Hallo halloo
Silakan membaca dengan posisi yang tenang dan nyamannn!
*****
Lucunya, kata mereka siapapun bisa menjadi tempat pulang. Namun jika bertemu dengan orang yang salah, nyatanya tidak pernah mendapat kenyamnan.
******
Dua bulan sudah berlalu setelah hancurnya sebuah rumah yang gagal menjadi tempat untuk pulang. Beruntungnya, di waktu yang cukup lama itu berjalan dengan tenang tanpa ada tangis yang mendalam. Sang pemilik sorot mata tajam itu masih biasa saja tanpa ada menampilkan kesedihan. Memang benar seperti ucapannya dua bulan lalu, bahwa dia tidak butuh kehadiran mereka.
Di depan cermin wastafel yang terletak di kamar mandi markas Venzaros. Leo memandangi tubuhnya. Melihat dada bidangnya yang sejauh ini sudah tidak ada lagi bekas luka memar akibat cambukan gesper dan pukulan tongkat baseball. Cowok itu mengangkat senyum tipisnya, sesekali menyesap rokok yang ia selipkan diantara kedua jari kanannya. Tubuhnya sudah bebas dan terlihat bersih sekarang. Ia tidak akan lagi merasakan perih apabila berkeringat.
Cowok itu lantas mencuci mukanya. Kemudian mengenakan kaos hitam pendek yang sedikit bercorak putih miliknya itu dan berjalan dengan tenang keluar kamar mandi, menuju ruang tengah di mana seluruh teman-temannya berada di sana. Ramai sekali, mereka terlihat saling bercanda seperti hari-hari sebelumnya.
"Udah seger tuh muka, cari makan yuk, bang!" Bercanda Vero seperti biasa. Ia mengajak Leo membeli sedikit camilan untuk menemani obrolan sore mereka.
"Minum jangan lupaa," sahut Bryan.
"Oke." Setelah mengiyakan, lantas Leo menyambar dompet juga kunci motornya yang terletak di atas meja. Ingin cepat bergegas di bawah langit yang mendung. "Gini aja, ayo!" Ucapnya melenggang tanpa mau mengenakan jaket.
"Yaelah buru-buru amat lo ba-"
Bruk!
"Woi bang, kenapa lo!?"
Leo terduduk seraya mendesis sakit. Telinganya berdegung hebat membawa pusing bak batu yang menghantam kepalanya kuat. Suara-suara teriakan sahabatnya terdengar samar.
"Denger gue kan? Yo!"
Leo terus menggeleng di tengah kerumunan anak Venzaros yang khawatir dengannya. Suara rusuh yang terdengar samar itu membuatnya berkeringat. Dalam hati ia ingin mengumpat. Dalam keadaan seperti ini kepalanya sangat sakit, Leo bertanya! Sebenarnya apa yang terjadi dengan kepalanya itu!
"Lo... oke?" Tanya Satya dengan napas yang memburu. Ia bertanya seperti itu setelah memastikan Leo tak lagi kesakitan.
Jeda yang cukup lama sampai Leo menjawab dengan anggukan. Pandangannya masih berkunang-kunang. "Sial! Gue kenapa anjing!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ABOUT HIM : LEO DIRGAN FALANIO
Fiksi RemajaPERHATIAN ⚠️⚠️⚠️ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA! BANYAK ADEGAN KEKERASAN! *** Kenyataannya, didikan keras dari orang tua juga sangat berdampak buruk terhadap karakter anaknya sendiri. Leo Dirgan Falanio, putra pertama yang terlahir di keluarga besar yang...