PHNP 20 || TAK TERDUGA

87 14 1
                                    


Sial!

'Kenapa tiba-tiba jantungku berdebar?'

Raline benar-benar pahatan yang sempurna. Wajar, jika putri Alister ini menjadi incaran banyak pria.

Otak Elang tiba-tiba tidak bisa berpikir dengan jernih, aroma mawar, bercampur parfum mahal yang berasal dari Raline benar-benar memabukkannya.

"Ah, padahal kau hanya membeli jas, serta kemeja saja. Kenapa tingkahmu seperti baru saja membeli celana dalam," Raline berucap setelah berhasil merebut paper bag milik Elang, dan melihat isinya.

Sedangkan sang empunya masih membatu, dengan jantung yang terus berdebar.

"Elang! Hey!" Karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari pria si hadapannya, ia lantas menepuk kedua pipi Elang.

Namun Raline nyaris teesungkur saat Elang menghempaskan tangannya dengan sangat kasar, bahkan ia merasakan sangat kesakitan pada bagian jemarinya. Seakan tersadar, Elang lantas menggenggam kedua tangan Raline dan mengucapkan kata maaf berkali-kali.

"Tidak apa-apa. Ayo aku harus bertemu dengan klien," titahnya, setelah memberikan paper bag di tangannya kepada Elang, dan selama perjalanan keduanya tampak hening, tidak sepertu biasa.

Terlebih Raline yang tiba-tiba bertanya dalam hati, dengan sikap Elang barusan. Elang seakan berubah menjadi sosok yang berbeda.

Apa karena pria itu marah karena ia merampas barang, dan melihat isinya tanpa izin?

Ayolah, sorot tajam dan sifat Elang yang kasar masih mengusik pikirannya.

****

Sudah satu minggu berlalu setelah peristiwa malam itu. Hubungan Elang dan Raline yang semula dekat kini mulai merenggang. Tidak ada lagi telepon di malam hari menjelang tidur, Raline hanya menghubunginya saat ada kepentingan saja. Tentu saja ini membuat Elang ketar-ketir. Bukan! Bukan karena Elang merasa kehilangan, tapi hubungan mereka yang seperti ini malah membuat rencananya semakin lambat.

Pagi ini, Raline menghubungi untuk mengambilkan file miliknya yang tertinggal di rumah Karel Alister.

"Ah, mau tunggu di depan saja? Kenapa tidak masuk?" ucap Meira saat Elang tiba dan mengatakan apa tujuannya kemari.

"Tidak usah nyonya. Saya akan menunggu disini saja,"

Meira mengulas senyum, "Oke. Kau boleh berkeliling dulu di taman jika mau. Ah, ada suamiku juga disana, siapa tahu kau ingin mengobrol sebentar, selagi menungguku mengambilkan berkasnya,"

Elang tampak berpiki beberapa saat, sebelum akhirnya Meira menepuk pelan bahunya. "Tunggu disana saja oke. Kau tidak perlu sungkan kepada keluarga kami,"

Elang akhirnya mengangguk. Lalu berjalan menuju taman samping bangunan megah yang di tinggali oleh Karel Alister, selama perjalanan ia berpikir apa mungkin keluarga sebaik mereka telah membunuh kedua orang tuanya?

Twinkle twinkle little star,

How I wonder what you are,

Samar-samar ia mendengar sebuah suara yang bersenandung pelan menyanyikan sebuah lagu anak-anak. Keningnya mengerut, bertanya-tanya kiranya siapa yang menyenandungkan lagu ini di pagi hari?

Up above the world so high,

Like a diamond in the sky,

Langkah kakinya melambat sesaat suara itu tampak tidak asing. Tiba-tiba saja dadanya berdebar, kini langkah kakinya tidak lagi melambat, ia justru berjalan dengan cepat terkesan setengah berlari mencari asal suara itu.

Twinkle twinkle little star,

How I wonder what you are,

Ia lantas menghentikan langkahnya di belakang seorang wanita yang tengah menyiram tanaman, sedikit jauh gazebo yang di tempati Karel.

"Twinkle twinkle little star," wanita itu kembali bersenandung.

"How I wonder what you are," Elang menyahut, membuat wanita yang tengah menyiram tanaman itu terkejut hingga menjatuhkan alat penyiram tanaman ke atas tanah. Lalu ia berbalik dan kedua netra berwarna hitam itu saling beradu.

Elang lebih terkejut lagi, dadanya terasa nyeri. Wajah itu, bagaimana mungkin ia bisa melupakannya? Wajah wanita yang selalu tersenyum, menyanyikan lagu "Twingkle little star" untuknya setiap malam sebelum tidur.

Itu adalah ibunya, SHENINA DIRGANTARA. Bagaimana bisa berada di hadapannya?

Lalu mengapa ibunya berada di kediaman Alister? Bukankah ibunya sudah meninggal puluhan tahun lalu?

Pamannya juga mengatakan demikian, lantas mengapa ibunya bisa berada di sini dalam keadaan baik-baik saja?

"Si--siap--"

"Ma. Aku Elang, putra mama."

Wanita di hadapannya tampak terkejut. Ia menatap lekat wajah pria yang mengaku adalah putranya itu. Pria itu bahkan terlihat mulai menangis di hadapannya. "Apa kau Elang Dirgantara?"

Dengan wajah yang basah, ia mengangguk.

Lantas wanita itu ikut menangis, dengan langkah gontai ia melangkah dan mendekat, seraya meraba wajah sang putra. "Putraku .... " Pecahlah sudah tangis kedua orang yang baru saja saling bertemu itu.

Keduanya terisak seraya saling memeluk. Shenina meraba rambut putranya mencari bekas jahitan luka di kepalanya, tangisnya semakin pecah saat menemukan hal itu.

Elang-nya sudah sangat dewasa. Bocah kecil yang selalu mengoceh karena ayahnya selalu menjahilinya, kini sudah tumbuh sangat dewasa, mewarisi wajah sang ayah.

"Mamaaaa!!"

"Iya sayang. Mama disini Nak,"

Memdengar suara tangis, Karel yang tengah bersantai seraya membaca buku itu segera menghampiri dua orang yang saling berpelukan dan menangis itu. Ia juga merasa heran kenapa Elang bisa kenal dengan Elena?

Tak lama Meira juga datang, dengan sebuah map berisi dokumen milik Raline. Sama dengan Karel, ia juga bertanya-tanya apakah Elang dan Elena saling mengenal?

Ia menatap Karel, suaminya itu hanya menggelengkan kepalanya ia dan Meira harus memberikan mereka waktu berdua. Ia menghampiri Meira dan mengajaknya untuk masuk ke dalam rumah.

Mereka berdua bahkan tidak tahu jika wanita yang sudah lama bekerja di rumah ini adalah ibu dari Elang. Karel juga gegas meminta sopir pribadinya untuk mengantarkan dokumen yang Raline butuhkan, tak lupa juga mengabari sang keponakan jika Elang tidak bisa mengantarnya kesana.

Yah, benar kata orang, dunia ini begitu rumit. Shenina Dirgantara yang Elang pikir meninggal, dan berada di alam yang berbeda, justru masih hidup dengan baik di rumah Karel, tempat yang cukup sering ia kunjungi.

Lantas, apa yang terjadi dengan Shenina Dirgantara sebenarnya?

Jika memang sejak awal ia masih hidup, mengapa tidak mencoba datang ke rumah Samudera, dan menemui Elang? Kenapa justru berada di rumah keluarga Alister?

Jika memang sejak awal ia masih hidup, mengapa tidak mencoba datang ke rumah Samudera, dan menemui Elang? Kenapa justru berada di rumah keluarga Alister?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



TBC

GIMANA SAMA PART INI? HUHUHU MAAF YA KALAU FEEL SEDIHNYA KURANG DAPET 😌 OH YA, THANKS FOR 1K READERS ❤️, SEMOGA GAK BOSEN YA SAMA CERITA INI 🥴

With love,

SENJA BULAN JUNI ❤️❤️

Penakluk Hati Nona Presdir [Alister Series III]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang