03. Ajakan

27.6K 442 8
                                    

"Nih. Lo bisa itung dulu."

Lira menyerahkan amplop coklat yang isinya terlihat tebal kepada Diandra, sesaat setelah Diandra duduk manis di gazebo taman kampus, tempat yang sudah Lira janjikan untuk mereka ketemuan setelah mata kuliah sore selesai. Diandra tampak sedikit tercengang sebentar. Setelah itu ia terkekeh.

"Lo yakin ini isinya duit beneran?"

"Lo bisa cek. Gue kan udah bilang Lo bisa itung dulu."

Diandra mengangguk-anggukkan kepala dan mulai membuka amplop coklat tersebut. Sontak ia membola, isinya benar-benar uang merah bergepok-gepok. Diandra lalu memicingkan matanya ke arah Lira.

"Dapet duit segini banyak dan cepetnya dari mana Lo? Malak nyokap Bokap Lo, ya?"

"Ck, bukan urusan Lo. Yang penting gue kan udah bayar duit kalah taruhan."

Diandra mendengus sinis. "Tapi kalo dipikir-pikir gak mungkin juga sih Lo minta ke mereka," Diandra lalu mendekatkan wajahnya ke arah Lira dan berbisik. "Jangan-jangan lo jual diri, ya?"

Lira kontan melotot. "Enak aja! Lo pikir gue cewek apaan?!"

Diandra dengan santainya mengedikkan bahu.

"Itu duit tabungan gue. Sisanya dari gue pinjem duit ke temen sekamar gue. Puas Lo!"

Diandra terkekeh. "Ya ya ya. Gue sedikit percaya. Lagian sejak SMA selama gue kenal sama lo, yang gue inget Lo gak pernah neko-neko ya. Tapi gak tau deh kalo sekarang, secara temen sekamar Lo itu kan hobi clubing, takutnya Lo kebawa arus pergaulannya lagi."

Lira menatap tajam Diandra. "Gak usah jelek-jelekkin orang lain. Kayak diri Lo aja udah bener!"

Diandra tertawa. "Sans beib, gak usah ngegas juga kali. I know i know."

Setelah berkata, Diandra melipat kembali amplop coklat berisi uang sepuluh juta dari Lira. Tapi sebelum itu, Diandra mengambil lima lembar uang seratus ribu dari dalam.

"Btw, Lo gak mau denger cerita waktu gue kencan sama Arka?"

Lira melirik sekilas menandakan ia tidak tertarik mendengarkan. Diandra lagi-lagi tertawa, seolah perbicangan dengan Lira saat ini sangat menyenangkan.

"Okey okey, gak mau denger ya? Takut hatinya panas gara-gara Arka lebih milih kencan sama gue daripada Lo, ya?"

Lira diam tidak menanggapi cerocosan Diandra yang sedang menyombongkan diri. Diandra lalu mengangkat sebelah tangan kirinya seolah melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya yang mulus dan seputih susu.

"Udah jam setengah lima nih, setengah jam lagi gue mau ada pemotretan brand sponsor. Jadi gue cabut dulu ya. Oh iya, ini gue kasih cashback lima ratus ribu buat beli skincare. Liat tuh di jidat Lo tumbuh jerawat satu. Bye, dear"

Lira mendengus. Setelah kepergian Diandra, uang yang sedari tadi diatas meja gazebo sama sekali tidak Lira sentuh. Lira termenung sendiri. Hingga angin sore tiba-tiba menerbangkan lima lembar uang itu hingga tercerai berai. Lira kontan melotot dan langsung bangkit mengambil uang yang sudah kocar-kacir.

"Lira!"

Lira yang sedang membungkuk mengambil uang mendongakkan kepala saat suara yang tidak asing tiba-tiba terdengar memanggil namanya.

"Akhirnya ketemu sama lo, gue cari-cariin juga. Lo lagi ngapain disitu?"

Dengan cepat Lira mengambil uangnya yang berada diatas tanah dan menegakkan badannya.

"Gak ada urusan sama Lo." balasnya sambil memasukkan uang cashback dari Diandra ke saku kemejanya.

"Gue chat dari kemarin gak Lo bales-bales, padahal Lo lagi on. Tadi waktu di kelas juga gue di cuekin."

Lira diam tidak menanggapi, ia lebih memilih berjalan pergi. Melihatnya, Arka terkekeh pelan lalu berjalan mengikuti langkah Lira.

"Kenapa sih gitu banget sama gue. Lagi dapet ya?"

"Gak." jawab Lira mencoba berlalu dari hadapan Arka.

Arka tertawa. "Dih kek cewek ngambek aja."

"Emang gue cewek."

"Maksudnya cewek gue."

"Gausah samain gue sama Diandra."

"Kenapa jadi bawa-bawa Diandra?"

"Cewek Lo kan dia?"

Arka mengerutkan kening, lalu tak ayal setelah itu ia mengulum senyum.

"Mana ada sih. Gak usah ngada-ngada deh. Buktinya apa?"

"Buktinya Minggu lalu Lo lebih pilih jalan sama dia daripada ajakan jalan gue."

"Cemburu ya?"

"Dih apaan, enggak!"

"Alah ngaku aja deh." Arka dengan usil menoel-noel pipi Lira. Membuat si empunya jadi mencak-mencak tidak terima.

"Apaan sih Arkaaaa!"

Arka tertawa terbahak-bahak melihat respon protes Lira. Ia lalu merangkul Lira dengan sebelah tangannya. Sepertinya apa yang dilakukan Arka waktu itu berhasil, yaitu membuat Lira cemburu. Oke Arka, tinggal selangkah lagi.

"Gue nggak pacaran sama dia. Tenang aja."

"Lepasin! Gue nggak peduli Lo mau pacaran sama dia atau nggak." ucap Lira mengenyahkan tangan Arka dari bahunya.

"Terus ini kenapa marah coba?"

"Ya karena Lo lebih milih jalan sama dia daripada gue!"

"Nah, berarti itu Lo cemburu."

"Udah gue bilang gue nggak cemburu! Gue cuma gak terima aja kenapa Lo lebih milih dia!"

"Ya itu namanya cemburu Lira..."

"Ck, Lo tuh nggak ngerti-" decak Lira tertahan.

Arka mengangkat kedua alisnya. "Apa yang nggak gue ngerti, coba jelasin." ucapnya mendekatkan wajahnya ke arah wajah Lira.

Lira kontan memalingkan wajahnya. Males sekali dia melihat wajah Arka. Gara-gara dia, Lira jadi harus merelakan keperawanannya untuk pria asing yang bahkan bukan suaminya. Ya meskipun itu bukan salah Arka, karena ini adalah kesalahan Lira sendiri yang menyetujui tawaran Diandra untuk menjadikan Arka sebagai bahan taruhan, dan ia dengan sangat percaya diri yakin jika Arka akan menyetujui ajakan jalan di malam Minggu darinya daripada ajakan Diandra, sehingga Lira malah membuat tambahan kesepakatan tertulis akan taruhan itu yang mengakibatkannya berakhir penyesalan.

Lira spontan terisak. Entahlah rasanya semua jadi sesak. Lira tidak bisa menyalahkan Arka, Risty yang memberikannya usulan tersebut, dan juga takdir. Karena ini semua merupakan kesalahannya.

Arka panik saat tau-tau melihat Lira menangis. "Hei hei, kenapa? Lo kenapa, Ra?"

Lira mengusap air matanya. Rasanya aneh meratapi hal yang sudah terjadi dengan ia sendiri yang membuat keputusan.

"Enggak gue nggak papa."

"Ra, gue minta maaf, waktu itu gue cuma-" ucapan Arka terpotong oleh Lira.

"Enggak ini bukan salah Lo, Ka. Gue mau pulang."

Melihat Lira yang hendak beranjak. Arka segera menahan pergelangan tangan Lira.

"Tunggu bentar, Ra. Kalo hal itu sampai buat Lo nangis kayak gini, gue bener-bener minta maaf. Jadi untuk nebus permintaan maaf gue, besok gue mau ngajakin Lo ke pesta ulang tahun Oma, mau ya?"

"Kenapa nggak ngajak Diandra aja?"

"Tuh kan Diandra lagi Diandra lagi. Emang bener nih kayaknya lagi cemburu."

"Dih apaan sih, udah gue bilang enggak ya enggak!"

"Mana buktinya. Senyum dulu coba kalo Lo nggak cemburu."

Lira memaksakan bibirnya melengkung. "Nih nih, liat nih, puas Lo!"

Arka tertawa sambil mengacak-acak rambut Lira. Sementara Lira yang menjadi korban jadi tambah bete.

"Jadi mau ya. Besok malem gue jemput ke kos Lo. Gak ada penolakan, oke?"

Slept With A Friend's DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang