Jalan Setan

23 4 0
                                    

Pukul 22.30, belum tengah malam tapi semua sudah berkumpul. Leon berkali-kali mengingatkan Arkan untuk berhati-hati. Sama halnya dengan Danu, bedanya Danu tak secerewet Leon.

“Motor lo udah gue cek keseluruhan. Nggak ada yang perlu lo khawatirin.” Ucap Danu yang dapet acungan jempol dari Arkan.

“Woy mana jagoan lo?! Payah banget jam segini belum dateng?! Ketiduran kali?!” Teriak Arkan dari balik helm nya.

Harugo mendengus geli. “Bacot banget anak setan!”

“Bule kampret! Jangan ortu shaming dong!” Danu menimpali.

Malam ini keduanya sudah janjian untuk melanjutkan balapan tempo hari yang tertunda. Nggak tahu apa yang direbutin. Padahal keduanya berasal dari keluarga kaya raya. Iseng doang mungkin? Gabut nya orang kaya emang suka aneh-aneh.

Biasanya, mereka akan start sekitar tengah malam lewat sedikit. Tapi hari ini, mereka start di jam 11 malam. Alasannya simple. Karena besok hari senin, kumpulan anak baru gede itu memajukan jam balapannya.

Sirkuit yang dibuat seadanya. Lokasinya ada di jalanan sepi yang di kerumuni pohon-pohon besar. Jarang sekali warga lokal lewat sini. Mereka menyebutnya, “jalan setan”.

Bukan sembarang nama. Lokasinya yang cukup jauh dari pemukiman. Jarang dilewati orang, gelap banget kaya masa depan ngebuat anak-anak nakal ini menyebutnya jalan setan.

Bagusnya lagi, jalanan ini belum pernah tercium oleh polisi. Entah sengaja dibungkam, atau memang polisi tidak mencurigai jalananan sepi ini.

“Belum diangkat?” Tanya Harugo pada Yoga yang sibuk telepon Fero.

Gelengan kepala membuat Harugo mukul stang motornya.

“Kalau Fero nggak dateng, lo gantiin dia ya?” Ucap Yoga yang dianggukin Harugo.

Mau gimana lagi? Balapan ini nggak ditulis siapa lawan siapa. Cuma ditulis kalau geng Arkan sama geng Tamtara yang akan balapan. Jadi kalau Arkan atau Fero nggak muncul di arena, bisa digantikan siapa saja.

Dering sambungan suara telepon masih terdengar. Namun, tak ada yang menjawab dari seberang sana. Hingga jam menunjukkan pukul 22.50 Fero belum menunjukkan kedatangannya.

“Bajingan.” Umpat Yoga. “Lo siap-siap, dia nggak dateng.” Kesal Yoga pada Harugo.

Menelan ludah pahit, Harugo memasang helm full face berwarna silver nya.

Mendekat ke arah garis start, Arkan sedikit curiga karena Fero tak muncul. Tidak biasanya anak itu ingkar sama ucapannya.

Disaat bendera warna hitam putih itu diangkat dan balapan siap dimulai, deru suara mesin motor terdengar dari kejauhan. Harugo mengumpat, tahu betul itu suara motor Fero. Tak menunggu waktu lama, Fero datang dan menggeser motor Harugo di garis start.

“Anjing kemana aja lo?!” Tanya Harugo yang di jawab lambaian tangan oleh Fero.

Arkan mengintip dari sela helm nya, mengamati wajah Fero yang sedikit tertutup anak rambut dan terhalan helm full face nya.

“Dateng juga lo.” Ledek Arkan yang di jawab gelengan kecil.

“Gue nggak sepengecut itu, kalo lo mau tahu.”

Seorang gadis berpakaian kurang bahan sudah siap digaris start. Arkan dan Fero saling menggeber motor nya. Suara sorakan yang meneriakkan nama mereka terdengar lantang. Fero menutup kaca helm nya, diikuti oleh Arkan yang juga menutup helm nya.

Keduanya memfokuskan pandangan ke arah depan. Dan setelah hitungan ketiga, pun bendera hitam putih di terbangkan, keduanya buru-buru tancap gas meninggalkan garis start. Suara sorakan semakin gemuruh kala keduanya kebut-kebutan dijalanan.

SMA SATU NUSA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang