"Alquran nya yang di baca Humaira, bukan wajah saya yang di baca."
"Salah sendiri punya wajah kok tampan-tampan amat, gimana Humaira nggak kepincut coba?"
Humaira Naira Putri sangat menyukai guru ngajinya yaitu Ustadz Harist Nizar Albasyir, Humair...
“Humaira saya bukan lelaki sempurna, maka lengkapilah ke tidak sempurnaan ini dengan menjadi kekasih hidup saya.”
--Harist Nizar Albasyir--
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Humaira saya bukan lelaki sempurna, maka lengkapi lah ke tidak sempurnaan ini dengan menjadi kekasih hidup saya.” ucap Harist menatap Humaira dengan tulus.
“Saya belum mencintai kamu sepenuhnya Humaira, maka dari itu sempurnakan cinta saya dengan cintamu.” jawab Harist.
Air mata Humaira mengalir begitu saja, bukan air mata kesedihan melainkan air mata kebahagiaan. “Makasih Ustadz udah mau menerima saya sebagai istri Ustadz, meskipun saya perempuan yang jauh dari kata sempurna. Saya perempuan jauh sekali dari agama, saya sebenarnya malu bersanding dengan Ustadz Haris—”
“Humaira kamu perempuan yang sempurna bagi saya dan saya akan selalu membimbing kamu ke jalan yang baik.” ucap Harist memotong ucapan Humaira.
“Saya boleh peluk Ustadz Harist?”
Tanpa menjawab ucapan Humaira, Harist langsung memeluk tubuh istri kecilnya. “Jangan panggil saya Ustadz Humaira, kamu sudah menjadi istri saya.”
Mendengar itu, Humaira melepaskan pelukannya. “Terus Humaira panggil Ustadz apa?”
“Terserah kamu asal jangan panggil Ustadz.”
“Bapak Harist?”
“Jangan bapak saya bukan bapak kamu.”
“Om Harist?”
Harist mendengus. “Saya setua itu?”
Humaira mengangguk. “Tua banget kalau di sandingin sama umur saya.” Setelah itu Humaira terkekeh.
Harist menghela nafasnya. “Humaira kalau kamu panggil saya Om, saya bakal panggil kamu Tante biar adil.”
“Masa dedek gemes gini, di panggil Tante?!” kesal Humaira.
“Makanya jangan panggil saya Om.”
“Yaudah kalau gitu, saya panggil Mas aja.”
“Nah, itu kan enak di dengar.”
“Lebih enak di panggil mas atau sayang?”
“Kalau bisa dua kenapa harus satu hm?”
“Mas Harist sayang.”
“Iya Zaujati?”
Humaira langsung memeluk tubuh Harist, menyembunyikan wajahnya yang salting.
***
“Humaira bangun kita sholat tahajjud berjama'ah.” bisik Harist dengan lembut, mengusap lembut puncak kepala Humaira.