Pagi datang sedikit lebih cepat hari ini, Kris bangkit dari kasur nya, wajah nya masih sangat bengkak, seluruh tubuhnya juga terasa berat dan kaku.
Ponsel nya menunjukan pukul 5 pagi.
Kris menyipit membaca chat dari Tyan.Tyan.
"Bagaimana keadaanmu? Okay kah?."Kris.
"Okay kok, ngga perlu khawatir."Kris mengetik pesannya sambil mengusap pipinya yang basah, ironis sekali.
Tidak tau apa yang akan dia hadapi nanti, tapi sejak kemarin dia sama sekali tidak menjawab telpon atau chat dari Dean, Kris berharap semuanya selesai begini saja, menyedihkan tapi apa boleh buat, besar kemungkinannya dia akan memeluk Dean lagi kalau-kalau mereka mengobrol atau mendengar permintaan maaf darinya.Pagi hari selalu menjadi waktu tersingkat bagi Kris, rasanya baru beberapa menit lalu dia bangun, tapi sekarang sudah pukul 7.15 lagi.
Di teras rumahnya, Kris berdiri beberapa detik, baru beberapa hari lalu, Dean datang untuk menjemput atau mengantarnya pulang.
Sekarang Kris harus merelakan moment itu yang tidak lagi mungkin akan terulang, entah bagai mana tapi sekarang semuanya terasa sangat menyedihkan, hujan tidak turun, tapi atmosfer nya terasa sangat suram, Kris masuk ke dalam mobilnya.
Sampai di depan kelasnya, kaki Kris berhenti melangkah mendapati orang yang paling dia hindari ada di hadapannya, duduk di kursinya dengan gelisah.
Dengan helaan nafas Kris kembali melangkahkan kakinya mendekat, Dean berdiri dari kursinya begitu menyadari keberadaan Kris di sana."Kris, please kita butuh bicara."
Kris menoleh pada Ammy yang duduk di kursinya sambil menggelengkan kepala.Tapi Kris memilih meng iyakan, entah apa yang dia pikirkan, tapi disini Kris sekarang berada, di ruang seni dengan Dean duduk di sebelahnya.
Beberapa detik berlalu Kris menghela nafas menunggu sepatah kata atau penjelasan dari Dean yang tidak kunjung di mulai.
"Kamu ngga perlu merasa bersalah...
Aku juga ngga berharap apa-apa sejak awal, semuanya berjalan sejalan dengan prediksi ku sejak awal."Dean mengangguk canggung.
"Awalnya aku berniat menjelaskan, tapi keadaannya sekarang, mungkin aku cuma bisa minta maaf, semua jadi berantakan.""Iya, bagai manapun, dari awal aku memang tidak percaya denganmu, jadi apa masalahnya.
Dean boleh pergi kalau memang seharusnya begitu.""Masalahnya aku belum mau pergi."
Kris menoleh mendapati Dean yang menatap ke arahnya, wajahnya terlihat khawatir.
"Aku tau aku salah, tapi apa boleh kita mulai lagi, ayo kita mulai dari sekedar berteman biasa, seperti awal kita mulai dulu."
Kris membuang wajahnya saat sekali lagi air matanya mulai mengalir.
Butuh beberapa menit untuknya berpikir, tapi berat sekali rasanya untuk merelakan Dean, sesakit apapun yang dia rasakan, tetap saja dia tidak bisa membayangkan hari-harinya nanti tanpa Dean."Kali ini, ayo jangan melibatkan perasaan."
Dean membatu di posisinya, matanya memerah tapi perlahan dia menganggukan kepalanya.
"Okay..."
Dean memeluk Kris yang tidak bergerak dari posisinya, pelukan yang entah bagaimana terasa melegakan tapi tidak begitu bermakna lagi bagi Kris, tidak ada lagi detak jantung yang menggebu-gebu atau Euphoria.
"Sekarang kembali ke kelas, aku masih mau di sini."
Kris mendorong tubuh Dean menjauh.Dean beranjak dari tempatnya, berkali kali menoleh kebelakang sampai akhirnya tidak lagi di lihat oleh pandangan Kris.
KAMU SEDANG MEMBACA
LACHESISM
Fantasy"Dunia memperlakukanku seolah aku tidak pernah pantas untuk di pertahankan."