SENO 20

9.7K 262 20
                                    

Saat ini kamar Seno benar-benar kacau berantakan. Beberapa peralatan hancur, miniatur berserakan, sprei kasur terlepas, dan pecahan kaca ikut memenuhi lantai tersebut.

Cowok itu menatap pantulan wajah melalui cermin besar di depannya, lalu melampiaskan sisa kemarahan dengan meninju cermin tersebut hingga retak.

Darah mengucur dari kepalan tangan Seno. Namun, sedikitpun ia tidak merasakan sakit atau rasa perih karena luka itu. Entahlah, tangan Seno seperti mati rasa.

Seno menurunkan tangannya, seketika darah menetes sedikit demi sedikit ke permukaan lantai. Ia tak peduli pada lukanya, pada sekitarnya yang hancur, dan pada dirinya yang sedang kusut.

Cowok itu berjalan ke arah jendela kamar. Cahaya matahari yang masuk melalui ventilasi menyinari wajahnya yang terlihat kusam, membuat iris kecoklatan itu lebih terang lagi.

Lalu ucapan Neta seketika melintasi pikirannya. "Lo seharusnya nggak memperlakuin orang lain kayak gini hanya karena dia mirip sama seseorang yang lo sebut, kak. Lo harusnya sadar, seberapapun muka gue mirip sama orang itu, gue bukan dia. Gue Neta, bukan Ghea."

"Bangsat!" Seno mengacak rambutnya frustasi lalu kembali meninju benda yang berada di dekatnya, termasuk jendela yang dilapisi kaca tebal.

"SENO?!"

Seno mematung. Napasnya memburu dengan dada naik turun dengan cepat. Rahangnya seketika mengeras, kedua tangan terkepal kuat.

Ia menoleh ke samping kiri. Melihat sosok yang datang melalui ekor mata.

"Ngapain lo disini, bitch?!" marah Seno mendapati gadis berdress hitam dengan bahu terbuka itu berdiri di depan kamarnya.

"Kamu kenapa, Sen? Kamar kamu?" Ghea berjalan masuk. Ekspresinya sangat terkejut melihat isi kamar Seno.

"KELUAR!" bentak Seno membuat Ghea kicep dan menghentikan langkahnya.

"Sen? Are you okay?" tanya Ghea dengan raut khawatir. Cewek itu kemudian melangkah kembali dengan pelan. "Aku disini mau ketemu kamu. Aku kangen, Sen, udah lama kita nggak—"

"Tutup mulut busuk lo itu!" potong Seno.

Seno berbalik badan. Menunjuk wajah Ghea menggunakan jari telunjuk. "Jangan pernah kaki lo nginjak di rumah gue. Gue bilang pergi ya pergi, Anjing!"

Ghea masih mematung tidak percaya. Seno, benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Menjadi kasar, brutal, dan sangat toxic.

"Aku nggak ngerti kamu kenapa. Aku jauh-jauh dari New York ke Indonesia cuma mau ketemu kamu, dan kamu nyambut aku dengan cara kayak gini?"

Seno tertawa remeh beberapa detik. "Jangan sok polos, Jalang. Gue bahkan makin jijik ngeliat lo sekarang, Jalang, Jalang!"

Ghea mengepalkan kedua tangan di sisi tubuh. Ucapan Seno benar-benar menyakitkan hingga ke ulu hati. Ghea hanya menahan agar tidak menangis.

"Nggak usah sok paling tersakiti," kata Seno melihat wajah Ghea yang mulai memerah.

Ia berjalan mendekat ke arah Ghea. Lalu menekan kedua bahu gadis itu dengan kuat. "Gara-gara lo, ini semua gara-gara lo, Anjing. Kalo aja dulu gue nggak kenal lo, semuanya nggak bakal kayak gini! Gue benci sama lo, Ghea."

Ghea mengerjap samar. Perlahan, air matanya turun. Meski dirinya tidak terisak, hasrat ingin menangis sangat sulit ditahan. "Kamu benci sama aku hanya gara-gara itu?"

"Hanya lo bilang?" Seno berdecih tidak percaya. Karena geram, ia semakin menekan bahu Ghea membuat cewek itu merasa sakit.

"Lo bayangin, tiga tahun kita jalanin hubungan dan gue cuma ninggalin lo sebentar ke Amerika. Lo bilang bakal nungguin gue sampai gue pulang dan ternyata apa, Ghe? LO BAHKAN NGENT*T SAMA COWO LAIN!"

SENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang