🍁. Senyum familiar. ✓

12 1 0
                                    


Suara nyaring para makhluk mungil, Yang asyik bercengkraman di balkon kamar pemuda Tan itu, berhasil sambar keheningannya. Saat dia fokus kucek kasar rambut basahnya dengan handuk pun seketika mengguratkan senyum indah diwajahnya, kala dia berjalan menghampiri tiga burung gereja yang mematuk serpihan kelopak bunga yang berserakan, yang layu sebab jarang diperhatikan oleh pemiliknya.

semburan mentari yang beranjak dari persembunyian pun menyoroti wajahnya, seolah menegur ramah Pemuda itu. ketika Riko membuka pintu kaca balkonnya untuk sekedar membaur dengan para tamu kecilnya.

Seakan tak terganggu, para burung
itu tak ada yang berlalu pergi, seolah sudah saling mengenali Sosok lelaki muda itu, salah satunya bahkan ada yang sengaja hinggap dilengannya
ketika Riko sengaja mengulurkan tangan kanannya.

"pagi dayang- dayangku" gelak tawanya saat mengusap kepala burung di lengan kanannya itu, merasa geli akan canda yang dia lontarkan sendiri.

"lama gak ketemu, kalian malah
Makanin Kelopak layu ini, ck. Kasihan banget sih, " Riko merogoh saku celananya dan sebungkus biskuit sisa camilan malamnya, dia sodorkan pada burung didepannya. Yang langsung disambar

"maaf yang jarang nongol, si aku lagi bertapa dulu kemarin, biasa banyak problema guys" cuapnya sendiri.

Memejamnya sambil menarik napas dalam dalam sekedar menikmati udara pagi yang menyejukan batinnya, lalu melirik kerumunan makhluk kecil sang pencipta, hadirkan untuk menemani
awal aktifitasnya dipagi ini.

Seakan berhasil menerima pesan kecil semesta, bahwa hari indah penuh bahagia akan selalu siap menyambutnya kapanpun. Meski Sanubarinya selalu kembali di tutupi kelabu yang tak kunjung pergi.

Riko pun beranjak untuk segera bersiap, hari ini dia begitu sigap bangun dipagi hari lebih awal dari biasanya, agar tak didahului sang ibu yang akan membangunkannya.

Dia tak mau Ibunya tahu bahwa sejak semalam dan seterusnya nanti. Dia tak akan menempati lagi ruang kamar itu, Riko enggan kebenaran itu diketahui ibunya dan menjadi pemicu pertengkaran orang tuanya. Dan akan menjadi beban untuk sang kakak di kesekian kalinya.

Dia ingin membangun hubungan baru penuh damai dengan sang Ayah dan menggapai keharmonisan keluarga yang seutuhnya, dibanding harus terus memberontak pada Awan untuk bisa mengakui kehadirannya.
Meski dia harus membohongi dirinya.
Demi bisa melihat senyuman dari Sang ibunda dan kakaknya, lebih tepatnya Riko tak mau lagi buat keduanya gelisah dan dirugikan oleh pertengkaran Dia juga Ayahnya.
Maka apapun akan dia lakukan.

...........

Dewi sudah sibuk meracik sarapan untuk sang putri, sudah satu minggu Putrinya menginap di rumahnya, karna masih ngambek pada Abdul sang ayah.

Dengan Langkah gontai Fira turuni anak Tangga dengan mata yang masih berat untuk dia buka lebar.

"Kamu begadang lagi Ra?" buka suara Dewi di meja pantry pada Fira yang duduk di kursi dengan mengucek matanya bak anak kecil.

"Tugas numpuk Bun," sahutnya sambil menguap dan menggeliat untuk membuang kantuknya dan regangkan tubuhnya hingga kembali segar.

"Mandi dulu sana! gadis kok jorok banget sih kamu Ra. ?" keluh Dewi meringis jijik pada sang putri.

"Nyinyir amat Bun, sama anak sendiri"celetuknya dengan cemberut

"Ck, lagian kebiasaan deh. Bangun tuh mandi Ra, baru sarapan, cewe kok Jorok gimana mau ada cowo yang Suka, Bunda gak gitu loh waktu gadis" keluh Dewi menaruh sepiring roti bakar didepan sang putri.

Fira menggeleng jengah akan celotehan Dewi dan mencomot roti didepannya. "Maklumin aja Bun, Yah gini kalo idup sama Duda. Kurang tulaten jadi kebawa" sindir gadis itu.

D'secret storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang