PHNP-6 || APA KEJUTANKU BERHASIL?

163 18 0
                                    

Raline mengernyit dan perlahan membuka kelopak matanya, ia sedikit terkejut dengan dirinya yang sudah berada di dalam mobil dan lagi hari sudah mulai gelap. Ia menoleh ke sisi kanan dan menemukan Steven yang tengah mengemudi, ia bertanya-tanya berapa lama ia tertidur sampai tidak sadar jika Steven membawanya pergi dari Spring Heaven. "Sekarang jam berapa?" tanyanya yang malas sekali untuk sekedar melihat arloji yang melingkar di tangan kirinya. 

"Apa kau menangisi pria tidak tahu diri itu semalaman? Sampai kau tertidur seperti orang mati!"

Raline berdecak, memilih memejamkan matanya lagi. "Kita mau kemana?"

Steven melirik sebentar kepada Raline yang kembali memejamkan mata. "Jangan tidur. Kau bilang ingin balas dendam! Kau ingin pria itu mengejek tampilan wajahmu yang sepertu bebek itu?"

Buk!

Raline memukul lengan Steven dengan sedikit keras lalu ia membuka kedua matanya. "Ah, aku lupa jika tidak ada pouch make up miliku di mobil Bara," keluhnya. Ia bertekad lain kali akan menaruh pouch make up di mobil Bara, mengingat ia sering membawa mobil Bara ketimbang mobil sport mewah miliknya.

"Ya itu salahmu sendiri, mengapa tidak membawa mobil milikmu sendiri?" selorohnya yang membuat Raline berdecak kesal. Wanita itu segera bercermin pada kamera ponselnya, ia tidak mau terlihat buruk di hadapan mantan sialannya itu! 

"Bisa mampir ke mall sebentar?" 

Meski Steven mendengkus kasar dan berwajah masam, ia tetap mengikuti keinginan Raline. "Aku butuh pakaian baru, membeli cushion, lipstik," ocehnya.

"Kau terlalu berlebihan. Alat make up milikmu sudah banyak sekali, kenapa harus membeli baru?" Steven heran mengapa kaum wanita gemar membeli barang yang sama. Seperti Cushion, Raline bahkan memiliki banyak dengan merk yang berbeda, lipstiknya juga sangat banyak dengan warna yang berbeda. Ck! Pemborosan!

Raline tidak mendengarkan ocehan Steven, "Aku butuh heels baru, anting, dan aksesories lainnya. Hmm apalagi ya?" 

Steven hanya menggelengkan kepalanya, malas menanggapi Raline yang terus mengoceh seperti burung beo. "Ah, apa aku perlu ke salon juga?"

Steve menoleh dan melotot tajam. "Aku akan meninggalkanmu di tengah jalan jika nekat pergi ke salon!"

Raline mencebik kesal. Steven menghela napas, ia harus memiliki banyak stok kesabaran untuk menghadapi Raline seumur hidupnya.

"Yees!! ayo kita berbelanja!!" seru Raline riang setelah mobil yang di kemudikan Steven memasuki area parkir sebuah mall yang tidak jauh dari apartemen yang di tinggali Davin. Ups, maksudnya apartemen yang pernah di tinggali Davin, karena unit itu sudah memiliki penghuni baru Hahahahaha.

Raline langsung berlari riang seperti anak kecil dan masuk ke dalam Mall. Steven akan menunggunya di tempat biasa, di depan mall seraya memesan kopi dan makanan ringan selagi menunggu Raline berbelanja, jujur saja ia paling malas menemani Raline belanja karena wanita itu akan memakan waktu yang sangat lama. Ia memainkan ponsel, mengirim sebuah pesan kepada Raline meminta agar wanita itu berbelanja dengan cepat, karena mereka harus bertemu Davin.

******

Mobil sport berwarna hitam mengkilap itu memasuki kawasan apartemen elit dengan sistem keamanan yang kuat, ia memakirkan mobilnya di depan gedung apartemen enggan ke basement, karena nanti pukul 10 malam ia kan keluar lagi untuk bertemu dengan Erica dan makan malam romantis padahal ia baru saja pulang dari rumah Erica memberikan uang sebesar lima ratus juta untuk kekasihnya tersebut. Dengan riang ia keluar dari dalam mobil mewahnya setelah memastikan terparkir dengan baik.

"Selamat malam pak!" sapa sang security yang berjaga di depan lobi apartemen.

Davin megangguk tanpa membalas sapaan dari orang tersebut, ia melemparkan kunci mobilnya kepada sang security. Lalu berjalan masuk, menaiki lift menuju ke unitnya. Steven sengaja memberikan perintah kepada resepsionis untuk membiarkan Davin masuk, dan mereka boleh melemparkan karung besar berisi pakaian Davin saat David kembali turun dan protes karena tidak bisa masuk ke dalam unit apartemennya sendiri.

Ting!

Lift yang membawa Davin berhenti tepat di lorong yang mengarah ke unit apartemennya, seraya bersenandung riang ia menekan nomor sandi apartemennya, namun sesaat wajahnya yang semula ceria itu berubah kesal dengan kening yang mengerut ia kembali menekan nomor sandi pintu apartemennya, namun sudah melakukan sebanyak lima kali percobaan pintu apartemennya tidak bisa terbuka, padahal ia sudah menekan angkanya dengan benar. "Shit!" umpatnya. "Ada apa dengan apartemen ini? kenapa tiba-tiba alat ini tidak berfungsi?" makinya seraya menendang pintu di hadapannya.

Kesal karena tidak bisa membuka pintunya, ia kembali menaiki lift menuju ke lantai dasar untuk memprotes tentang masalah ini. Sesampainya di lantai dasar ia langsung menggebrak meja resepsionis dengan keras dan wajah yang terlihat sangat marah sedangkan dua orang wanita yang bekerja sebagai resepsionis itu memasang wajah datar seolah tidak terusik oleh perlakuan Davin, karena sejak awal Steven meminta mereka untuk jangan takut dan juga menyebutkan ini adalah perintah Raline.

"Kenapa dengan pintu apartemenku? Smart lock nya tidak berfungsi!" serunya dengan kesal, namun kedua resepsionin itu tidak menanggapi. Geram karena mereka sama seklai tidak menanggapi dirinya, ia mulai melempar barang yang berada di meja tersebut ke lantai.

Keduanya tampak keluar dari balik meja seraya menarik sebuah karung besar ke hadapan Davin. "Bapak Davin yang terhormat. Unit apartemen nomor 3392 sudah beralih kepemilikan dari nama Raline Shakira Alister menjadi nama pasangan suami istri Leoni dan Anzelio. Dengan penuh hormat kami mengatakan bahwa anda tidak berhak lagi tinggal disini!" seru seorang resepsionis dengan nama Iriana yang tertera di name tag yang di kenakannya.

Mendengar itu wajahnya semakin marah. "Berani-beraninya kalian melakukan ini kepadaku!"

Luciana sang resepsionis lain tertawa, "Kenapa tidak? Anda pikir unit yang anda tinggali itu adalah nama anda? itu di beli dengan nama Raline Shakira Alister, bukan Davin Spencer!"

Wajahnya semakin memerah. Ia tidak perlu bertanya siapa yang melakukan ini semua karena tentu Raline yang melakukannya. Sial! ia mengacak rambutnya kesal, menendang karung besar di hadapannya. "Dimana barang-barangku?" tanyanya. Ia tidak ingin berdebat karena salahnya tidak membujuk Raline mengalihkan unit apartemen itu atas namanya.

"Itu barang-barang anda!" jawab kedua resepsionis dengan kompak, dan juga wajah yang memandangnya dengan sinis seolah merendahkandirinya dan mengatakan jika ia bukanlah siapa-siapa tanpa Raline.

"Laptop, lemari, semua barang-barang milikku dimana?" 

Demi Tuhan, perasaannya sudah sangat kacau. Bisa-bisanya Raline melakukan ini semua kepadanya, bukankah Raline sangat mencintainya?

"Nona Raline hanya mengatakan barang-barang milikmu semua ada di dalam karung itu!"

"Shit!" umpatnya lalu ia meninggalkan karung berisi  barang-barang miliknya itu, ia keluar dari lobi dan menemukan Raline yang tengah berjabat tangan dengan seseorang lalu memberikan sebuah kunci mobil kepada orang itu.

Kedua matanya melotot, darahnya mendidih melihat orang itu justru memasuki mobilnya dan mengemudikannya keluar dari area apartemen, sedangkan Raline tampak sibuk menghitung uang dari dalam amlop yang sangat tebal. Ia berlari dan menghampiri Raline yang saat itu bersama dengan seorang pria. "RALINE!!" teriaknya.

Raline yang sibuk menghitung uang itu menoleh dan tersenyum lebar melihat Davin, ia memberikan uang itu kepada Steven. "Oh Hai Davin!" serunya riang seraya melambaikan tangan, seolah ia tidak membuat dosa apa pun kepadanya.

Davin mengepalkan kedua tangannya, jika saja Raline bukan seorang perempuan ia sudah menghajarnya karena kurang ajar. Tanpa sepengetahuannya, Raline menjual unit apartemen yang ia tinggali beserta seluruh barang-barang miliknya, dan membuatnya di permalukan. Lalu wanita itu juga menjual mobil miliknya? Cih!

"Apa yang kau lakukan hah? kenapa kau menjual mobilku?"

Steven langsung menghadang Davin yang melangkah mendekat kepada Raline. Raline tertawa, memunculkan wajahnya di balik punggung Steven, "Bagaimana kejutanku? Apa kejutanku berhasil?" ucapnya dengan ekspresi senang yang membuat kemarahan Davin memuncak.

Penakluk Hati Nona Presdir [Alister Series III]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang