𝐻𝑒𝓁𝓁𝑜Enjoy this story and happy reading!
***
Sesuai anjuran Luke, Bianca akan pulang. Ia kembali masuk ke ruangannya yang kini sudah kosong. Febi yang sadar akan kedatangan nya seketika berjalan cepat menghampiri nya.
“Lo nggak papa kan? Perutnya masih sakit apa dah mendingan? Butuh antasida engga?” tanya Managernya itu dengan raut wajah khawatir.
Bianca hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban,“Maaf yah,” lirihnya berbisik. Tapi dengan mimik wajah datar.
Dia melanjutkan jalannya menuju meja kerjanya, dan mulai berkemas untuk meninggalkan tempat. “Lo mau kemana? Pulang?” tanya Febi.
Bianca menganggukkan kepalanya,“Di suruh pulang, yah jatoh nya izin lagi. Gue duluan yah” jawabnya tak bersemangat, meraih tas kerjanya, tapi ketika akan benar-benar meninggalkan ruangan. Tak sengaja matanya menatap sebuah amplop tebal di atas meja.
“Ini apa?” tanya nya menatap sekilas Febi yang sedang akan meninggalkan ruangannya.
Febi menaikkan bahu pertanda tak tahu,“Yang pasti punya lo,” balasnya masuk ke ruangannya. Bener juga, ini mejanya dan pasti itu miliknya. Bianca memasukkan juga amplop cokelat itu ke dalam tasnya dan beranjak dari ruangan.
Kakinya terus berjalan, menghadap lurus ke depan. Setelah bentakan dari Luke tadi, rasa malunya yang tadi sangat dia khawatirkan seketika lenyap begitu saja walau dia sadar ada banyak sekali karyawan yang secara terang-terangan berbicara mengenai dirinya.
Krurrkk...
Tanpa tahu malu perut Bianca berbunyi nyaring. Ini sangat wajar karena ini sudah memasuki pukul setengah sebelas siang dan dia masih belum mengisi perutnya dengan apapun juga. Ia masuk mobil dan berangkat menuju cafe atau restoran terdekat. Tanpa banyak pilah pilih lagi Bianca memutuskan memilih yang terdekat dengan penampakan restoran yang cukup elit, masih di daerah perusahaan tempatnya bekerja.
Tapi penderitaan nya seperti nya masih belum juga berhenti, kenapa? Karena sampai disini pun Bianca harus menghadapi antri yang cukup panjang. Ini normal di akibatkan posisi restoran pilihannya ini di daerah gedung perusahaan besar serta gedung-gedung apartemen yang ramai penduduk.
“Nomor antriannya silahkan diambil di sebelah sana mba,” pinta sang pelayan restoran menunjuk meja antrian.
Bianca spontan menggelengkan kepalanya, dengan dia mengantri pasti akan memakan waktu yang lama, situasi perutnya sudah tidak tertahan.
Matanya dengan sigap menjelajahi sekitar, dia harus bisa menemukan cara agar bisa makan dengan cepat,“Mama! Kenapa lama sekali sih, aku sudah lapar,” rengek Bianca setengah berteriak berjalan menyela antrian yang cukup panjang hingga sampai di wanita paruh baya yang tampak cukup terkejut akan ucapannya.
Wanita itu tepat berada di antrian nomor 67, sedangkan sekarang sudah mencapai 66 itu berarti dia selanjutnya, orang-orang yang di belakang wanita itu seperti nya tidak marah atau bahkan curiga, Mereka hanya diam melihat gerak gerik Bianca tanpa protes sedikit pun.
“Kamu mang--Krurrkk
“Mama dengar itu! Aku sudah sangat lapar. Tapi makanannya lama sekali.” keluhnya sekali lagi tanpa tahu malu dengan menekan panggilan Mama.
Wanita itu terlihat menghela nafas, sebelum akhirnya berkata,“Tunggu sebentar yah, antriannya sangat panjang. Oh iya kamu mau pesan apa tadi? Mama lupa,” balasnya seperti nya mau kooperatif dengan Bianca.
KAMU SEDANG MEMBACA
That's My Man |Hiatus|🙏
RomansBEBERAPA BAGIAN CERITA DI PRIVATE, HARAP FOLLOW SEBELUM BACA ! ! ! ON GOING! ! ! ! 21+ KEKERASAN DAN ADEGAN DEWASA CONTENT ADULT! ! ! . . . "𝐌𝐲 𝐬𝐞𝐱𝐲 𝐋𝐚𝐝𝐲" Author ganti judul menjadi "𝐓𝐡𝐚𝐭'𝐬 𝐌𝐲 𝐌𝐚𝐧" cuz seperti nya judul yang ini...