XIII.

834 35 0
                                    


"Mom lihat, Kak Mark membelikanku boneka ini. Lucu kan?"

Dengan senyum cerah, Haechan memamerkan boneka beruang coklat berukuran sedang kepada Ibunya. Bulunya yang halus membuatnya mudah untuk dipeluk dan dibawa kesana-kemari.

"Kau ini sudah umur berapa masih suka boneka seperti itu." Ujar Ten yang tak lain adalah Ibu dari dua anak tersebut.

"Biar saja, lagi pula ini ada anaknya. Lihat." Kembali memamerkannya. Terdapat saku di boneka tersebut yang jika diraba terdapat anak boneka yang berukuran lebih kecil. Sebuah simbolis bahwa penerima boneka akan memiliki anak pula.

Yang jelas Haechan bahagia bukan main. Kedatangan kakaknya kali ini memberikan senyum besar setelah sekian lama bertingkah sok sibuk terhadap adiknya sendiri. Walau bukan hari libur, tapi Mark memutuskan kemari. Rumah besar tempat orang tuanya tinggal. Dimana sebelumnya mendapat kabar bahwa adiknya Haechan pun sedang berada di sana.

"Jaemin tidak ikut kemari Mark?" Tanya Ibunya. Ikut duduk bersama Mark dan Haechan di ruang tengah sembari merangkai bunga.

"Hari ini dia sedang ada kegiatan, entahlah mungkin besok dia akan menyusul kemari." Tegas Mark ketika tadi pagi istrinya meminta izin bertemu produser yang menawar naskahnya lagi. Jaemin harus mendiskusikannya dan itu berarti dia membatalkan rencana untuk ke rumah besar dengan Mark.

"Boneka itu Jaemin yang membelinya." Timpal Mark lagi.

"Ah benarkah?" Mata Haechan berbinar "Aku akan mengirim pesan terima kasih nanti."

Dibanding hadiah mewah, berlian atau pakaian lainnya, Haechan memang lebih menyukai hadiah yang serba lucu. Jaemin benar-benar mengerti dirinya dengan sangat baik.

"Lain kali jangan keseringan membiarkan istrimu pergi-pergi sendiri." Ujar Ibunya tiba-tiba.

"Kenapa?"

"Kau suaminya Mark. Jika Jaemin terlalu terbiasa berpergian sendiri, mengurus semuanya sendiri, akan hilang rasa ketergantungannya terhadap suaminya."

"Bukankah itu yang dinamakan istri mandiri?"

"Semandiri-mandirinya seorang istri dia tetap harus membutuhkan suaminya untuk bersandar. Bebaskan dia sewajarnya saja."

Mark sedikit merenung. Tidak biasanya Ibunya memberi nasehat yang begitu dalam. Membuatnya berpikir sepuluh kali lipat bahwa yang dikatakan Ibunya ada benarnya juga. Tapi tahukah siapa itu Lee Jaemin? Bahkan ketika Mark menawarkan segala hal, itu akan berakhir ditolak. Berdalih tidak ingin merepotkan suami padahal Mark sama sekali tidak merasa direpotkan.

"Itu benar. Jeno bahkan selalu marah ketika melihatku sering berpergian apalagi tanpa izinnya. Dia menginginkan seorang istri yang penurut dan akan selalu bergantung padanya." Timpal Haechan.

"Itu justru lebih bagus."

"Ya, tapi itu membosankan Mom."

"Kau tahu apa artinya itu? Jeno sedang mengurungmu di rumah sementara dia bebas bermain mata diluar." Celetuk Mark menggoda.

"Mulutmu itu... Ah... Mommy...?" Aduhnya pada Ibunya. Memaksa Ten untuk segera mencubit Mark, jika tidak begitu anak bungsunya tidak akan puas. Kedua anaknya itu tampak seperti berusia tahunan saja, walau sebenarnya sudah sama-sama dewasa.

"Bilang pada Jaemin untuk menelpon Mom nanti." Cetusnya seketika. Masih membahas masalah seputar Jaemin. Karena Jaemin adalah menantu kesayangan Ten disini. Anak yang diasuhnya sejak kecil dan sekarang bertranformasi menjadi istri anak sulungnya.

"Apa dia jarang menelpon Mom?" Mark sedikit terkejut terlebih melihat gurat kekecewaan dari Ibunya.

"Ya, awalnya yang setiap hari kini jadi seminggu sekali bahkan sekarang jadi tidak sama sekali."

MARRIAGE VOYAGE (NOMIN- MARKMIN) REPUBLISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang