PHNP 11 || Nasib Davin

130 16 0
                                    

"Jadi, apa saja yang Raline lakukan kepada pria keparat itu?"

Rajendra sudah tidak sabar ingin mendengar penjelasan Steven tentang balas dendam yang di lakukan putrinya kepada Davin si lintah darat. Dengan senang hati, Steven langsung memberitahu semua yang terjadi hari ini, namun sang kepala keluarga Alister itu tampak tidak puas.

"Jika saja Rosie tidak melarangku ikut campur, aku sudah melenyapkan pria bajingan itu dengan mudah," ucapnya geram.

"Bagaimana dengan Yudha dan Katrina? Apa mereka benar-benar akan mengadakan pernikahan dengan si bedebah itu?"

Steven mengangguk pelan. "Pak Yudha dan putrinya terlihat mendatangi sebuah vendor dan sempat memilih tema dan konsep pernikahan," papar Steven. Ia menatap wajah Rajendra yang tampak gusar, ia tahu jika Rajendra sangat mengkhawatirkan Raline, apalagi setelah tahu putrinya di campakkan begitu saja oleh pria tidak tahu diri itu.

"Raline anak yang hebat, dan kuat. Ia sudah melakukan upaya balas dendam sendirian," ucap Steven.

Rajendra mengangguk pelan, "Raline persis seperti Rosie,"

Steven mengangguk membenarkan.

"Jadi aku sudah tidak bisa membantu apa pun untuk putriku, ya?" gumamnya. Ia merasa sedih karena tidak bisa melindungi putrinya sendiri, namun di satu sisi ia merasa bangga. Membalas dendam kepada orang yang di cintai bukanlah hal yang mudah. Entah sebanyak apa Raline menangis diam-diam merasakan sakitnya sendirian, dan menutupi sisi rapuhnya kepada orang lain.

"Terima kasih Steve, sudah banyak membantu Raline hari ini," ucapnya.

Steven mengangguk dan mengulum senyum. Rajendra dan seluruh keluarga Alister selalu saja mengucapkan terima kasih kepadanya yang bahkan tidak melakukan hal yang sepadan untuk membalas semua kebaikan yang ia terima dari keluarga Alister ini.

Bahkan jika ia seumur hidup menjadi orang suruhan keluarga Alister tetap tidak akan cukup.

"Kau boleh pergi ke tempatmu," ucapnya yang juga berdiri berjalan meninggalkan ruang kerjanya untuk.menghampiri sang istri. Ia akan mengurung Rossaline di dalam kamar agar Raline tidak merebutnya.

Sementara itu di tempat lain, berdiri seorang pria di depan pintu rumah megah dengan wajah yang terlihat geram. Bagaimana tidak, ia sudah di permalukan habis-habisan oleh Raline dengan menjual seluruh aset pemberiannya, bukan hanya ktu Raline juga bahkan membekukan kartu kredit miliknya. Sial! Beruntung ia memiliki tiga lembar uang pecahan berwarna kemerahan di dalam dompetnya, yang ia gunakan untuk membayar biaya taksi menuju ke rumah milik Erica kekasihnya.

Tidak sia-sia ia memberikan uang ratusan juta kepada Erica untuk membeli rumah megah yang saat ini ia kunjungi, setidaknya ia memiliki tempat untuk tinggal.

Ting tong!

Ia menekan bel, dan tak lama pintu di hadapannya terbuka, memunculkan sosok Erica yang mengenakan gaun tidur sebatas mata kaki berwarna maroon, dengan potongan tali spagheti di kedua bahunya. Benar-benar terlihat sexy dimata Davin.

Erica memandangnya dengan terkejut. "Davin?" gumamnya, sedetik kemudian wajah Erica terlihat resah, apalagi saat Davin melangkah masuk ke dalam rumah tanpa permisi.

Erica gegas menutup pintu, dan berlari kecil menarik tangan Davin untuk duduk di sebuah sofa ruang tamu. Melihat gelagat Erica, ia lantas bertanya. "Kenapa?" tanyanya.

Erica berdeham, tidak menjawab pertanyaan Davin. "Kenapa kembali? Bukankah kita sudah bertemu?"

Davin menghela napas, menyandarkan tubuhnya ke sofa empuk di ruang tamu Erica, dengan kedua mata yang menatap ke langit-langit rumah ini. "Raline menjual semua aset yang di berikan kepadaku,"

"Apa?' Erica berseru dengan penuh keterkejutan. "Bagaimana bisa? Bukankah selama ini seluruh aset itu atas namamu?"

Davin menggeleng, mengakui kebodohannya yang satu itu.

Erica berdecak tidak percaya jika Davin sebodoh itu. "Lalu, sekarang kau tidak memiliki tempat tinggal, begitu?"

Davin mengangguk, memiringkan kepalanya untuk melihat wanita cantik berbalut gaun tidur maroon itu. "Bukan hanya itu, dia memblokir kartu kredit dan aku juga kehilangan pekerjaanku. Kuasa seorang Alister memang bukan main-main," ucapnya.

Erica menghela napas kasar. "Jika sudah tahu begitu, kenapa kau main-main dengan Raline, dan mengencani Katrina?"

Kedua mata Davin menatap sendu, ucapan Erica seolah menyalahkan semuanya kepadanya. "Kenapa kau menyalahkanku? Kau juga menikmati permainan ini kan? Lagipula semua yang kau miliki ini dari uang yang aku peras dari Raline dan Katrina,"

Erica memijat pelipisnya. "Lalu apa rencanamu setelah ini?"

"Tinggal serumah denganmu," ucapnya enteng.

Erica sontak berdiri dari posisinya, bertolak pinggang menatap Davin dengan tajam. "Tidak! Maksudmu kau akan menumpang hidup denganku?"

Davin mengerutkan kening. "Tidakkah ucapanmu itu terlalu kasar? Menumpang hidup katamu? Kau pikir selama ini kau tidak menumpang hidup padaku?" Davin membalas ucapan Erica dengan sama kasarnya.

Erica menyugar rambutnya, "Tidak. Aku tidak mau tinggal denganmu!"

Melihat perlakuan Erica, dan perkataannya membuat Davin naik pitam. Ia yang sudah kacau karena Raline menarik seluruh aset, dan menjadikannya sengsara dengan kehilangan pekerjaan, sekarang Erica juga membuatnya semakin geram. Ia sengaja menemui Erica berharap wanita itu bisa menenangkannya, namun ternyata harapannya sia-sia. Erica seolah mengusirnya dan mengatakan jika ia tidaklah berguna.

Davin berdiri berhadapan dengan Erica. "Ada apa denganmu? Bukankah sebelumnya kita baik-baik saja saat bertemu tadi sore?"

Jika saja Erica bukanlah orang yang ia cintai, mungkin Davin sudah bersikap kasar sekarang.

"Siapa sayang?"

Suara itu mengalihkan atensi Davin yang semula berpusat kepada Erica. Kedua matanya melotot saat menemukan sosok pria dengan perawakan kekar nan jangkung, pria itu turun dari kamar Erica hanya mengenakan celana bahan semata kaki berwarna hitam tanpa atasan.

Pikirannya semakin kacau, melihat pria itu muncul dari arah kamar Erica tanpa pakaian atas, lalu ia melirik ke Erica yang memang malam ini terlihat sedikit lebih sexy meski mengenakan gaun tidur semata kaki.

"Siapa?" tanya dengan tatapan tajam, dan langsung mencengkeram tangan Erica dengan kuat. "SIAPA LELAKI ITU!"

Buk!

Tepat setelah ia berteriak kepada Erica, pria yang tadi ia lihat tengah menuruni tangga itu sudah memukul rahangnya dengan kuat, hingga tubuhnya sedikit terhunyung. Pria itu juga segera melepaskan cekalan tangannya dari Erica, lalu menyembunyikan Erica di belakang tubuh besarnya.

Davin berdecih. Ia kemudian terkekeh hambar, apakah ia langsung mendapatkan karmanya?

Erica wanita yang ia sanjung-sanjung, ia berikan segalanya itu berselingkuh selama ini?

"Ha ha ha. Kau diam-diam bermain di belakangku? Memasukkan pria lain ke dalam rumah yang kau beli dengan uangku? Hah aku benar-benar tidak percaya ini,"

Tidak ada sahutan dari Erica maupun pria yang menjulang di hadapannya. Davin hanya bisa tertawa, selama ini ia sudah di bodohi oleh Erica, Raline pasti akan semakin senang melihatnya seperti ini.

Melihatnya benar-benar hancur.

"Hah! Kau benar-benar berhasil membodohiku, jalang kecil!"

Bugh!

Lagi-lagi Davin mendapatkan pukulan. "Jaga kata-katamu. Sekali lagi kau berani menghardik Erica, aku akan membuat hidupmu berakhir!" ancamnya pada Davin yang tersungkur di atas lantai dengan luka dua pukulan di wajahnya.

Ia benar-benar terlihat menyedihkan.

Penakluk Hati Nona Presdir [Alister Series III]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang