18 - KETENANGAN MALAM

259 12 0
                                    

Bohong! Mereka hanya membuat ilusi seolah keadilan itu memang ada!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bohong! Mereka hanya membuat ilusi seolah keadilan itu memang ada!

***

Mata tajam itu terus menyorot dengan fokus membidik seseorang dari kejauhan. Dari diamnya yang tengah berdiri saat ini, sudah terhitung cukup lama hanya untuk mengamati gerak-gerik seseorang yang cukup dirinya kenal. Cuaca yang panas membuat keringatnya mengalir membasahi pelipisnya yang memiliki luka baret memanjang yang cukup kentara. Membuat rambutnya sedikit lepek karena keringat.

"Dia bebas?" Tanya Algan dengan mata yang menyorot tidak bersahabat. Mati-matian ia menahan dongkol dalam hatinya ketika melihat wajah laki-laki yang sudah tidak ternilai baik dalam pandangannya.

"Bang, tante Rania?"

"Gue nggak peduli soal itu." Potong Leo membuat Vero tidak berhasil melanjutkan ucapannya. Dengan rahang yang menegas, Leo mengumpat dalam diam. "Yang gue peduli, cuman dia yang berani bergerak bebas di atas nasib korbannya sendiri!"

Leo hampir keluar kendali saat ini jika tidak segera ditahan oleh Satya dan Ardo. Terlebihnya, orang yang mereka amati sedang membawa gadis kecil yang jika diakui itu adalah adik Leo sendiri.

"Where is the justice I seek, dammit?!" Leo menggeram marah. Sudah selama itu ia menahan tubuhnya agar tidak membunuh anggota Erizor. Ya! Orang yang sedang mereka amati saat ini ialah Reon—wakil ketua dari Geng Erizor—musuh abadi mereka. Leo menyenderkan tubuhnya pada tembok. Napasnya memburu dengan mata yang terpejam. Layaknya satu panah yang kini menghunus tepat pada jantungnya. Sakit. Ketika peristiwa tahun lalu kini kembali hadir. "Persetan sama hukuman. Kalo mereka semua bebas, malam ini juga gue obrak-abrik markas sampahnya!"

"Tenang. Waktu satu tahun itu nggak pendek. Dan mereka semua cuman tersangka dalam kasus percobaan pembunuhan, bukan membunuh. Mau gimanapun juga kita teriak-teriak jelasin faktanya, petinggi polisi juga bakal masa bodoh." Bryan berucap tenang. Mencoba menenangkan isi kepala teman-temannya yang mulai memanas karena dikuasai oleh emosi. "Gini, kita serang mereka kalo mereka mancing, oke? Yo! Tenangin diri lo. Sahabat lo di sana bakal kecewa kalo lo kayak gini."

Bryan tidak salah. Itu semua benar adanya. Bahkan kasus yang dicatat oleh polisi itu sempat membuat mereka marah besar karena tidak ada keadilan untuk ketua mereka sendiri. Mereka berpikir bahwa polisi sama sekali tidak ingin mendengar penjelasan yang sejelas-jelasnya dari pihak korban. Mereka seakan masa bodoh dengan satu nyawa yang hilang karena tingkah keterlaluan yang mereka—para pelaku lakukan bak menyiksa seekor binatang. Kejam, bejat, kotor, rendah, dan masih banyak lagi kata yang tidak baik untuk menilai para pelaku termasuk anggota Erizor itu sendiri.

"Udah, sekarang tenangin diri dulu."

     
  ******

Beberapa camilan serta minuman kaleng sudah berjajar acak di atas meja markas besar dari perkumpulan Venzaros. Ramainya tempat itu serta suara yang menggelegar berhasil teredam karena derasnya hujan yang turun. Malam yang semakin menunjukkan kegelapannya itu terasa sangat dingin sekarang. Menemani obrolan mereka yang masih berjalan dengan melempar argumen masing-masing.

ABOUT HIM : LEO DIRGAN FALANIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang