Raline lagi-lagi berdeham membuat Elang mengerutkan kening, sesaat ia tersenyum kecil melihat tatapan Raline yang mengarah ke Mie instant cup yang berada di tangannya. "Kakak mau?"tawarnya.
Raline menggeleng, membuang muka ke arah lain menyembunyika wajahnya yang memerah karena ketahuan menatap Mie Instan cup milik Elang yang menguarkan aroma sedap sampai membuat ia nyaris meneteskan air liur, dan membuat perutnya keroncongan mengingat seharian ini ia belum memakan apa pun selain sarapan pagi di rumahnya.
Ah sial benar-benar memalukan! Masa ia tergoda dengan satu cup mie instant yang sudah entah berapa lama tidak ia sentuh? Ck!
"Kakak mau?" tanya Elang sekali lagi.
Raline mengumpat dalam hati, tidakkah pria itu langsung membelikannya saja daripada terus bertanya begitu? Raline mendengkus, ia berjalan ke arah sebuah perosotan anak-anak dan duduk di ujung perosotan tersebut, demi apa ia sangat kesal kepada sahabat adiknya itu. Apakah ia tidak mengerti betapa ia tergoda dengan mie instan cup itu, ck! menyebalkan. Setelah lama ia menggerutu dalam hati, ia melirik ke tempat ayunan namun ia tak lagi menemukan sosok Elang disana. Raline lagi-lagi mendengkus, si burung itu benar-benar sangat menyebalkan dan tidak peka!
"Ah sial! seharusnya aku ikut pulang saja dengan Steve!" gerutunya, menyesali keputusanya untuk meminta steve meninggalkannya disini sendiri dalam keadaan yang kelaparan seperti ini.
"Kak!"
Raline menoleh ke belakang dan menemukan Elang yang berdiri seraya menyodorkan satu mie instan cup yang tampak mengepul, menunjukkan jika mie itu sudah matang. Raline menatap Elang dan mie instan cup bergantian, ia juga dapat melihat jika napas pria itu tampak sedikit tersengal, membuat batinnya bertanya-tanya apakah pria itu baru saja berlari?
Elang menghela napas seraya mendekatkan cup mie tersebut mendekat ke hadapan wajah Raline, seketika aroma itu menyeruak ke hidungnya mengundang untuk segera di santap dan menghilangkan rasa lapar di perutnya. Kini Raline mengesampingkan gengsinya, gegas mengambil mie dari tangan Elang dan mulai menyantapnya tanpa mengucapkan terima kasih. Demi apa pun, aroma yang menguar dari mie instant cup ini benar-benar menggoda!
Raline menyantap, lalu memejamkan mata menikmati rasa makanan yang masuk ke dalam mulut. ah, sungguh nikmat sekali. Saking menikmatinya, Raline sampai tidak sadar jika Elang duduk di sampingnya, di sebuah kursi taman bercat hitam. Keduanya sibuk menikmati makanan masing-masing sampai Raline tiba-tiba tersedak dan Elang dengan cepat mengambil sebuah susu kotak berperisa strawberry dari dalam platik putih dengan tulisan berwarna biru merk mini market yang terkenal, dan memberikannya kepada Raline.
Raline tidak ada waktu untuk sekedar bertanya mengenai susu strawberry yang tengah ia minum. "Hm, terima kasih untuk mie, dan juga ini." ucapnya setelah meminum susu rasa strawberry itu. Ia juga mengangkat susu kotak yang hanya tinggal sedikit isinya itu kepada Elang.
Elang mengangguk. "Sama-sama kak," balasnya.
Keheningan kembali menyapa, hanya ada suara desau angin malam yang menemani dua manusia yang tampak canggung tersebut. Sadar jika tidak akan ada yang membuka suara, Raline mulai membuka topik, karena sosok pria di sampingnya tampaknya tidak pandai membuka topik pembicaraan. "Sudah lama berteman dengan Rasya?" tanyanya.
Elang mengangguk, seraya menunjuk cup mie instan milik Raline yang telah habis. Raline gegas mengambil, dan memberikannya kepada Elang, kemudian pria itu memasukkannya ke dalam kantong plastik yang agak sedang. "Sudah dua tahun. Semula aku juga tidak menyangka akan berteman dengan putra dari keluarga Alister,"
"Kenapa?" Raline mulai sedikit penasaran. Ia juga mengetahui jika Elang adalah orang yang akan berbicara jika di tanya lebih dulu.
Elang terkekeh pelan, menunjukkan gigi ginsul miliknya yang bahkan baru Raline sadari jika Elang memilikinya. Sejenak, ia terpesona pada Elang yang tengah tertawa, "Tentu saja karena status kami yang berbeda, apalah artinya diriku ini di banding dengan Rasya yang memiliki segalanya,"
Raline terus menyimak perkataan Elang, meski ia agak tidak terima saat pria itu merasa minder dengan status sosial, karena baik ia dan Rasya memang sejak kecil di ajarkan untuk tidak membeda-bedakan status sosial dalam berteman, atau kehidupan sehari-hari. Tapi jika berada di sudut pandang Elang jelas ia dan Rasya juga akan merasa kecil hati jika berada di posisi itu.
Elang menceritakan awal pertemuannya dengan Rasya yang saat motor sport miliknya mengalami kerusakan, Elang yang kebetulan bekerja di sebuah bengkel membantunya dengan memperbaiki sedikit sebelum ia tangani di bengkel tempatnya bekerja. Di saat itulah Rasya mengajaknya berkenalan dan beberapa kali makan siang bersama di kangin kampus, dan siapa sangka Rasya yng seorang putra Alister itu sangat friendly dan berteman dengannya sampai sekarang, Rasya bahkan sering menginap di kos-kosan kecilnya dengan nyaman, mematahkan pandangan oranglain tentang keluarga Alister yang sombong.
Raline tentu tidak menyangka jika adiknya memiliki teman seperti Elang yang bukan merupakan orang berada. "Apa sekarang Rasya juga ada di kosan mu?" tanyanya.
Kedua mata Elang membulat, lalu menepuk keningnya. "Ya Tuhan! Aku berjanji keluar untuk membeli mie instant untuk Rasya!" serunya seraya berdiri, ia hendak melangkah namun terhenti seraya menatap Raline. "Kakak mau ikut?" tanyanya yang tidak mendapatkan jawaban dari Raline.
Elang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ah, mana mungkin Raline sudi mengunjungi kosan kumuhnya. Meski Raline dan Rasya adalah kakak beradik, belum tentu kan mereka memiliki sikap yang sama? Apalagi jikabdi lihat dari penampilan, Raline lebih menonjolkan dirinya sebagai Alister dengan mengenakan barang-barang dan pakaian branded yabg tentu dengan harga selangit, di banding Rasya yang lebih sederhana.
"Ayo!" seru Ralinee
"Apa?" tanya Elang memastikan jika pendengarannya tidak sedang bermasalah.
"Ayo! Kau bilang Rasya juga sedang ada di tempatmu, kan? Aku akan pulang dengan Rasya nanti!" ujarnya.
Elang berdeham. Ia berpikir apakah Raline serius dengan ucapannya? Bagaimana jika nanti Raline tidak nyaman saat melihat tempat tinggalnya yang mungkin hanya sepetak bagi Raline?
"Ayo Elang!" Raline kembali berujar. Bukan karena ia tidak sabar, hanya saja ia kesal kepada pria yang berdiri di sampingnya.
"Elang!"
Elang berdeham, "Oke, ikuti aku!" akhirnya ia pasrah dan menjadi pemandu jalan, dengan Raline yang mengekorinya menelusuri bangunan yang berada di dekat taman. Selama perjalanan menuju ke kos milik Elang, keduanya sama-sama tidak ada yang membuka mulut, sampai keduanya menemukan sosok Rasya yang berdiri di ambang pintu sambil mengenakan sepatu miliknya.
"Rasya? Kau sudah mau pulang?" dengan langkah sedikir cepat, Elang menghampiri Rasya.
Rasya menoleh, dan keningnya mengerut melihat sosok sang kakak yang berjalan di belakang Elang. Matanya menyipit, menatap Elang dan Raline bergantian. "Kalian darimana? Kenapa kakak bisa bersama denganmu?" tanya Rasya.
Ah, Elang menoleh ke belakang tubuhnya ia lupa jika Raline berjalan di belakangnya. "Kami bertemu di taman tadi," jelas Elang.
Dengan alis yang terangkat, Rasya kembalu bertanya. "Taman?"
Elang dan Raline mengangguk. "Kau mau pulang?" tanya Raline.
Rasya mengangguk, jelas jika pria itu tampak belum puas dengan penjelasan singkat dari Elang. "Ayo! Aku juga ingin pulang,"
Rasya menghela napas, "Kak, yang benar saja. Aku pulang dengan motor sport milikku, bagaimaba bisa kau yang memakai dress selutut itu ingin ikut denganku?" Rasya mendadak sebal dengan sang kakak. Apa kakaknya ini sudah menjadi tidak waras karena di tinggalkan Davin?
"Minta Steve menjemputmu!" ujar Rasya.
Raline mencebik kesal. "Ck! Ponselku tertinggal di mobil Bara!" serunya kesal.
Rasya mendengkus. Lalu beralih menatap Elang yang tampak diam. "Kenapa?" tanya Elang.
Rasya hanya mengangkat bahu acuh. Sebenarnya ia masih sangat penasaran dengan Raline yang tina-tiba berjalan berdua dengan sahabatnya. "Ck, aku yang akan telepon Steve!" ia kembali membuka sepatu miliknya yang sudah terpasang sempurna, dan masuk begitu saja ke dalam kos milik Elang.
"Ck! Anak itu," cibir Raline saat Rasya masuk begitu saja ke dalam kamar kos milik Elang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penakluk Hati Nona Presdir [Alister Series III]
RomanceRaline Shakira Alister sang nona presdir dari Raline INC, adalah sosok wanita cantik yang penuh kharisma, dan menjadi wanita idaman semua pria di muka bumi ini. Bukan hanya karena memiliki paras yang cantik, mata tajam, dan tubuh yang ramping. Ralin...