Dia sudah hilang. Namun berperan dengan amat sungguh.
****
"Udah, tetep ganteng kok." Zora merapikan poni Leo yang mulai memanjang untuk menutupi keningnya yang terdapat bekas luka kemarin. Sebenarnya tidak terlalu parah, tetapi hal itu mampu membuat Leo merasa tidak percaya diri.
Jika kemarin dengan luka dan sedihnya, maka hari ini dengan senyum dan senangnya yang banyak. Tentu, semua hal menyesakkan kemarin sudah terlihat baik-baik saja sekarang. Bukan mereka lupa, akan tetapi mereka memilih untuk tidak lagi mengenang hal-hal yang berlalu dan kembali menikmati senang banyak seperti alur yang semestinya.
"Jelek," kesal Leo melihat pantulan wajahnya sendiri.
"Udah kali, yang penting bagi gue ganteng." Zora meledek dengan cengiran lebar yang sialnya membuat Leo jengkel. Alhasil cowok itu merangkul bahu Anara dengan erat.
Keduanya berjalan seolah koridor sekolah itu terasa milik berdua. Ah, seharusnya biarkan saja. Biarkan semesta tahu bahwa pasangan manis ini belum berhenti. Biarkan semesta tahu bahwa pasangan ini selalu bersama meskipun banyak sekali halangan yang mengganggu. Jika diandaikan dalam sebuah kertas, mereka adalah tulisan bolpoin yang tidak akan pernah hilang kala penghapus karet berusaha menghapusnya.
Memang pantasnya manusia diajak main-main. Memang pantas ketika manusia sedang dalam senangnya, tiba-tiba kesedihan datang menyapa. Lucu, karena permainan semesta tidak berakhir dengan cepat. Masih perlu alur yang semakin lama semakin memperkeruh rencana yang ingin segera usai.
Tangan besar itu bergerak merapikan helaian rambut Zora dengan pergerakan santai. Tak lupa dengan sorot ketajaman yang selalu terpancar hangat kala menatap sang kekasih. Kini ia berucap, "Lo cantik."
"Darimana? Kalo dari foto, jelass! 'Kan pakek filter."
"Aslinya lebih cantik,"
"Biasa aja."
Leo terkekeh ringan, "Mata lo lucu, Ra."
"Haha, apa iya, Le?"
"Buktinya waktu gue baru dateng di sekolah, mata lucu lo ini tiba-tiba terpancar ke arah gue. Seolah menyuruh gue untuk melihat bidadari yang entah datangnya darimana." Jelas ada kesungguhan di mata Leo ketika baru mengucapkan kalimat manisnya. Tetapi pada wajahnya, ada raut jenaka seolah perkataannya hanya menggoda.
Jika dibilang aneh, sepertinya iya. Namun Zora membalasnya dengan terbahak. "Alay!"
"Nggak percaya? Terserah lo aja. Tapi, Ra?"
"Iya?"
Menyamarkan pandangan terhadap sekitar. Menulikan pendengaran terhadap mereka yang sedang berbisik penuh rasa iri hati karena melihat dua pasangan yang berjalan romantis di koridor. Dengan dua mata yang saling bertatapan, dan dengan senyum yang saling terlempar lebar. Keduanya tercipta dengan sangat manis nan sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABOUT HIM : LEO DIRGAN FALANIO
Ficção AdolescentePERHATIAN ⚠️⚠️⚠️ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA! BANYAK ADEGAN KEKERASAN! *** Kenyataannya, didikan keras dari orang tua juga sangat berdampak buruk terhadap karakter anaknya sendiri. Leo Dirgan Falanio, putra pertama yang terlahir di keluarga besar yang...