"Bagaimana kejutanku? Apa kejutanku berhasil?" ucapnya dengan ekspresi senang yang membuat kemarahan Davin memuncak.
"Kau pikir dirimu siapa sampai bisa melakukan semua ini kepadaku hah?" seru Davin.
Raline menepuk bahu Steven meminta pria itu menyingkir, ia akan menghadapi Davin sendiri. Meski enggan, akhirnya Steven menyingkir dan akan mengawasi keduanya. Kini Raline dan Davin berdiri saling berhadapan, sikap Raline yang tenang dan terlalu santai benar-benar membuat Davin kesal setengah mati.
"Kau bertanya siapa aku?" tanyanya, seraya menekan dada Davin dengan telunjuknya, lalu ia menepuk kedua bahu Davin membenarkan kerah kemeja abu muda yang di kenakan Davin. "Semua orang juga tahu seberapa berpengaruhnya keluarga Alister. Kau sudah lupa ya, kau bukan siapa-siapa tanpaku,"
Davin menahan amarahnya melalui kedua tangan yang terkepal. Ia tidak menerima semua penghinaan ini, Raline benar-benar memperlakukannya semena-mena. "Ya, dan kau menggunakan kekuasaanmu untuk mempermalukanku. Lantas apa yang kau harapkan? Aku berlutut di bawah kedua kakimu, mengemis dan menangis darah di hadapanmu agar kau mengembalikan semuanya lagi seperti semula?" ucapnya yang membuat Raline membisu, Davinnya yang manis selama ini ternyata itu semua hanya palsu.
Raline tersentak saat Davin tiba-tiba mencengkeram tangannya dengan erat, Steve hendak bertindak namun Raline menggeleng meminta pria itu tetap mengawasi. "Kau merasa menjadi manusia paling sempurna ya Raline? Kau pikir orang-orang yang saat ini bertahan bersamamu karena mereka menyukaimu?" katanya seraya berdecih. Sorot matanya tajam menusuk kedua bola mata Raline yang menatapnya sama tajam. Ia tidak boleh lemah di hadapan Davin, meski hatinya mengatakan hal lain, tapi ia tetap akan bersikap angkuh dan mengintimidasi Davin.
"Mereka bertahan denganmu karena kau kaya. Mereka semua hanya menginginkan uangmu, kau bahkan buruk dalam menjalin hubungan,"
Davin menghempaskan tangan Raline dengan kasar, lalu ia menyugar rambutnya ke belakang, gerakan yang dulu selalu membuat Raline terpesona dan menjadi orang bodoh karena di manfaatkan oleh pria brengsek di hadapannya ini. Diluar dugaan, Raline yang semula Davin pikir akan terhina dan lemah dengan perkataannya, wanita itu justru terbahak mengundang atensi beberapa orang yang berlalu lalang di pelataran parkir apartmen mewah itu, karena kebanyakan orang yang menghuni unit ini adalah pekerja yang super sibuk dan pulang di atas jam sembilan malam. "Memang, dan karena uang yang ku miliki aku bisa melakukan apa pun, termasuk mengusirmu, menjual semua mobil pemberianku, meminta orang bank memblokir kartu kredit milikku yang di pegang olehmu, dan juga--" Raline menjeda ucapannya mendekatkan wajah dan berbisik di telinga Davin, "Memblokir namamu dimana-mana. Kau akan kesulitan mencari pekerjaan sayangku .... " imbuhnya, dan tentu saja membuat darah Davin mendidih.
Raline menepuk dada Davin, "Kembalilah ke asalmu sebelumnya. Steven ayo pulang!"
"Aku akan menjadi suami Katrina jika kau lupa. Aku akan memegang kekuasaan yang lebih tinggi darimu!" seru Davin saat Raline dan Steven membuka pintu mobil. "Aku akan menghancurkanmu Raline! Kau harus membayar semua penghinaan ini!!"
Raline menghela napas dan masuk ke dalam mobil bersama dengan Steven yang menjadi pegemudi. Selama perjalanan suasana di dalam mobil tampak hening. "Seharusnya kau membiarkanku menghajar wajah sombongnya itu. Huh bisa-bisanya ia mengatakan hal itu padamu," gerutu Steven yang sudah kesal setengah mati karena harus menahan diri untuk tidak menghajar Davin.
Raline tidak menanggapi ucapan Steven, ia menyandarkan kepalanya pada kaca mobil dan melihat pemandangan malam yang terang dengan banyaknya penerangan, pikirannya sedang kacau, tenaganya seolah habis dan hilang entah kemana. Wajah Davin yang menatapnya barusan terus terbayang di benaknya, itukah sifat asli dari pria yang sudah merampas seluruh cintanya, dan lalu mencampakkannya? Jadi, sifat manis dan romantis Davin selama ini hanya sandiwara? Apakah karena uang, ia rela bersandiwara seperti itu selama tiga tahun?
Steven menoleh sebentar ke arah Raline yang tampak bungkam setelah mereka meninggalkan Davin. "Lin, kau baik-baik saja?" tanyanya.
Raline hanya mengangguk tanpa ingin menjawab. "Turunkan aku di taman depan,"
"Apa? kenapa?"
"Berhenti Steve!" serunya.
Ckiit
Steven terpaksa menghentikan mobil, lalu menatap Raline yang tengah membuka seatbelt. "Kau mau apa? Ini sudah malam, orang rumah pasti khawatir padamu!"
"Pulanglah lebih dulu. Aku akan pulang sendiri!"
"Raline--
"AKU BUTUH WAKTU SENDIRI STEVE!" teriaknya yang membungkam mulut Steven.
Steven memijat pelipisnya. "Baiklah, hubungi aku jika kau akan pulang. Okey?"
Raline hanya bergumam pelan dan keluar dari dalam mobil. Steven menghela napas dan melajukan mobilnya meninggalakan Raline sendirian. Benar, hari ini pasti adalah hari yang sangat berat baginya. Selepas mobil milik bara yang di kendarai oleh Steven pergi, ia berjalan ke sebuah ayun-ayunan yang kosong dan duduk disana, taman yang ia datangi cukup sepi karena jam sudah malam, ia sengaja mematikan ponselnya seharian ini ia benar-benar tidak ingin di ganggu oleh siapa pun, lagipula ada Steven pria itu yang akan menjelaskan soal dirinya yang menghilang seharian ini kepada keluarganya.
Mengayunkan ayunan itu pelan-pelan dengan air mata yang mulai luruh. Ia tidak ingin menangisi Davin lagi, tapi dadanya terasa semakin sesak saja. Ia memukuli dadanya yang sesak sementara sebelah tangannya menggenggam tali ayunan yang terbuat dari besi yang di cat berwarna kuning. Dengan kepala yang tertunduk ia kembali menumpahkan tangisnya, namun tangisnya terhenti saat melihat ada kaki seseorang yang berayun di ayunan yang berada di sebelahnya, juga perutnya tiba-tiba lapar saat hidungnya menangkap bau makanan dari orang yang berada di sampingnya.
"Hmm, akhirnya perutku terisi juga. Sial! tugas kuliah yang menumpuk setiap hari membuatku nyaris tidak memiliki waktu untuk makan," ucap orang di sampingnya.
Raline mengangkat kepalanya, ia penasaran dengan aroma yang membuat perutnya terasa lapar di malam hari. Ia menoleh ke samping, bersamaan dengan orang yang berada di sampingnya yang juga melihat ke arahnya, lalu kedua mata mereka sama-sama melebar. "Elang?" pekiknya.
"Kakaknya Rasya?" ucapnya.
Sungguh keduanya sama sekali tidak menyangka jika mereka akan kembali bertemu di tempat ini yang lagi-lagi Elang bertemu dengannya dengan situasi yang sama seperti pertemuan pertama mereka yang juga dalam keadaan menangis.
"Sedang apa kau disini?" tanya Raline.
Elang berdeham, "Tempat kost-ku berada di daerah sini. Kakak sendiri sedang apa disini?" tatapannya menelisik penampilan Raline yang cantik, namun lagi-lagi kakak dari sahabatnya itu bertemu dengannya dalam keadaan menangis. "Kenapa kita selalu bertemu saat Kakak sedang sedih?" ucapnya.
Raline berdeham lagi, kali ini elang mengenakan hodie berwarna coklat muda yang di padukan dengan celana chinos panjang semata kaki. Raline mengakui jika sahabat adiknya ini memiliki tubuh jangkung dan juga paras yang tampan, bahkan ia bertaruh jika kulit wajah Elang lebih mulus dari kulit wajahnya.
"Kak? Kakak!" panggil Elang yang berhasil menarik kesadarannya atas pesona wajah tampan Elang.
Raline lagi-lagi berdeham membuat Elang mengerutkan kening, sesaat ia tersenyum kecil melihat tatapan Raline yang mengarah ke Mie instant cup yang berada di tangannya. "Kakak mau?"tawarnya.
Raline menggeleng, membuang muka ke arah lain menyembunyika wajahnya yang memerah karena ketahuan menatap Mie Instan cup milik Elang yang menguarkan aroma sedap sampai membuat ia nyaris meneteskan air liur, dan membuat perutnya keroncongan mengingat seharian ini ia belum memakan apa pun selain sarapan pagi di rumahnya.
Ah sial benar-benar memalukan! Masa ia tergoda dengan satu cup mie instant yang sudah entah berapa lama tidak ia sentuh? Ck!
KAMU SEDANG MEMBACA
Penakluk Hati Nona Presdir [Alister Series III]
RomanceRaline Shakira Alister sang nona presdir dari Raline INC, adalah sosok wanita cantik yang penuh kharisma, dan menjadi wanita idaman semua pria di muka bumi ini. Bukan hanya karena memiliki paras yang cantik, mata tajam, dan tubuh yang ramping. Ralin...