"Alquran nya yang di baca Humaira, bukan wajah saya yang di baca."
"Salah sendiri punya wajah kok tampan-tampan amat, gimana Humaira nggak kepincut coba?"
Humaira Naira Putri sangat menyukai guru ngajinya yaitu Ustadz Harist Nizar Albasyir, Humaira...
Hallo guys👋🏻 selamat menunaikan ibadah puasa ya semoga puasanya lancar sampai akhir, semangat!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Dalam menghafal Al-Quran itu dengan memahami, menikmati dan merasakan. Memahami setiap terjemahan yang di baca, menikmati juga merasakan tiap ayat yang di lantunkan.”
—Harist Nizar Albasyir
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Senyuman Humaira terus terukir memandang suaminya juga putrinya yang sedang bermain di taman, melihatnya membuat perasaan Humaira terasa bahagia meski ada segores luka di hatinya, terlihat bahagia namun ia juga menyimpan luka begitu dalam.
Pikiran Humaira mampu menggores hatinya, pertanyaan yang tak pantas bersarang di pikirannya membuatnya tersiksa. “Bagaimana jika kebahagiaan yang ia dapat hanya sementara, bagaimana jika suami dan putri yang ia cintai di ambil oleh wanita lain?” pikiran itu membuat air mata Humaira mengalir.
“Sayang sini ayo main gabung sama kita!” Harist memanggil Humaira dengan senyumannya.
Humaira tersadar, ia menyeka air matanya. “Humaira disini aja Mas, jagain Rayyan.” ucap Humaira.
“Rayyan rewel nggak?”
Humaira menggeleng pelan. “Nggak Mas.” lalu menatap putranya yang tertidur pulas di stroller. “Lagi tidur.” ucapnya lagi membuat suaminya tersenyum.
“Gue lihat-lihat lo bahagia banget sama suami lo ya.” ucapan seseorang mampu membuat Humaira menoleh.
“Y-usuf?” bibirnya terasa kelu ketika melihat sahabat kecilnya kini hadir di hadapannya.
Yusuf tersenyum. “Nggak perlu takut gue nggak akan ngapa-ngapain lo kok, gue juga nggak akan duduk di samping lo apalagi join buat jadi suami kedua lo hahaha.” lelaki itu berusaha mencoba mencairkan suasana, sedangkan Humaira hanya terdiam menatap kehadiran sahabatnya.
“Humaira lo itu emang nggak ada berubahnya ya kalau kaget pasti natap wajah orangnya, sadar Humaira hey gue ini cowok dan lo itu udah berubah jadi lebih baik, apa pantas seorang wanita menatap lelaki yang bukan mahramnya?”