***
Semoga sembuh. Dan kembali menampilkan senyum yang palsu.
***
Hening melanda ruangan yang tidak terlalu luas namun mampu menampung beberapa anggota dari perkumpulan besar Venzaros. Tetapi tak berselang lama, beberapa di antara mereka memilih berpamitan pulang dan hanya tersisa lima anak yang masih menetap di sana sebagaimana menemani sahabatnya yang tengah berbaring di atas ranjang rumah sakit.
Keadaan Leo sudah membaik. Meskipun dengan kening yang diperban dan tangan yang digips lantaran mengalami keretakan pada bagian tulang siku. Ia juga sudah sadar dari pingsannya. Dan memilih untuk duduk bersandar dengan sakit yang terasa samar menemani lamunannya. Usai sadar Leo tidak berbicara satu patah kata pun. Cowok itu hanya diam dengan sorot mata yang tidak bisa diartikan oleh teman-temannya.
Satya mencoba mendekat. Ia menarik kursi dan duduk di sebelah ranjang tempat Leo duduk bersandar. Cowok itu menatap sahabatnya lama dengan rasa yang tidak tega. "Yo, masih ada yang sakit?" Namun percuma. Menjawab atau sekedar gelengan kepala saja tidak Leo lakukan untuk merespon pertanyaan Satya.
"Yaudah. Mungkin lo belum mau bicara apapun. Istirahat, Yo!" Ujar Satya kemudian dan kembali duduk di sofa bersama yang lain. Karena merasa Leo tidak ingin di ganggu, mereka memutuskan untuk menjaga di luar ruangan saja.
Kepergian mereka memang sempat menarik perhatian Leo. Mata sayunya bahkan sempat memandangi mereka yang keluar ruangan dengan wajah yang lesu. Di kursi panjang yang terletak di depan ruangan rawat Leo, mereka menyenderkan punggung lelah masing-masing. Mengistirahatkan tubuh yang terlampau letih seolah kehabisan tenaga. Di tengah lelahnya mereka juga merasakan khawatir atas hal yang menimpa Leo. Mereka juga menaruh amarah besar kepada ayah Leo yang bersikap seperti seorang bajingan.
Kalung silver berbandul cincin yang berada digenggaman Algan terus ia pandangi. Algan menatap sendu kalung yang biasa melingkar pada leher sahabatnya. "Gue denger, kalung ini pemberian tante Rania sebagai kado ulang tahun Leo."
Bryan mengangguk menanggapi. "Sebenernya Leo itu masih menghargai orangtuanya. Tapi mereka nggak ngerti sama kemauan Leo yang cuman pengen sebuah rumah."
Rumah dengan artian yang berbeda. Tentu sudah dimengerti oleh siapapun orang yang butuh kasih sayang keluarganya. Memang benar, Leo tak memperlihatkan kesedihannya. Bahkan ia terlihat seolah tidak peduli dengan yang namanya keluarga. Tapi mereka semua tahu dengan kemauan Leo. Mereka semua mengerti dengan maksud dari hati Leo yang menginginkan hal sepele.
"Kita perlu kabarin tante Rania sama Zora?" Ardo bertanya.
"Zora aja dulu. Menurut gue itu jauh lebih baik. Takutnya kalo tante Rania malah bikin Leo sakit lagi." Saran Algan yang mengerti bahwa Leo sedang sensitif dengan keluarga rusaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABOUT HIM : LEO DIRGAN FALANIO
Teen FictionPERHATIAN ⚠️⚠️⚠️ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA! BANYAK ADEGAN KEKERASAN! *** Kenyataannya, didikan keras dari orang tua juga sangat berdampak buruk terhadap karakter anaknya sendiri. Leo Dirgan Falanio, putra pertama yang terlahir di keluarga besar yang...