SENO 13

8.4K 309 65
                                    

Sekarang memasuki jam istirahat. Semua murid sekolah menyibukkan diri ke kantin untuk jajan dan membeli makanan keinginan mereka. Terkecuali Neta.

Alih-alih mengisi perut, gadis itu memilih berdiam diri dalam perpustakaan. Selain menghindari Seno, ia juga tidak ingin bertemu orang-orang yang tentu akan menjulid-in dirinya.

Neta mengelilingi rak-rak yang berisi buku-buku disana. Berbagai macam jenis, mulai dari buku pengetahuan, novel, atau semacam buku resep makanan.

Mata gadis itu terus melirik beberapa buku, lalu terhenti di salah satu dan mengambilnya. Merasa tertarik, Neta segera membawa buku itu ke meja untuk ia baca.

Setelah mendudukkan dirinya, ia mulai membuka lembar demi lembar, membacanya dengan tenang tanpa ada gangguan.

Tapi tidak berlangsung lama. Semua orang yang awalnya berada di perpustakaan tiba-tiba mulai keluar dari tempat itu. Bahkan dari mereka ada yang baru datang dan langsung keluar begitu saja.

Neta mengedarkan pandangannya. Bukan, ini bukan karena keberadaan dirinya semua orang jadi pergi. Tapi karena—

"KELUAR SEMUA!"

Neta tersentak lalu berdiri. Suara itu, ia sangat mengenal teriakkan seseorang. Suara berat yang mengusik pendengeran, mengintimidasi siapapun yang melawannya.

Gadis itu melangkah beberapa cm, melirik arah pintu depan. Seketika melotot menyadari Seno yang sudah berdiri di sana. Bahkan, mereka sempat saling tatap.

Neta membalikkan tubuh dengan cepat. Kepalanya menggeleng samar, dan selanjutnya gadis itu berjongkok bersembunyi dibawah meja.

"Kak Seno disini?" gumam Neta. Tangannya membekap mulut sendiri berusaha tak mengeluarkan suara saat derap langkah kaki Seno terdengar.

"Gue tau lo disini. Keluar atau gue seret?" ucap Seno dengan datar dan tenang.

Neta menggeleng. Bendungan air mata mulai terkumpul di pelupuk matanya, demi apapun Neta tidak ingin berurusan dengan cowok itu lagi.

"Anneta? Apa lo kurang denger omongan gue?"

Neta beralih menutup kedua telinganya rapat. Bersikeras tidak ingin menemui Seno. Tidak siap dan terlalu takut, ia terlalu lemah untuk menghadapi cowok iblis itu.

Tidak ada sahutan dari Neta membuat Seno menendang meja yang ada disana sehingga menimbulkan suara yang begitu keras. "Sekarang bukan waktunya buat main-main, Anneta. Dalam hitungan ketiga, keluar atau lo gue sakitin."

Neta takut apa yang terjadi jika ia tidak menuruti. Seno bukanlah seseorang yang bisa ia lawan sebisanya. Cowok itu lebih mengerikan dari yang Neta kira.

"Satu..,"

Langkah kaki terbungkus sepatu kets putih terdengar berpadu dengan lantai. Pelan dan tenang, namu semakin lama semakin mendekat di tempat Neta bersembunyi.

"Dua..,"

Jantung Neta berpacu sangat kencang, tubuhnya tiba-tiba bereaksi gemetaran. Ia tau ini gila, tapi tidak ada pilihan lain selain ia terpaksa mengikuti perintah Seno.

Gadis itu menghapus jejak mata yang sempat mengalir, berdiri setelah keluar dari bawah meja. Mendapati Seno yang berada tak jauh dari posisinya.

"Sembunyi ya?" ia mendekat ke arah gadis itu. Auranya sangat gelap membuat Neta menciut dan menelan salivanya kasar.

"Kak, gue—" Neta mundur, tetapi meja dibelakang membatasi pergerakannya.

Tanpa aba-aba, Seno langsung menarik tangan gadis itu. Mencengkramnya begitu kuat hingga Neta merasa tangannya memerah.

SENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang