Keesokan harinya, Bio bangun terlambat tidak sesuai janji untuk menjemput Syena. Saat memeriksa ponsel, keningnya berkerut. Pesan kekesalan yang selalu menjadi notifikasi ponselnya kini tidak nampak. Tidak ada lagi protes dari Syena untuk melayangkan kemarahan. Ia berinisatif untuk menelepon ponsel gadis itu, namun nihil nomornya tidak aktif.
Bio bergegas mandi dan bersiap untuk menjemput Syena. Lelaki itu menyapa sang Mama yang menyambutnya dari meja makan.
"Nak, kamu sudah bangun? Ayo sarapan dulu." Sari menatap putranya yang terlihat semangat menjalani hari.
"Siap, Ma. Oh ya, Papa mana?" tanya Bio sambil mencomot sosis.
"Papamu sudah berangkat tadi pagi. Mama sudah teriak kencang di depan kamarmu, kamu belum bangun juga." Sari menuangkan susu ke gelas kosong dan meletakkan di sisi piring Bio.
"Iya kah, Ma? Semalam kepala Bio mendadak pusing. Padahal hari ini rencananya Bio mau jemput Syena, pasti anak itu bakal marah karena telat datang." Bio menggerakkan sendoknya sambil memeragakan cara Syena menunjuk wajahnya sambil marah-marah. Sari hanya tertawa melihat gestur putranya.
"Ajak kesini, ya. Mama pengin ketemu sama Syena." Sari tersenyum senang, melirik putranya yang membelalak tak menyangka.
"Oke, Ma." Bio melayangkan jempol, Sari akan mengizinkannya membawa gadis itu ke rumah.
Bio segera menghabiskan makanan dan menyeruput susunya. Ia mencium pergelangan tangan sang Mama dan melangkahkan kaki menuju garasi mobil. Tiba-tiba badannya terasa lemas dan kakinya seakan mati rasa, ia jatuh tak sadarkan diri di pinggir mobil. Karena lama tak kunjung muncul, Sari mencari Bio di sekeliling garasi.
"Bio, kamu kok lama banget? Ada yang salah sama mobilnya?" Sari meneriaki Bio untuk mencari keberadaannya.
"Ya allah Bio!" Sari terduduk sambil membangunkan Bio yang pingsan. Ia memanggil pembantunya yang perlahan mendekat. Bio segera dibawa ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan.
Sedangkan Syena membaca pesan beruntun dari nomor yang sudah ia simpan. Syena menatap ponsel dan membaca perlahan pesan dari Kevin yang membuatnya bergidik. Tubuhnya merinding mengeja tiap kalimat yang dilontarkan Kevin. Pesan itu masuk berkali-kali dengan beberapa umpatan dan ancaman yang berkeliaran di notifikasi WhatsAap.
Kevin Abdi Sanjaya:
Bangsat lo! Sekarang gue harus ulang mata kuliah arsitektur selama enam bulan. Tanggung jawab lo! Gue nggak mau tau atau gue lacak keberadaan lo. Kalau sampai gue ketemu, gue bunuh lo di tempat!
Syena meringkuk di atas kasur, badannya tertutup selimut. Hanya layar ponsel yang menerangi pandangannya. Ia bahkan tak mengingat janjinya dengan Bio untuk keluar hari ini. Syena takut jika saja Kevin mendadak muncul di depan rumahnya. Syena menggeleng, menepis semua rasa takut yang bergelayutan. Syena meletakkan ponsel, tangannya mengusap wajah berkali-kali sampai kemerahan.
Syena tersentak dan berteriak saat pintu kamarnya diketuk beberapa kali. Ia mendesah ketika Mamanya berucap suara. Ia mengelus dadanya dan lega beberapa saat.
"Ada apa, Ma?" Syena berucap dengan nada malas-malasan.
"Kamu dari pagi tadi belum siap-siap?" Nirina melototi Syena yang terlihat masih acak-acakan.
"Bio aja belum datang, Ma. Mungkin dia kelupaan." Syena memegang gagang pintu hendak menutupnya kembali.
"Ya memang nggak datang, orang Bio sekarang di rumah sakit." Nirina menatap putrinya lemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Joki Tugas, Me!
Teen Fiction"Selanjutnya, Mahasiswa Berprestasi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Program Studi Arsitektur 2022 diraih oleh Ananda Syenara dengan IPK 3,70 cumlaude," ucap Master of Ceremony di hadapan seluruh wisudawan. Syena mendapat ucapan selamat dari B...