Semua orang nampak berlarian di koridor rumah sakit. Beberapa anak sekolah juga terlihat berlarian di koridor.
Rumah sakit yang sudah ramai itu makin ramai karena suara tangisan.
Mereka saling berpelukan, merangkul, dan menghapus air mata satu sama lain. Leon, Danu, Yoga, Harugo, Gavin, mata kelima anak itu tampak bengkak. Raungan dari tangisan mereka terdengar begitu menyakitkan. Memanggil nama Arkan dan Fero berkali-kali.
Guru-guru yang tadinya sempat datang sudah memilih pulang. Mereka harus melanjutkan tugas mereka untuk mengajar siswa yang lain.
Keluarga Arkan dan keluarga Fero pun juga turut hadir. Semua orang yang ada disana memiliki perasaan yang sama yaitu sedih.
Tangisan mereka, terutama lima anak yang mengantar Arkan dan Fero ke rumah sakit pun menjadi jawaban bagaimana sedih dan nyesek nya hati mereka.
“Kalian berisik banget sumpah.” Ucap salah satu orang yang berbaring di ranjang pesakitan.
“Gue belum mati ya anjir.” Balas satunya lagi yang membuat tangisan lima anak itu semakin meraung.
Arin mengorek lubang telinganya. Kadang, ia menyumpal telinganya dengan kedua telapak tangannya.
“Diem anjir!” Satu lemparan kotak tissue mendarat tepat di wajah Harugo.
“Anjing, udah sakit masih bisa kdrt.” Emang rada gila mereka ini.
Setelah Arkan dan Fero tertabrak mobil di persimpangan jalan dekat sekolah mereka, warga yang menjadi saksi tabrakan itu spontan menelepon ambulance. Seragam yang keduanya masih kenakan menjadi tanda bahwa mereka adalah murid dari SMA Satu Nusa.
Mang Adi, yang jaga gerbang sekolahan pun turut menyaksikan gimana naas nya kedua tubuh rival itu tertabrak raja besi yang melaju cepat di jalanan. Mang Adi juga yang langsung sigap melapor ke sekolah kalau ada dua siswa yang tertabrak di dekat sekolah.
Beruntung semua orang yang ada di sana mempunyai reflek yang bangus. Arkan dan Fero segera dilarikan ke rumah sakit. Fero sempat kehilangan banyak darah, tapi karena papa nya yang datang tepat waktu dan transfusi darah yang cepat dilakukan, Fero berhasil diselamatkan.
Sementara Arkan, anak itu tidak ada yang serius, hanya saja benturan yang keras juga kondisi terpentalnya ia di jalan raya membuat kakinya harus di perban dan menggunakan kursi roda. Setidaknya, dokter mengatakan untuk tidak perlu khawatir. Meskipun saat kejadian kondisi keduanya cukup mengerikan, tapi tidak ada yang perlu di khawatirkan.
Papa nya Arkan juga meminta dokter agar dua anak itu diperiksa keseluruhan, dan saat hasil pemeriksaan keluar pun hasilnya baik-baik saja, papa sama mama bisa bernafas lega.
Sementara kelima anak yang masih nangis itu, ya memang mereka aja yang lebay.
“Tittle doang preman sekolah, kaya gini aja nangis.” Ledek Arin yang duduk di tengah ranjang antara Arkan sama Fero.
Ucapan Arin membuat Leon sama Danu langsung ngehapus air matanya.
“Ya gimana nggak nangis. Abang lo masih punya hutang 25.000 ke gue.” Jawab Danu masih sesenggukan.
“Anjirlah, Arkan lo juga bakso yang waktu itu belum bayar ke gue.” Lanjut Leon yang buat Arin mendengus sebal sementara Arkan cuma natapin dua temannya itu dengan tatapan nggak nyangka.
“Tega bener gue habis sekarat malah ditagih hutang.” Ini bibirnya udah melengkung kebawah. Emang drama banget mereka tuh.
“Mumpung lo masih sadar, saran gue cepet-cepet lo lunasin dah, ntar kalo malaikat maut dateng lagi jalan lo bisa mulus.”
KAMU SEDANG MEMBACA
SMA SATU NUSA ✔
JugendliteraturTAMAT ✔ Simpelnya gini, kelas 10 alim-alimnya, kelas 11 bandel-bandelnya, kelas 12 tobat-tobatnya. Nggak ada yang spesial banget. Isinya cuma cerita si bedungal nakal yang hobi balapan sama tawuran. Alhamdulillah masih ingat Tuhan kok. Novel ditulis...