SENO 05

9.9K 338 101
                                    

Neta berjalan sendirian di sepanjang lorong yang terlihat ramai. Mereka berkumpul, seperti membentuk circle sendiri dan yang tentunya mengobrol-ngobrol hangat.

Semuanya tidak ada yang aneh, mereka melakukan aktivitas seperti biasa disekolah saat pagi hari. Namun bagi Neta, ia merasa justru tidak ada yang beres.

Rata dari mereka semua memandangi gadis itu dengan sinis, terlihat geli, dan tak segan-segan tertawa mengejek di depannya dengan sengaja.

Neta kebingungan sendiri. Namun, ia semakin mempercepat langkahnya dan semakin mempererat pegangan tali tasnya.

"Heh miskin," dua cewek berseragam ketat dan rok span mini menghadang jalan Neta. Gaya keduanya bersedekap dada dan dagu sengaja di angkat tinggi. "Emang paling bener lo itu minggat aja dari sini. Lo itu ngga jelas asal-usulnya ih." ucap salah satu gadis itu berambut pendek dan curly.

"Sebenernya yang lo incar tuh apaan sih? Cuma formalitas aja apa gimana? Kalo lo mau gaya-gayaan mah jangan disini, ngga cocok sama lo," teman satunya yang memiliki rambut lurus panjang, kepala dihiasi bando kerucut itu menyahut seketika.

Pita suara Neta hampir keluar menjawab perkataan kedua gadis itu, tapi rasanya tercekat. Dia memandang ke bawah, entahlah, Neta hanya merasa takut diserang jika dia menyahut.

"Setelah berita itu kesebar, lo masih bisa nginjakkin kaki lo disekolah ini? Mana urat malu lo? Udah putus ya?"

Dalam tunduknya, alis Neta saling mengerut tidak mengerti. Memang tidak terlalu kentara, tetapi ia pun cukup merasa ada yang janggal hari ini.

"Cih, emang pantes sih lo di bully Seno. Miskin, jelek, dan anak buangan lagi!"

Neta langsung mendongak dan menatap ke arah mereka, terkejut bukan main mendengar kalimat terakhir yang cewek itu lontarkan.

Itu adalah rahasia besar Neta dan hanya dia dan Nek Amira yang menyimpan baik tentang itu. Bagaimana bisa tersebar luas disekolahnya?

"Dih, kok kaget? Emang bener kan anak buangan? Anak yang ngga diinginkan, anak haram, anak nyusahin dan beban." Neta mengepalkan tangannya, lalu disembunyikan dibalik tubuh. Mengerjap samar, tatapannya masih tertuju pada cewek itu dengan sedikit berkaca-kaca.

"Gue bingung, lo pasti udah tau tentang masa kecil lo, masa ngga ada niat mau bunuh diri sih? Lo juga miskin dan cuma tinggal sama nenek-nenek tua yang bentar lagi mati, ngapain masih bertahan?"

Neta hendak mengeluarkan suara, tetapi ia tahan kembali dan mengurungkannya. Hatinya saat ini memang tercabik-cabik, namun kesabaran besar dalam diri Neta mampu mengontrol emosinya.

"Kok diem? Sakit ya? Mau nangis ya? Cengeng banget jadi orang," cewek itu mengibaskan rambutnya ke kanan dan ke kiri, "Makanya, gue bilang mending-"

"Sela!" ucapan cewek itu terputus ketika seorang cowok datang di antara mereka. Seragam lengkap dan almameter yang rapi, tetapi tidak dengan wajahnya yang memasang ekspresi marah. "Pergi," ucapnya sambil menggerakkan kepala.

Perempuan yang bernama Sela itu mengerlingkan matanya. "Apa-apaan sih, ganggu aja!"

"Lo harusnya ngga kayak gitu. Jaga sikap lo, Sel. Bukan sama dia doang, tapi sama semua orang."

"Ngga usah sok ceramahin! Emang sikap lo udah paling bener disini?" teman Sela menyahut tidak terima.

"Ngga ada yang bilang sikap gue bagus, gue cuma nyaranin-"

"Saran lo ngga berguna, Za!" Sela melotot menatap cowok itu. Mimik wajahnya terlihat sekali kesalnya. "Jangan mentang-mentang lo ketua OSIS, lo bisa seenaknya sama gue. Jabatan lo tetep sama, Za, ngga ada yang berubah. Lo cuma ketua OSIS, bukan penguasa sekolah ini."

SENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang