_
Memang manusia biasa. Tapi di salah satu waktu lain, kadang jadi luar biasa.
_____
"Bangun lo bangsat!"
Vero mencekal kerah seragam salah satu kakak kelas yang berhasil memancing emosinya beberapa menit yang lalu. Emosinya memuncak, kala seseorang yang selalu dirinya hormati dihina dengan kejam. Dada Vero bergemuruh naik turun, menyorotkan aura kebencian untuk cowok yang lebih tua darinya itu. Tidak peduli dengan sudut bibirnya yang berdarah-darah. Yang Vero butuhkan saat ini hanyalah lenyapnya orang yang kerah bajunya ia cekal. Karena sebuah maaf saja sudah tidak berguna lagi bagi Vero untuk saat ini.
Samar-samar terdengar suara kegaduhan menuju posisi keduanya. Tetapi bukannya berhenti, Vero justru semakin membabi buta. Seolah sifatnya yang berbahaya keluar begitu saja. Ia menyerang dengan beringas. Seraya mengumpati kakak kelasnya itu dengan makian penuh emosi. "Mati lo keparat!"
Beberapa guru mulai menenangkan. Mencoba menahan pergerakan Vero yang memberontak kuat dengan tenaga besarnya. Sedangkan beberapa guru yang lain membantu korban Vero berdiri karena sudah babak belur dan terkulai lemas.
Berubah. Satu kata itulah yang pertama kali tercetus dalam benak inti Venzaros yang baru saja datang dan menyaksikan bagaimana seorang Vero yang memberontak. Adik tingkat mereka sudah berubah layaknya sebagai iblis. Tidak ada lagi sikap tangguh dan sabarnya seperti dulu, mereka juga tidak menemukan sikap tenang dari Vero dalam menyelesaikan masalahnya seperti dulu. Mereka tahu. Semuanya terjadi hanya karena tragedi malam berdarah pada tahun lalu.
"Udah! Berhenti Ver!" Satya dengan tangan besarnya menarik bahu Vero untuk mundur. Tidak membiarkan cowok itu untuk menghabisi anak orang dengan cara konyol.
Vero lagi-lagi memberontak dengan suara kerasnya. "Lepas bang! Gue mau manusia nggak berguna kayak dia, lenyap di hadapan gue!
Ardo turut turun tangan. Mencoba membuat Vero lebih sabar dan menurunkan egonya sejenak. Ia tidak ingin Vero menyesal dengan perbuatannya sendiri. "VER!" Ardo membentak Vero keras. "Lo kenapa? Mana Vero yang kita kenal hah?! Lo udah kayak iblis bangsat!"
Terdiam. Vero menunduk dengan posisi tubuh ditahan oleh Satya. Tangannya yang dicekal itu mengepal erat. Terus dengan lama tanpa minat untuk kembali menegakkan kepalanya. Layaknya api yang berkobar, sungguh sulit untuk dimatikan. Seperti itulah emosi Vero meskipun beberapa orang mencoba untuk menenangkannya. Dia tidak menyadari, bahwa mata yang khas dengan sorot tajamnya kini tengah menatapnya tanpa ekspresi. Pemilik mata itu mendekat bersama perempuan yang turut melihat jelas bagaimana perkelahian tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABOUT HIM : LEO DIRGAN FALANIO
Novela JuvenilPERHATIAN ⚠️⚠️⚠️ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA! BANYAK ADEGAN KEKERASAN! *** Kenyataannya, didikan keras dari orang tua juga sangat berdampak buruk terhadap karakter anaknya sendiri. Leo Dirgan Falanio, putra pertama yang terlahir di keluarga besar yang...