"Alquran nya yang di baca Humaira, bukan wajah saya yang di baca."
"Salah sendiri punya wajah kok tampan-tampan amat, gimana Humaira nggak kepincut coba?"
Humaira Naira Putri sangat menyukai guru ngajinya yaitu Ustadz Harist Nizar Albasyir, Humaira...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Humaira saya bukan lelaki sempurna, maka lengkapi lah ke tidak sempurnaan ini dengan menjadi kekasih hidup saya.”
— Harist Nizar Albasyir
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Qobiltunikahaha wa tazwijaha bil mahrilmadzkurhaalan." Dengan satu tarikan nafas dan suara lantang dari Harist menggema memenuhi ruangan.
"Bagaimana para saksi sah?!" kata pak penghulu tak kalah lantang dari Harist.
"SAH!" jawab serentak keluarga Harist dan Humaira.
"Alhamdulillah..."
Acara akad pun berjalan dengan lancar, Harist tak menyangka jika dirinya telah menikahi seorang perempuan yang berstatus muridnya sendiri. Untuk kedua kalinya Harist mengucap Ijab qobul, pertama almarhumah mantan istrinya yang kedua Humaira perempuan yang telah berhasil mencuri hatinya.
Mengingat Humaira yang masih sekolah pernikahan ini di gelar secara rahasia dan hanya keluarga terdekat yang tahu, hanya akad tak ada acara resepsi dan hanya acara makan-makan bersama keluarga. Sederhana namun sangat menyentuh hati.
"Untuk mempelai wanita cium tangan mempelai prianya." Intruksi Pak penghulu, Humaira yang mendengar itu pun tubuhnya bergetar, kali ini tubuh Humaira benar-benar tegang. Humaira pun tak mampu menatap wajah Harist yang telah menjadi suaminya itu.
"Humaira..." bisik Harist, dengan suara parau, membuat jantung Humaira semakin berdebar.
Humaira yang terus menundukkan kepalanya, menoleh menatap Harist, pandangan mereka bertemu. Seperkian menit mereka saling menatap satu sama lain.
"MasyaAllah jamiilah..." gumam Harist, yang terdengar oleh Humaira.
Humaira yang akan menyentuh tangan Harist pun berhenti, ia menatap Harist dengan wajah sendu. "Nama aku Humaira, bukan Jamiilah, Jamiilah siapa Ustadz..." lirih Humaira mendudukkan kepalanya, pikirannya tertuju pada mantan istrinya. Apakah mantan istrinya benama Jamillah? Sehingga Ustadz Harist menyebut dirinya dengan nama Jamillah.