BAB | 4

2.6K 126 3
                                    

“Humaira sekarang giliran kamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Humaira sekarang giliran kamu.” Kata Harist, Humaira langsung tersenyum menatap Harist dan mengubah posisinya di depan Harist.

Kini giliran Humaira yang mengaji. “Ustadz sebelum mengaji, Humaira mau tanya dulu boleh?”

Ustadz Harist mengangguk. “Tentu saja.”

“Humaira malam ini cantik nggak Ustadz?”

Pertanyaan Humaira membuat Ustadz Harist terdiam seketika, kepalanya yang menunduk menatap wajah Humaira. “Ca-ntik...” jawab Harist gugup, dengan suara parau.

Humaira tersenyum malu, wajahnya pun bersemu merah. “Ustadz juga tampan, cocok sama Humaira yang cantik.” ucap Humaira, tak berani menatap Harist karena malu.

“Cie-cie kak Humaira salting ya sama Abba?” goda Aisha, yang sedari tadi menunggu di samping Humaira.

Wajah Humaira semakin panas, rasanya ia ingin jungkir balik di depan Harist, menunjukkan bahwa dirinya malam ini amat sangat bahagia.

“Ehm, Humaira maaf ini putri say—”

“Saya sudah tahu Ustadz, dari Umi.” potong Humaira.

“Syukur kalau kamu sudah tahu, Aisha kamu pulang saja ya sudah malam. Besok kamu sekolah.” Ucap Ustadz Harist pada putrinya.

“Tapi kan Aisha udah janji nunggu Kak Humaira pulang, nanti pulangnya juga Aisha mau ngajak Kak Humaira main ke rumah.”

“Main?”

Aisha mengangguk dengan tersenyum antusias. “Iya main!” seru Aisha.

“Tapi jangan lama-lama ya? Nggak enak sama Kak Humaira.”

Aisha kembali mengangguk. “Baik Abba.”

“Lama-lama juga gapapa sih, nginep juga gapapa gue rela lillahita’ala!” batin Humaira menjerit.

“Humaira gapapa?” tanya Harist tak enak hati.

“Ya gapapa dong Ustadz, mau setiap hari juga gapapa.”

Mendengar itu, Aisha langsung memeluk tubuh Humaira. “Makasih kak Humaira cantik!”

Humaira membalas pelukan Aisha. “Sama-sama Aisha cantik, Ustadz mau ikutan pelukan nggak?”

Ustadz Harist terdiam, lalu menundukkan kepalanya, diam-diam Ustadz Harist tersenyum.

“Bercanda Ustadz, mau di bawa serius juga gapapa, asal bawa dulu ke pelaminan biar pelukannya halal.” Humaira semakin menggoda Ustadz Harist.

***

Rumah yang begitu terlihat sederhana itu kediaman Ustadz Harist dan Putrinya, kini Humaira tengah berada di dalam rumah sederhana milik Ustadz Harist. Duduk di sofa ruang tamu dengan senyumannya yang tak pernah luntur dari bibirnya, di temani dengan secangkir teh hangat.

Kepincut Ustadz TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang