🐇 } dua { 🐇

4.4K 345 6
                                    

🐇 Happy reading 🐇

.

.

[ Brother? Oh no! ]

.

____________________
_____


  Pertemuan mereka dengan beberapa anak yang lainnya berjalan lancar, di mulai makan bersama dan ucapan terimakasih dari bang Reno kepada seluruh anggotanya.

Semuanya mereka gunakan dari uang yang mereka dapatkan hasil menjual sesuatu yang bisa mereka hasilkan sendiri, walau tak banyak Reno masih mampu untuk menutupi sebagiannya.

Arkeno bersama anak kelas sepuluh yang lain memilih pulang lebih dulu, karena tak ingin merusak momen kakak kelas yang akan sedikit menikmati akhir akhir dari sekolah menengah atas mereka.

Gerald yang memang satu komplek dengan Farhan sudah pulang lebih dulu, sedangkan Arkeno harus mengendarai motornya menyusuri gang sempit yang gelap dan kumuh.

Untuk sampai pada bangunan yang tak terlalu mewah dan juga tidak terlalu 'tidak terurus'. Sederhana.

Dengan cat hijau oranye di padu pagar hitam, juga pintu kayu yang kokoh.

Sepeda motor ia parkir di garasi, tepat di samping motor cbr yang terlihat lebih unggul di banding miliknya.

Hanya beat biasa, itupun bekas si pemilik di samping kendaraannya.

Sepatu ia taruh di rak agar rapih, menarik nafas panjang lalu menghembuskannya.

Memegang knop pintu dan perlahan mulai menggeser sebelum sebuah benda melayang ke arahnya lalu pecah berserakan tak terbentuk di atas lantai.

"Kamu gak liat jam berapa ini?!"

Arkeno menunduk, mengepalkan kedua tangan, fokusnya pada lantai.

"Punya kuping gak?! Liat jam berapa? Kevin aja udah pulang dari sore dan kamu pulang pas langit gelap begini? Mau jadi apa kamu?!"

"Izin enggak, kelayapan sampe malem. Tinggal di jalanan sekalian sana, gak peduli gue juga."

Arkeno melihat, ketika pemuda yang lebih tua darinya tersenyum sinis di sofa dan memandang ke arahnya. Memakan keripik dengan santai tanpa niatan untuk menghentikan perdebatan.

"Gak elu gak bapak lu, sama aja! Nyusahin gue doang bisanya!"

Arkeno terkekeh sinis. "Hah, dari kecil juga lu ga peduli sama gue coy. Tumben banget gue pulang magrib di marahin, ada apaan, butuh duit?"

Ucapannya baru saja selesai dan tamparan keras sudah tercetak di pipinya. Ini bukan sekali atau kedua kalianya, ia sudah biasa. Bekerja paruh waktu, mengumpulkan uang, menyekolahkan diri sendiri, atau seringkali membelanjakan bahan pokok.

'Ibu'? Apa manusia di depannya pantas di sebut malaikat tak bersayap? Semua orang pasti akan bilang bahwa 'seorang ibu selalu mencintai anaknya, itu sudah pasti.' Tapi sayangnya tidak semua, lihat Arkeno, yang dulunya hanyalah bayi polos yang tak mengerti apa apa, di tinggalkan di pembuangan sampah lalu di kembalikan lagi kepada ibunya oleh tetangga yang melihat.

Ar-soul [ drop ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang