi.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang