Malam itu bulan bersinar dengan terangnya, suara ombak dan burung malam menjadi penghias malam bahagia dua anak adam yang terlihat tengah berjalan di atas pasir putih itu dengan tangan saling mengenggam erat.
"Phi Phayu..." Panggil Rain yang berjalan di sisi pria tampan dengan rambut dikuncir kuda itu, "apa masih sakit?"
Phayu hanya melirik sesaat lalu kembali menatap ke arah depan tanpa berbicara pada Rain, namun tangannya masih setia mengenggam erat tangan mungil itu.
"Phi Phayu..."
"Phi Phayu khab." Panggil Rain agar Phayu berbicara padanya, namun Phayu hanya diam seribu bahasa dengan terus berjalan menikmati suasana pantai malam itu.
"Eh?"
Tautan tangan itu terlepas, terlihat Rain dengan wajah marahnya yang melepaskan tautan tangan mereka.
"Phi Phayu jahat!" Kesal Rain lalu pergi begitu saja meninggalkan Phayu yang diam tanpa melangkah sedikitpun.
Angin malam nan sejuk itu tak lagi terasa, terlihat ia menyapu air mata yang jatuh dari mata indah milik Rain, membawa air mata itu jatuh ke bumi.
"Hiks... Jahat!" Rain terus berjalan menjauh dari pantai tersebut, meninggalkan Phayu yang masih diam di tempatnya dengan menatap punggung Rain hingga hilang dibalik bangunan-bangunan di sana.
Kaki itu terus berjalan dengan sesekali mehentakkannya ke tanah, mata merah itu terus mengeluarkan air mata, betapa sakitnya hati Rain karena Phayu mendiamkannya seperti tadi, karena sebelumnya Phayu tak pernah bersikap seperti itu padanya.
"Phi Phayu sudah tidak mencintai Rain!" Kesal Rain dengan menendang-nendang batu di sana, namun nasib sial malah menghampirinya, tali pada sandal jepitnya putus dan membuat sandal itu melayang begitu saja.
"Yah... Hua... Sandal Rain." Tangisnya hampir pecah, karena sandal tersebut adalah sandal kesayangannya yang beberapa waktu lalu masuk ke parit karena ia lemparkan ke Phayu.
"Semua karena Phi Phayu." Kesal Rain.
Waktu terus berjalan, malam nan penuh bintang berlalu begitu cepatnya. Cahaya sang baskara mulai menunjukkan dirinya di balik awan hitam di langit sana, angin laut berhembus pelan, meniup tirai-tirai putih di sebuah kamar, suara burung camar terdengar saling bersahutan di langit sana, jua deru ombak yang kian menambah kesan nyaman dan damai.
"Sepasang mata tajam terlihat baru saja terbuka, mata itu mengerjap beberapa kali lalu melirik ke arah sampingnya, "kemana Rain pergi?" Mata itu kembali melirik ke seisi kamar tersebut.
"Rain..."
"Sayang... Kau dimana?"
Karena tidak mendemgar suara apapun, membuat Phayu khawatir lalu bergegas mencari Rain ke seisi kamar tersebut, dari kamar mandi, balkon, lemari pakaian bahkan yoples tupperware, tak kunjung ia temukan pria manisnya itu.
Phayu kembali mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi malam tadi, seingatnya usai Rain pergi ia pun memutuskan untuk kembali ke kamar mereka, ia yakin jika Rain pasti akan kembali atau tidak ia akan tidur di kamar kedua orang tuanya.
Tok!
Tok!
Suara ketukan pada pintu membuyarkan lamunan Phayu, ia pun bergegaz membukakan pintu dengan berharap jika Rainlah yang berada di sebalik pintu tersebut. Namun, saat ia membukanya di sana berdiri sang ibu mertua dengan wajah bahagia.
"Kenapa kau lama Phayu? Apa kau terlalu lelah sehingga membuat Mae harus menunggumu membukakan pintu." Goda Nay pada Phayu yang hanya direspon diam oleh Phayu, membuat Nay bingung dan bertanya ada apa dengan menantunya itu.
"Rain tidak ada Mae." Ucap Phayu pelan.
"Apa?"
"Rain menghi-"
Plak!
Belum Phayu menyelesaikan ucapannya, sebuah pukulan kuat pada tubuhnya ia dapati.
"Lalu kenapa kau masih diam!? Cari Rain sekarang!" Marah Nay.
"Mae menghalangi pintu, bagaimana Phayu akan keluar."
Sedetik Nay tersadar jika ia berdiri tepat di pintu sana, ia pun minggir lalu Phayu berlalu dengan berlari.
"Jadi salah aku?" Tanya Nay pada dirinya sendiri.
Phayu berlari keluar dari hotel dan bertanya pada orang-orang dengan menunjukkan foto Rain, rasa khawatir serta keringat dingin mulai membasahi tubuhnya.
"Jika Rain hilang, bisa-bisa Mae menyetrika aku hidup-hidup."
Phayu terus mencari dimama keberadaan Rain, dari pantai, area kolam renang, taman hingga lampu merah ia mencari Rain. Tunggu tunggu, di pantai ada lampu merah? Ngaco nih yang baca.
Lelah mencari, Phayu pun duduk di sebuah kursi yang ada di sana, ia mengatur nafasnya yang terasa berat karena harus berlari kesana dan kemari guna mencari istrinya tersebut, ia tak ingin menjadi duda kembang jika sesuatu hal buruk terjadi pada Rain.
Bug!
"Aduh!" Phayu mengusap kepalanya yang terasa sakit, terlihat sebuah buah mangga tak utuh terjatuh di samping kakinya, di pungutnya, lalu kembali sebuah buah mangga jatuh mengenai punggungnya.
"Ai sat! Siapa- astaga Rain!" Heboh Phayu saat melihat siapa pelaku yang melempar buah mangga itu, di atas pohon sana terlihat Rain duduk dengan santainya sambil memakan buah mangga, terlihat bibirnya berlepotan air dari buah mangga tersebut. Phayu menatap tak percaya dengan Rain yang membuka kulit mangga itu menggunakan giginya, membuat Phayu kian terkejut dibuatnya.
"Sayang, apa yang kau lakukan di sana?"
"Rain sedang makan nasi padang." Sahut Rain yang masih asik memakan buah.
"Nasi padang? Enak tidak?"
"Enak, Phi mau?"
Phayu tersenyum dengan mengangguk, lalu...
Wush!
Plak!
Brug!
Seketika tubuh Phayu terjatuh karena buah mangga yang Rain lempat mengenai kepalanya kuat.
*****
Semakin random saja pasangan ini
😭😭😭
KAMU SEDANG MEMBACA
This Is Love ~ [Terbit]
RomanceHanya kisah manis penuh canda dan tawa dari Phayu dan juga Rain.