BAB 10

7 4 0
                                    

Prianka berusaha untuk tidak merasa emosional saat Jefri bersikap dingin kepadanya.

Awalnya ia mengira bahwa suasana hati lelaki itu sedang tidak baik dan akan kembali dengan sendirinya seperti yang sudah-sudah.

Jadi Prianka membiarkan dan memberi Jefri ruang, namun semakin ke sini Prianka merasa bahwa lelaki itu mencoba untuk menghindar dari dirinya.

Apakah kata-katanya tempo hari itu benar-benar membuat lelaki itu sakit hati? Perasaan itu hanya gurauan saja.

Jefri juga tidak pernah membalas pesannya, kalaupun dibalas hanya satu atau dua kata saja.

Jefri juga tidak pernah berani lagi menatap matanya, seakan-akan mereka tidak pernah saling mengenal.

"Prianka, bengong mulu. Makan sarapan lu," ucap Pandu yang duduk di sampingnya.

Prianka menelan saliva-nya. "Gw lagi gak nafsu."

Pandu menatapnya dengan tatapan tidak percaya. "Lu sebenernya kenapa, Prianka?" Tanya lelaki itu dengan frustasi.

Sebelum Prianka menjawab Pandu menyela.

"And don't give me that 'gw gak apa-apa' bullshit, gw tau lu lagi gak baik-baik aja. Belakangan ini juga gw sering liat lu murung, jarang makan, bengong terus."

"Jefri ya?" Tanya Pandu.

Prianka tidak menjawab.

"Kalo iya gw samperin tu anak, gw bakal bikin perhitungan sama dia." Itu bukan ancaman tapi pernyataan. Pandu akan benar-benar menodong orang yang menyakiti teman-temannya.

Pernah satu kejadian di mana jam tangan salah satu teman mereka—Chandra—dicuri oleh kelas sebelah dan Pandu-lah yang maju membela paling depan.

"Ndu, jangan suka bikin kesimpulan sendiri, Jefri gak ngapa-ngapain gw."

"Terus?"

"Ini sih kayanya gw yang salah," ucap Prianka dengan pelan.

Pandu terdiam menunggu Prianka berbicara lagi. Saat ia ingin buka suara, bel masuk berbunyi.

Lelaki itu berdecak. "Lu ceritain ya nanti di kelas," pinta Pandu.

Kemudian mereka berdua beranjak dari kursi dan berjalan bersama ke kelas.

Tidak sadar bahwa ada mata yang mengawasi mereka berdua dari kejauhan.

✧⁠◝◜⁠✧

Dari jam pertama Pandu sudah mewanti-wanti untuk mendengarkan cerita dari Prianka, namun dikarenakan sekarang pelajaran bahasa mandarin guru killer tidak ada salah satu dari mereka yang berbicara.

Prianka dan Pandu duduk sebangku, jadi tidak ada kesulitan baginya untuk bercerita.

Setelah pelajaran bahasa mandarin ternyata jam kosong, barulah Prianka menuangkan semua ceritanya.

Setelah sesi cerita selesai Pandu langsung menoyor kening gadis itu dengan pelan.

"Lu bego apa gimana sih?" Hardik lelaki itu.

"Ya, gak usah pake noyor-noyor jidat gw, bangsat," rintih Prianka sambil mengusap-usap keningnya.

"Lu sadar gak, kalo lu itu udah nge-friend zone dia?" Tanya Pandu, namun gadis itu hanya memberi lelaki itu tatapan lugu.

Pandu menghela nafas. "Gini, dicerita lu bilang 'temen' sama 'adek kelas' apa tu anak gak ngerasa di friend zone?"

Prianka mengeluh sambil berdecak. "Kenapa gw baru nyadar sih," ucapnya dengan kesal, lalu menidurkan wajahnya di atas meja.

Zona Teman Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang