Tentangnya

16 3 0
                                    

Rumah megah bercat putih dengan pagar tembok tinggi itu hanya dihuni dua lelaki berbeda usia, Samudra dan ayahnya, Damar Pranata Argantara. Bi Lasmi bekerja sebagai asisten rumah tangga sejak usia pertama pernikahan Damar dengan Sekar, ibu Samudra. Setelah lima tahun penantian, mereka baru dikaruniai seorang anak laki-laki. Sayangnya usia Sekar tidak lama. Ketika anak pertama mereka menginjakkan kaki di bangku SD, ia sudah harus kembali menghadap Tuhannya.

Samudra Arsyanendra Argantara, pemuda dengan postur tubuh yang ideal. Tak hanya itu, wajah tampan dengan hidung mancung dan kulitnya yang sawo matang itu membuatnya diidam-idamkan banyak perempuan.

Berasal dari keluarga yang serba berkecukupan tidak membuatnya menjadi anak yang bermalas-malasan. Samudra tidak pernah menyerah sebelum ia mendapatkan apa yang ia inginkan.

Suara motor terparkir jelas di depan tempat di mana semua kendaraan pemilik rumah itu berada. Dengan langkah tergesa pemilik suara motor itu memasuki rumah. Sesampainya di rumah, Samudra langsung menuju singgasananya untuk merebahkan diri setelah seharian ia habiskan untuk kegiatan sekolah.

"Mas, langsung mandi, ya. Bersihin badan dulu baru rebahan," suara teriakan Bi Lasmi terdengar memenuhi ruangan.

Sejak ditinggal ibunya, Samudra dirawat oleh Bi Lasmi, asisten rumah tangga orang tuanya itu. Bi Lasmi tinggal bersama sepasang ayah dan anak itu untuk mengurusi segala keperluan rumah. Ia akan pulang ketika hari raya atau keperluan lain yang mengharuskan ia pulang ke kampung halamannya.

"Menu makan malam hari ini apa, Bi?" Samudra berjalan menuju dapur.

"Sayur sop sama ayam goreng, Mas," sahut Bi Lasmi sembari menyiapkan hidangan makan malam.

"Jangan lupa bikin sambal ya, Bi!" Pinta Samudra.

~*****~

Cahaya senja memaksa masuk melewati jendela kaca yang tertutup gorden. Waktu menunjukan pukul 17.00. Damar menghentikan kegiatannya. Beberapa kertas yang harus ia tanda tangani dibiarkan menumpuk di sudut mejanya.

Samudra

Papa otw pulang Sa

Iya, hati-hati Pa

Jalan kota yang cukup ramai ketika jam pulang kantor itu membuat Damar cukup bisa menikmati senja lebih lama. Senja mengingatkannya dengan sang kekasih yang sudah tiada sejak 8 tahun lalu.

Usia Damar yang masih tergolong muda di pertengahan kepala tiga tidak membuatnya ingin menikah lagi. Bayang-bayang sang istri masih selalu menghantuinya ketika malam hari. Hidup berdua dengan sang anak sudah membuatnya bahagia.

Damar dan Sekar merajut kisah sejak mereka duduk di bangku kuliah semester satu hingga akhirnya menikah dan mempunyai anak. Hal itulah yang membuat Damar belum bisa menerima orang baru untuk menggantikan mendiang sang istri.

Setelah memakan waktu kurang lebih satu jam perjalanan, mobil yang dikendarainya sudah terparkir rapi, persis di sebelah kuda besi milik anaknya.

~*****~

Suara sendok dan garpu saling beradu di ruang makan. Dua orang berbeda usia itu fokus dengan apa yang ada di depannya.

"Gimana awal sekolah kamu, Sa?" Damar membuka percakapannya dengan Samudra.

"Tadi aku belajar sejarah Pa," jawab Samudra.

Setelah selesai makan malam, mereka melanjutkan kegiatannya masing-masing. Pak Damar melanjutkan pekerjaan kantor yang tertumpuk di meja kerjanya.

Sebelum pergi tidur, Samudra menyempatkan waktu untuk belajar. Di sudut meja belajarnya terpampang jelas pigura semasa ia masih TK. Melihat dirinya sendiri di pigura dengan penerangan lampu belajar yang redup dan suasana yang sunyi seakan membuat Samudra datang kembali ke masa lalu.

Mengingat kembali masa yang hanya dipenuhi dengan bermain. Berbeda dengan sekarang, ia harus memikirkan masa depannya. Samudra sudah memutuskan untuk sekolah di SMK Sakti Bina Bangsa yang notabene sekolah penerbangan. Ia harus belajar dengan sungguh-sungguh untuk meraih cita-citanya.

Setelah dirasa cukup membolak-balikan lembaran kertas materi sekolahnya, Samudra mengistirahatkan badannya untuk mempersiapkan hari esok yang mungkin akan lebih memakan energinya.

~*****~

DI ANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang